Pemain seruling Jepang ‘Shakuhachi’, Anne Norman, sedang menimbang merkusuar ketika ia menemukan ruang pertunjukan potensial di dalam tebing dekat Darwin Harbour.

Ia telah tampil di Gedung Opera Sydney dan sejumlah gereja di seluruh Eropa, namun ia belum pernah bermain di dalam sebuah terowongan sepanjang 172 meter.

BACA JUGA: Restoran Burger Enak di Sydney yang Pekerjakan Pengungsi

"Saya seorang musisi dan musisi selalu mencari akustik yang baik," ujarnya.

Itulah bagaimana ia menumpang ke Darwin tahun lalu untuk dua pertunjukan di salah satu terowongan penyimpanan minyak era Perang Dunia ke-II di kota itu.

BACA JUGA: Bawa Anak Balita Nonton Footy, Cara Warga Australia Merawat Cinta kepada Negara

Anne Norman adalah direktur artistik dari ‘Terowongan Nomor Lima: Festival Musik Bawah Tanah’.

ABC; Emilia Terzon

Dibangun untuk menyimpan minyak Angkatan Laut setelah pemboman Darwin, terowongan ini hanya digunakan sebentar selama masa perang sebelum ditinggalkan dan bertahun-tahun kemudian diubah menjadi atraksi wisata memeringati sejarah militer.

BACA JUGA: Indonesia Research Day di Universitas Adelaide

Di sepanjang terowongan, kondisinya basah, lembab dan membuat berkeringat – tetapi bangunan ini juga membuat suara yang tak biasa dan misterius.

"Ini adalah sebuah gedung konser yang sempurna. Saya telah bermain dengan banyak mesin akustik. Ini benar-benar mengalahkan segalanya. Anda adalah insinyur rekaman,” tutur Anne. Henk Rumbewas, istri dan anaknya menabuh conga di dalam terowongan.

ABC; Emilia Terzon

Ia mengungkapkan, "Jika Anda menyamping di dalam terowongan, kedengarannya seperti kamar mandi. Tak ada efeknya. Jika Anda melihat panjang terowongan, Anda menyusun pola gelombang berdiri.”

"Mereka benar-benar indah. Itu sebabnya saya di sini dan terus datang kembali," imbuhnya.

Festival musik bawah tanah

Pekan ini, Anne kembali ke salah satu ruang terpanjang di jaringan itu, yakni "terowongan lima", bersama dengan para penyanyi dan musisi untuk sebuah Festival Musik Bawah Tanah selama seminggu.

Termasuk dalam artis yang tampil adalah Henk Rumbewas kelahiran Papua Barat, seorang warga, penyanyi dan pemain gendang asal Darwin yang menggunakan musik tempat kelahirannya untuk memunculkan kesadaran akan upaya melepaskan diri dari Indonesia.

"Malam pertama saya datang ke terowongan itu, saya kira itu menakjubkan. Ini seperti pengeras suara. Ini adalah alat yang sangat sensitif," aku Henk. Musisi asal Yolngu, Jason Gurruwiwi, sebelum penampilannya.

ABC; Emilia Terzon

Pada Kamis (18/8) malam, Henk Rumbewas dan keluarga mudanya bernyanyi di depan para pendengar yang duduk membentang di kursi kemah dengan penggemar seadanya.

Suara drum dan sukacita bergabung menjadi satu ketika penonton kemudian dipanggil untuk bergabung dengan artis dalam ketukan conga.

Juga tampil pada Kamis (18/8) malam itu adalah Jason Gurruwiwi, sebuah artis Yolngu senior dari Galiwinku, dan keponakannya, Guyundula Burarrwanga.

Dimeriahkan beberapa kali oleh yidaki (didgeridoo) tunggal, duo tersebut bernyanyi satu sama lain dari sekitar jarak 40 meter terpisah di sepanjang terowongan; lirik mereka tentang kura-kura, kakatua dan bayi lumba-lumba yang bersahutan bersama-sama saat mereka berjalan lebih dekat satu sama lain.

"Ini membuat saya semangat di sepanjang terowongan ini untuk anggota komunitas saya di sana," kata Jason. Sarah Hopkins bermain 'whirlies' –instrumen tabung plastik yang terdengar seperti ‘malaikat’.

ABC; Emilia Terzon

Sebagian besar pemain musik malam itu menggunakan instrumen angin, termasuk yidaki dan bahkan ‘whirlies’ (instrumen berbentuk tabung) dari plastik.

Anne mengatakan, suara-suara yang lebih halus ini diperlukan dalam ruangan yang, dalam beberapa hal, merupakan instrumen angin yang besar.

"Ketika pemain yidaki pertama tampil, saya melihat kegembiraan di dalam dirinya. Ia bermain dengan sangat halus dan indah," sebutnya.

Anne mengatakan, "Ia memainkan beberapa bungal tradisional dan kemudian ia menunggu. Ia benar-benar terpesona dan mendengarkan. Ia menunggu 15 detik. Kemudian ia bermain lagi. Seorang musisi sejati.”

"Sebagai pemain seruling, kontrol terowongan udara adalah apa yang Anda lakukan. Di sini saya mengendalikan kolom udara yang memiliki panjang 172-meter,” lanjutnya.

"Anda tak tahu betapa menariknya ini," sambungnya. Partisipasi penonton sangat diharapkan selama pertunjukan musik Yolngu dan Papua Barat.

ABC; Emilia Terzon

Anne mengatakan, ia ingin tetap tampil di terowongan lima, namun suatu hari ia berharap bisa tampil di panggung yang berdiri di atas tanah.

"Saya sudah berusaha selama bertahun-tahun untuk bermain di mercusuar. Tapi birokrasi mercusuar, Anda tak tahu, dengan otoritas kelautan, taman nasional, penjaga pantai, seringkali operator wisata," jelasnya.

Anne mengutarakan, "Saya ingin melakukan pertunjukan di mercusuar di mana penonton duduk di tangga spiral ke atas dan pemain berada di dasar. Jika Anda bisa memberi saya pertunjukan itu, saya tak akan mengecewakan anda."

Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.

Diterjemahkan: 16:55 WIB 19/08/2016 oleh Nurina Savitri.

Lihat Artikelnya di Australia Plus

BACA ARTIKEL LAINNYA... ELL: Homograf Suspect

Berita Terkait