jpnn.com - SAMARINDA - Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kutim Hasbullah, yang diduga menerima suap dari para calon legislatif, disebut-sebut tidak bermain sendiri. Ditengarai, ada aktor besar yang bermain dalam skandal penggelembungan suara sejumlah calon anggota DPRD Kaltim dari daerah pemilihan Bontang, Kutim, Berau.
Hal itu diyakini pemerhati pemilu Arif Endang Dwi Wahjuni. Menurutnya, jika diperhatikan, kasus di Kutim sebenarnya tidak hanya dimainkan Hasbullah. Dia menilai, anggota KPU Kutim yang sudah dijadikan tersangka itu berkarakter pekerja, bukan pengambil keputusan.
BACA JUGA: Tuntut Kejelasan Pileg di Berau
“Saya lumayan kenal dia semasa saya masih menjadi anggota KPU Kaltim (periode 2009-2014,” jelas Endang kepada Kaltim Post (grup JPNN), Jumat (2/5). Endang menduga kuat, ada dalang utama yang mengarahkan Hasbullah. Dia pun berharap, polisi segera menuntaskan kasus ini agar nama lembaga penyelenggara pemilu segera pulih.
“Polisi jangan takut dengan partai politik (parpol). Jika ini dibiarkan, pasti menjadi preseden buruk. Tetapi jika diungkap, kejadian serupa pasti tak akan terulang pada pemilu mendatang,” ucap Endang yang kini bergelut kembali sebagai notaris.
BACA JUGA: Melaut Cari Gurita, Pulang jadi Mayat
Mengenai keterkaitan salah seorang komisioner KPU Kaltim berinisial R, Endang sepakat polisi segera memanggil yang bersangkutan. Jika R tetap tidak hadir dengan alasan masih menghadiri pleno rekapitulasi suara nasional di Jakarta, dia menilai itu hanya alasan yang dibuat-buat.
“Melaporkan hasil rekapitulasi suara tidak mesti dihadiri lima komisioner KPU. Ada ketua KPU Kaltim yang bisa menyampaikan laporan itu,” tegas dia.
BACA JUGA: Pastikan Data Honorer K2 Asli, Pimpinan Instansi Disumpah
Dengan demikian, lanjut Endang, kepolisian dapat memanggil paksa yang bersangkutan agar dugaan ini lekas selesai. Penuntasan skandal suap pun menjadi pembelajaran demokrasi bagi warga Kaltim.
“Kalau dibiarkan, nama penyelenggara pemilu dipertaruhkan. Jujur saya sedih melihat kasus ini,” ungkap Endang.
Seperti diwartakan, Hasbullah mengaku menerima Rp 55 juta dari sejumlah caleg untuk menggelembungkan perolehan suara mereka. Adapun suara caleg yang menggelembung saat pleno rekapitulasi tingkat kabupaten di Kutim adalah Syaiful Anwar (Nasdem), Zaenal Haq (PKS), Marsidik (Golkar), Safuad (PDIP), Ana Wulandri (PDIP), dan Riska Herlin Saputri (PAN). Dari enam nama itu, hanya Syaiful Anwar dan Zaenal yang lolos ke DPRD Kaltim andai kata manipulasi tidak terbongkar.
Dalam pengakuan lain, Hasbullah menuding perbuatannya atas perintah anggota KPU Kaltim Rudiansyah. Hingga kemarin, pria yang akrab disapa Rudi itu belum bisa memenuhi panggilan kepolisian lantaran masih di Jakarta. Rudi bersama anggota KPU Kaltim yang lain masih bersiap membacakan rekapitulasi pileg di Kaltim dalam rapat pleno tingkat nasional di KPU RI.
Yang jelas, pihak Hasbullah terus menyeret nama Rudi dalam pusaran skandal. Rudi dituding sebagai aktor intelektual karena memerintah Hasbullah mengubah data perolehan suara.
“Klien saya bersedia menjadi justice collaborator atau tindakan membongkar kejahatan tindak pidana yang dilakukan bersama-sama," kata kuasa hukum Hasbullah, Arsanty Handayani, kemarin.
Diakui, dalam kasus ini kliennya menerima Rp 55 juta untuk mengubah data perolehan suara caleg DPRD Kaltim dari Dapil Kutim, Bontang, Berau. Disinggung apakah ada aliran uang kepada Rudi, Arsanty mengaku itu masuk ranah penyidikan.
“Saya yakin Pak Hasbullah bakal membuka kejahatan ini di pengadilan,” urainya. Arsanty menambahkan, kliennya sudah menyatakan jika tindakannya atas perintah Rusdiansyah. Dijelaskannya, sebelum mengutak-atik data, perbuatan kliennya juga sudah diketahui seorang komisioner KPU Kutim. Kemudian, kliennya berharap koleganya di KPU Kutim bisa dijerat dan meminta polres terus mengembangkan kasusnya.
Dia menuding, ada unsur kelalaian dari anggota KPU Kutim yang lain. "Harusnya kalau memang ada perbedaan data, kenapa semua anggota KPU Kutim bersedia tanda tangan tanpa mengecek terlebih dahulu? Artinya kelalaian juga dilakukan komisioner lain," jelasnya.
JALANI PEMERIKSAAN
Kemarin, penyidik Reskrim Polres Kutim terus memanggil sejumlah pihak. Ketua KPU Kutim Fahmi Idris berserta dua staf KPU Kutim Heni dan Evi datang ke Mapolres. Khusus Fahmi, dia dipanggil untuk dimintai keterangan tambahan seputar masalah perpindahan laptop dan perbaikan data saat rekapitulasi di KPU Kaltim.
“Klien saya diperiksa selama empat jam. Dia membenarkan laptop sempat dipegang tersangka," kata kuasa hukum Fahmi, Abdul Rais.
Sementara Kapolres Kutim AKBP Edgar Diponegoro melalui Kasat Reskrim AKP Yogie Hardiman mengaku, pemanggilan ketiganya bersifat permintaan data tambahan dan hanya sebagai saksi.
Ditanya apakah masih menunggu kedatangan caleg yang belum memenuhi panggilan, Yogie mengaku tetap menanti iktikad baik mereka. "Jika sudah menerima dua kali dan tidak datang dengan alasan yang tidak jelas, dipanggil paksa," tegasnya.
Untuk mendalami kasus ini, anggota Reskrim Polres Kutim telah mengirim dua anggota ke Laboratorium Forensik (Labfor) Polda Jawa Timur di Surabaya. Tujuan ke Kota Pahlawan untuk memeriksa beberapa barang bukti seperti telepon genggam lima anggota komisioner KPU Kutim. Ada pula enam ponsel beserta kartu anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Sangatta Selatan. Tak ketinggalan laptop yang digunakan Hasbullah saat mengutak-atik perolehan suara.(*/fer/luc/fel/k7)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ingin Hadiri Pesta, Suami-Istri Tewas Diseret KA
Redaktur : Tim Redaksi