jpnn.com, JAKARTA - Putusan Mahkamah Agung (MA) menyatakan Baiq Nuril harus menjalani masa hukuman enam bulan dan denda Rp 500 juta. Padahal dia merupakan korban pelecehan seksual oleh atasannya.
Komisioner Komnas Perempuan Sri Nuherwati menyatakan banyak kejanggalan dari putusan MA tersebut. Komnas Perempuan yang telah mendampingi Nuril sejak persidangan di Mataram yakin bahwa Nuril hanya korban yang berusaha melindungi diri. ”Saya sempat menjadi saksi ahli. Saat itu sempat duduk bersampingan dengan Nuril,” ungkap Nurherwati.
BACA JUGA: Baiq Nuril Divonis Bersalah, Begini Tanggapan Fahira Idris
Dia sempat mendapatkan cerita bahwa langkah untuk merekam pembicaraan dengan Muslim, atasan Nuril, merupakan wujud pembelaan. Nuril sempat dituduh memiliki hubungan dengan Muslim. ”Hanya ingin menyatakan bahwa Nuril tidak menggoda Muslim,” ucapnya, Rabu (14/11).
Apa yang dilakukan Nuril untuk merekam dinilai tepat oleh Nurherwati. Pasalnya untuk membawa kasus tersebut ke pihak berwajib, rekaman adalah alat bukti.
BACA JUGA: Berita Terbaru terkait Putusan MA Kasus OSO
Pelecehan seksual menurutnya tindakan kriminal yang tidak bisa dibuktikan dengan visum maupun menghadirkan saksi. ”Dia tidak sakit secara fisik. Pelecehan biasanya dilakukan di tempat tertutup,” ujarnya.
Namun dengan hadirnya Undan-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), membuat Nuril terjerat. Bahkan risiko serupa pun menurut Nurherwati juga menghantui perempuan lain yang akan berbicara ketika dilecehkan.
BACA JUGA: Curiga Ada Muatan Politis di Balik Putusan MA Kasus OSO
”Sebelumnya dikatakan “direkam kalau ada pelecehan”. Peraturan di Indonesia memang tidak berpihak pada korban,” ujarnya saat ditemui di kantornya.
Kejanggalan lainnya menurut Nurherwati bisa dilihat adanya dua fakta hukum berbeda. Pertama niat Nuril untuk merekam bukan untuk menunjukkan bahwa dirinya tidak menggoda Muslim. Namun hakim di MA malah memutus kasus Nuril dengan fakta dia mentransmisi rekaman tersebut.
”Seharusnya kalau dengan fakta itu, teman yang memberikan rekaman ke kepala dinas yang juga harus diseret. Namun Muslim mungkin sudah dendam dengan Nuril,” ungkapnya.
Dia menegaskan bahwa negara tak hadir dalam kasus Nuril. Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) yang masih menjadi polemik di DPR menjadi salah satu contohnya. ”Dalam UU ITE tidak dijelaskan pasti bagaimana posisi korban. Yang dilihat hanya berdasar norma,” tuturnya.
Jika RUU PKS tersebut disahkan, harapannya posisi korban dan bagaimana penanganan korban bisa jelas dilakukan.
Asdep Perlindungan Hak Perempuan dalam Situasi Darurat dan Kondisi Khusus Kementrian PPPA Nyimas Aliah juga megaku prihatin dengan kasus Nuril. Pihaknya telah berkoordinasi dengan daerah untuk penanganan kasus Nuril. ”Jika propinsi sudah tidak mampu, pasti kami bantu,” tuturnya.
Dia pun mengimbau agar RUU PKS tak mendapat polemik yang lebih panjang. Sebab dalam RUU tersebut tertuliskan bagaimana kompensasi yang diberikan kepada korban yang hak-haknya telah direnggut.
”Dalam drafnya, RUU tersebut dijelaskan kalau pelaku yang harus ganti rugi. Kalau pelaku tidak mampu maka negara yang akan mengganti,” ujarnya. (syn/lyn/jun/tau)
Kronologi kasus Baiq Nuril
2012
Nuril ditelpon oleh M yang waktu itu masih menjadi atasannya. Telepon tersebut mengandung unsur pelecehan seksual karena membicarakan alat kelamin dan hubungan intim. Kejadian tak hanya sekali. Sampai akhirnya Nuril merekam percakapan mereka sebagai langkah melindungi diri.
Nuril bercerita kepada rekannya tentang kejadian yang dialami. Rekan Nuril kemudian meminta rekaman telepon sebagai alat bukti untuk dilaporkan ke Dinas Pendidikan Kota Mataram.
2017
M dimutasi ke Dinas Pendidikan Kota Mataram.
Nuril dilaporkan ke polisi dan sempat ditahan pada 24 Maret.
Nuril diseret ke meja hijau dan Pengadilan Negeri (PN) Mataram menyatakan bebas pada 26 Juli.
M mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
2018
Jumat (9/11) Mahkamah Agung mengirimkan petikan putusan ke PN Mataram untuk membatalkan putusan PN Mataram nomor 265/Pid.Sus/2017/PN.Mtr tanggal 26 Juli 2017.
Sumber: Disarikan dari berbagai sumber
BACA ARTIKEL LAINNYA... Menanggapi Putusan MA, Fahri Hamzah Minta PKPU Diubah
Redaktur & Reporter : Soetomo