Ternyata Ini Biang Kerok Masalah Mafia Tanah di Indonesia, Sudah Mengakar

Kamis, 08 September 2022 – 13:04 WIB
Manajer Pengadaan Lahan dan Akuisisi PT. Krakatau Sarana Infrastruktur (KSI) Verri Hendry mengatakan mafia tanah pun menjadi penghambat adalam bisnis pembebasan lahan. Foto: Podcast Sofa Panas

jpnn.com, JAKARTA - Kasus mafia tanah bukan hal yang baru, karena sejarah menyebutkan perkara tersebut sudah ada sejak presiden pertama Indonesia hingga saat ini.

Manajer Pengadaan Lahan dan Akuisisi PT. Krakatau Sarana Infrastruktur (KSI) Verri Hendry mengatakan mafia tanah pun menjadi penghambat adalam bisnis pembebasan lahan.

BACA JUGA: Pengamat Dukung Langkah Tegas Jokowi untuk Menggebuk Mafia Tanah

Berdasarkan pemahaman Verrie, sulit untuk menghapus mafia tanah yang ada di Indonesia, karena, masih terlalu banyak tanah yang belum terdata oleh pemerintah.

“Belum ada rumusan mafia tanah itu bisa hilang. Argumentasinya sederhana, selagi masih ada tanah yang belum terdata maka akan selalu ada mafia tanah. Lahan yang sudah terdata saja bisa dimafiakan apalagi yang belum terdata,” ungkap Verrie dalam acara podcast Sofa Panas, Kamis (8/9).

BACA JUGA: DPN Permahi Ajak Masyarakat Sadar Hukum & Awasi Mafia Tanah

Berbeda dengan mafia tanah, bisnis pembebasan lahan harus mempunyai payung hukum yang kuat. Jadi, kalau mau main tanah harus tahu dulu mana yang sudah ada payung hukumnya dan mana yang belum.

“Tidak bisa sembarang bebasin lahan tanpa tahu landasan hukumnya. Kalau yang dibebaskan itu ternyata aset negara itu kan sama saja habis minum racun lalu minta ditembak,” jelas Verrie.

BACA JUGA: Mantan Kades Terlibat Kasus Mafia Tanah, Simak Pengakuannya di Hadapan Polisi

Menurut dia, dalam bisnis pembebasan lahan itu ada istilah biong atau pemodal. Jadi, ketika seseorang sudah mempunyai izin untuk membangun perumahan misalnya, maka langkah selanjutnya adalah mendekati pemilik lahan di kawasan itu.

Biasanya, kata Verrie, pemilik lahan enggan melepas lahan kepada developer. Di sini lah peran biong muncul. Mereka yang akan langsung melakukan pendekata langsung kepada pemilik lahan.

“Misanya, si A mau beli lahan itu 200 per meter persegi, maka biong itu akan langsung mendekati pemilik lahan, jual saja ke saya, saya bayar sekarang 50 meter persegi, kalau jual ke developer kan belum tahu kapan akan dibayar,” kata Verrie.

Verri menjelaskan negosiasi dalam pembebasan lahan tidak melulu harus melibatkan uang. Kadang, pemilik lahan adalah orang yang berkecukupan dan tidak mau lahannya dilepas.

Dia pun punya jurus jitu dalam menghadapi kasus seperti itu, yakni dengan profiling untuk lebih mengenal si pemilik lahan sehingga bisa melakukan komunikasi lebih bagus.

Dia menambahkan Krakatau Sarana Infrastrutur saat ini tengah membebaskan lahan di kawasan tiga. Dari total 420 hektare tinggal 86 hektare yang masih belum dibebaskan.

Verrie menyebut proses negosiasi masih terus berlanjut dan 40 persen dari 86 hektare itu sudah dalam proses pembebasan lahan.

Krakatau Sarana Infrastruktur selalu berpegangan pada payung hukum dalam melakukan proses pembebasan lahan.

Verrie mempunyai prinsip dalam menjalankan tugasnya sehari-hari yaitu semua tidak harus selesai hari ini.

“Let it flow saja, jadi gak harus semua kelar hari ini. Saya itu memegang prinsip tepuk pramuka, di sini senang, di sana senang,” pungkas Verrie. (mcr10/jpnn)


Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler