Terlambat Tiga Bulan Lansung Disegel

Jumat, 27 Oktober 2017 – 03:30 WIB
Ilustrasi pajak. Foto: JPNN

jpnn.com, BATAM - Kepala Badan Penerimaan Pajak Retribusi Daerah (BP2RD) Pemko Batam Raja Azmansyah mengingatkan masyarakat agar patuh memenuhi kewajiban membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Bagi wajib pajak yang terlambat maupun menunggak, pemerintah akan mengenakan sanksi.

BACA JUGA: Jika PAD DKI Rp 50 Triliun, Ini Tunjangan untuk Anies-Sandi

s"Karena dalam waktu dekat kami akan beri surat peringatan 1, 2, dan 3 bagi penunggak pajak," tegas Azmansyah, Kamis (26/10).

Menurutnya, bila peringatan ini tetap tidak diindahkan, pihaknya akan memasang stiker dan spanduk pengumuman hingga penyegelan di setiap objek wajib pajak yang menunggak tersebut. Sanksi seperti ini, kata Raja, sudah diterapkan di beberapa kota. Dan terbukti berhasil meminimalisir tunggakan pajak.

BACA JUGA: WARNING! Tak Capai Target, Sanksi Sudah Menanti

"Misal di gedung A, kita kasih spanduk pengumuman gedung ini tidak membayar atau menunggak pajak. Jadi ada sanksi sosial dan sanksi administrasi nantinya," tutur dia.

Raja menjelaskan, sampai saat ini tunggakan PBB yang tercatat di BP2RD mencapai Rp 310 miliar. Tunggakan dibagi empat kategori, yakni piutang lancar, kurang lancar, diragukan, dan piutang macet.

BACA JUGA: Anak Buah Prabowo Ragukan Pemerintah Bisa Capai Target Pajak

Piutang lancar atau piutang yang masih berusia satu tahun, jumlahnya mencapai Rp 51 miliar. Lalu piutang tak lancar umumnya piutang yang berusia 1-2 tahun dengan nilai mencapai Rp 42,8 miliar. Selanjutnya piutang diragukan sebesar Rp 58,2 miliar, serta piutang macet Rp 158,2 miliar.

"Kalau piutang macet umurnya lebih dari 5 tahun. Piutang ini termasuk wajib pajak yang sudah tak diketahui lagi keberadaannya. Bisa saja bangkrut, berpindah hak kepemilikan atau meninggal dunia. Sedangkan piutang diragukan, mereka yang tidak konsisten membayar pajak," terangnya.

Sementara kategori kurang lancar, umumnya mereka yang menunggak 1-2 tahun. Biasanya keberatan dengan pajak dan mengajukan banding. "Peluang besar ditagih baru piutang lancar, dan sudah kita anggarkan di tahun berjalan. Sedangkan untuk macet dan diragukan masih kami dalami," katanya.

Guna mendalami penunggak wajib pajak ini, BP2RD bekerjasama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk menyisir masing-masing penunggak pajak. Sampai saat ini, diketahui ada sekitar 1,45 juta nomor objek pajak dengan nilai Rp 310 miliar, belum membayar sejak tahun 2013 lalu.

"Ini yang masih kita dalami dengan BPKP dan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan)," terangnya.

Raja menambahkan, bagi piutang macet dan diragukan, di dalam perda dan undang-undang telah diatur terkait penghapusan piutang. Pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah juga disebutkan, tak mungkin ditagih lagi, karena hak penagihan sudah kedaluwarsa.

"Bagaimana mendefinisikan kedaluwarsa serta batas waktunya, masih kami defenisikan dengan BPKP untuk diatur di Perwako (Peraturan Wali Kota). Piutang tak bisa diwariskan, minimal pengahapusan denda," katanya.

Penghapusan denda ini, kata Raja, juga sudah diberlakukan di beberapa daerah, sehingga ketika denda dihapus piutang bisa tertagih. "Makanya kami masih lakukan telaah dengan BPKP," jelasnya.

Anggota Komisi II DPRD kota Batam Idawati Nursanti mengatakan upaya penagihan harus dimulai dengan pendataan. Pasalnya saat ini masih banyak potensi wajib PBB tidak tertagih karena namanya berbeda atau data ganda. Hal inilah yang menyebabkan penagihan tidak pernah maksimal.

"Usulan kami harus didata ulang, mulai dari perangkat RT atau RW mengecek dan melaporkan wajib pajak sesuai nama yang ditagih. Sehingga datanya riil dan akurat," jelasnya.

Anggota Komisi II Mulia Rindo Purba menyebutkan piutang Rp 300 miliar ini harusnya jadi potensi menutup defisit pembangunan infrastruktur yang tertunda karena anggaran minim.

Persoalannya saat ini banyak wajib pajak yang seharusnya jadi potensi terbentur aturan legalitas kepemilikan lahan. "Misal masyarakat punya rumah tapi tak memiliki legalitas, atau mereka yang tinggal di kaveling yang tak terdaftar di wajib PBB," katanya.

Masyarakat di sana, kata Mulia, bukan tak mau membayar PBB, namun ketika disuruh membayar tagihan yang diberikan Pemko tidak sesuai dengan nama pemilik rumah. Bisa saja itu karena proses jual beli kaveling sehingga di data masih berstatus pemilik sebelumnya.

Sementara untuk ganti nama kepemilikan, kaveling ini harus melalui prosedur di BP Batam. (rng)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ditjen Pajak Manfaatkan Marketplace untuk Lacak Transaksi


Redaktur & Reporter : Budi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler