jpnn.com - JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Parahyangan, Bandung, Jawa Barat, Asep Warlan Yusuf mengatakan jika Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sudah tiga kali secara resmi memanggil calon presiden Joko Widodo (Jokowi), tapi tidak diindahkan, maka Bawaslu berhak memanggil paksa Jokowi.
Jokowi telah dipanggil Bawaslu, terkait pernyataannya "coblos nomor dua" dalam acara pengundian nomor urut capres, 1 Juni di KPU.
BACA JUGA: Urusan Formasi CPNS, Menteri Janji tak Bisa Dilobi
"Sama seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang bisa memanggil paksa seseorang dalam perkara korupsi jika tidak hadir dalam panggilan ketiga. Bawaslu juga bisa memanggil paksa Jokowi jika tidak memenuhi panggilan terkait dugaan pelanggaran kampanye. Para pendukung Jokowi tidak boleh marah dan menuding Bawaslu mempolitisasi karena Bawaslu hanya menjalankan perintah UU," kata Asep, Kamis (6/6).
Untuk mencegah panggil paksa saran Asep, ada baiknya juga Bawaslu menyarankan Jokowi hadir pada pemanggilan berikutnya.
BACA JUGA: Yakin Revolusi Putih ala Prabowo Bawa Dua Efek Positif
Apalagi ujar Asep, alasan Jokowi tidak hadir karena sudah punya agenda kampanye yang sudah direncanakan. Menurut Asep, itu bukan alasan yang bisa diterima.
"Alasan yang bisa diterima Bawaslu itu karena sakit atau alasan halangan luar biasa yang bisa diterima. Tapi kalau hanya sibuk kampanye dan agenda kampanye yang sudah disusun sejak lama, yah tidak bisa diterima. Bawaslu harus memastikan alasan Jokowi bisa diterima atau tidak, selama bisa diterima, tentu bisa dikompromikan, tapi kalau tidak, pilihannya hanya satu, panggil paksa," tegasnya.
BACA JUGA: Larang Alih Fungsi Rumah untuk Tempat Ibadah
Kalau panggil paksa terjadi, Asep menyayangkan sikap Jokowi karena memberi contoh penegakkan UU.
"Jangankan seorang capres, presiden saja harus taat hukum. Kalau baru jadi capres sudah tidak taat hukum, bagaimana jika sudah jadi presiden?," tanya Asep.
Bawaslu kata Asep, adalah lembaga negara yang dibentuk oleh UU. Jokowi menurutnya boleh tidak patuh pada ketua umumnya karena itu bukan urusan negara, tapi dia harus patuh pada lembaga negara yang dibentuk dan punya kewenangan berdasarkan UU.
"Jangan sampai muncul anggapan, kepada ketua umum dia patuh, tapi kepada lembaga negara tidak. Padahal kedudukan Bawaslu dalam negara jauh lebih tinggi daripada kedudukan ketua umum. Makanya biar tidak muncul anggapan seperti itu, Jokowi harus menghormati Bawaslu," saran Asep Warlan Yusuf.(fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Anas Tepis Tudingan Korupsi karena Bantuan LSI
Redaktur : Tim Redaksi