Tersangka KDRT Tidak Ditahan, Keluarga Korban Protes

Minggu, 31 Maret 2019 – 07:13 WIB
Orang meninggal. ILUSTRASI. FOTO: Pixabay.com

jpnn.com, KUPANG - Penyidik Unit Pidum Satreskrim Polres Kupang Kota menetapkan Erik Benediktus Mella sebagai tersangka dalam kasus kematian Linda Brand yang adalahnya istrinya sendiri.

Erik menjadi tersangka dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang mengakibatkan terjadinya korban meninggal dunia. Tersangka pun telah menjalani pemeriksaan pada Sabtu (23/3) dari pukul 11.00-18.00.

BACA JUGA: Istri Muda Disiram Cuka Para Lantaran Jarang Pulang ke Rumah

Meski telah ditetapkan sebagai tersangka, namun dia tidak ditahan penyidik. Hal ini menimbulkan reaksi protes dari pihak keluarga korban.

BACA JUGA: Jadi Doyan KDRT setelah Perlakuan Kejam Ibu Mertua

BACA JUGA: Suami yang Doyan Selingkuh Biasanya Suka Lakukan KDRT

Ricky Brand mewakili keluarga korban yang juga sebagai kuasa hukum korban, kepada Timor Express, Minggu (24/3), menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak kepolisian Polres Kupang Kota yang telah mengungkapkan kembali kasus yang terjadi sejak 6 tahun silam itu.

“Kami keluarga sangat mengapresiasi langkah pihak kepolisian yang mengangkat kembali kasus tersebut dan sudah menetapkan tersangkanya. Kami keluarga sangat membutuhkan keadilan karena adik kami meninggal secara tidak wajar. Hal itu telah membuka kembali luka rasa keadilan keluarga korban selama 6 tahun yang baru mulai mengering dan menimbulkan skeptisme bahwa promoter akan terwujud dalam penanganan kasus ini,” ungkap Ricky.

BACA JUGA: Istri Angkat HP Suami, Suara Perempuan: Yang, Kamu di Mana?

Namun menurut Ricky, sangat disayangkan tersangka tidak ditahan oleh penyidik dengan alasan kemanusiaan dan tersangka merupakan tulang punggung dari pada keluarga.

Padahal dugaan perbuatan tersangka yang mengakibatkan Linda Bran meninggal dunia tidak pernah memikirkan akan nilai kemanusiaan. Maka dirinya sebagai keluarga dan kuasa hukum dari korban secara tegas tidak menerima.

“Alasan tidak melakukan penahanan terhadap tersangka tidak dapat saya terima secara hukum, karena perkara ini adalah tindak pidana KDRT yg menyebabkan tercabutnya nyawa orang yang diancam dengan pidana penjara 15 tahun penjara,” ujarnya.

Ricky menilai diskresi kepolisian tidak menahan tersangka dengan menggunakan alasan tersangka sebagai tulang punggung keluarga akan menjadi preseden buruk ke depan, karena tersangka lain dalam tindak pidana KDRT yang mengakibatkan kematian korban ditahan, sementara tersangka kasus ini tidak ditahan.

“Ini secara pengecut akan berlindung di balik punggung anak-anaknya dengan alasan bahwa tersangka adalah tulang punggung keluarga dan anak-anaknya yang masih kecil membutuhkan kehadiran si pembunuh di samping mereka,” ujarnya.

Sesungguhnya, lanjut Erick, anak-anak adalah juga merupakan korban dari perbuatan pelaku, karena mereka tidak saja kehilangan ibu akibat perbuatan pelaku, tetapi juga harus menjalani hidup dengan luka batin akibat selalu menyaksikan kekerasan-kekerasan yang dialami oleh ibu mereka hingga meregang nyawa di depan mata anak-anak itu.

Lanjutnya, perbuatan pelaku dalam kasus tersebut sudah pasti berdampak keras pada kesehatan kejiwaan anak-anak, dan bukan tidak mungkin perilaku sang ayah akan ditiru olehnya ketika kelak mereka berumah tangga.

Ricky mengatakan, ada hal lain yang perlu diungkap dalam kasus ini oleh penyidik adalah penyidik perlu ungkapkan apa motif tersangka melakukan tindakan kekerasan secara berlanjut terhadap korban yang berujung pada kematian.

Padahal pernah ada SMS kepada almarhumah dari seorang perempuan bernama Merry yang menyatakan bahwa posisi almarhumah akan segera diganti oleh Merry.

“Isi SMS itu terbukti tidak lama kemudian. SMS tersebut pernah saya tunjukkan kepada penyidik,” terangnya.

Ricky Brand juga menyampaikan bahwa pelaku dalam kekerasan yang mengakibatkan korban meninggal dunia ini tidak saja dilakukan oleh pelaku, namun ada beberapa orang juga terlibat dalam kasus tersebut.

“Saya berpendapat bahwa pelaku dalam tindak pidana ini tidak hanya pelaku utama, melainkan masih ada pelaku lain (kurang lebih 4 orang) yang dapat diklasifikasikan sebagai pelaku pembantu,” jelasnya.

Sementara, Yohanis Rihi, selaku kuasa hukum tersangka, kepada Timor Exprees, Senin (25/3), mengatakan, harus dipahami bahwa penahanan terhadap seorang tersangka itu tidak wajib dan ini menjadi pembelajaran hukum kepada masyarakat bahwa seorang yang tersangkut kasus sesuai dengan KUHP, dapat ditahan apabila tiga hal tidak terpenuhi oleh tersangka.

Tiga hal tersebut yakni tersangka diduga dapat melarikan diri, menghilangkan barang bukti dan mengulangi tindak pidana.

“Jika tiga hal tersebut dinilai oleh penyidik tidak ada pada diri tersangka maka tidak ada alasan untuk menahan tersangka. Pengertian KUHP itu jelas, dapat ditahan,” tegasnya.

Yohanis menambahkan, jika tersangka berniat untuk melarikan diri, maka sudah dilakukan sejak dulu. Namun tersangka masih memikirkan anak-anaknya, karena istri dari tersangka sudah meninggal dunia dan tersangka sudah menjadi ibu dan ayah bagi anak-anaknya.

Terhadap kasus tersebut, apakah cukup bukti atau tidak, Yohanis mengaku pihaknya tetap kooperatif dan menghargai proses hukum tersebut, sehingga pihaknya mendatangi penyidik untuk mengikuti proses pemeriksaan.

“Kita tetap koperatif dalam mengikuti tahapan proses hukum yang sedang berjalan,” tutup advokat yang akrab disapa Jhon Rihi itu.(JPG/mg29/joo)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Berebut Beri Nama Anak, Melya Dihajar Suami


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler