Baru 32 persen penduduk Jepang yang sudah mendapatkan vaksinasi saat ini.

Para dokter di Tokyo kemudian mencoba tes rapid sebagai uji coba apakah cara ini bisa menekan penularan.

BACA JUGA: Membedah Peraturan J League Partner Nations

Tokyo, tuan rumah Olimpiade tahun ini, masih dalam keadaan darurat karena varian Delta telah membuat angka penularan COVID menjadi lebih tinggi dari sebelumnya.

Banyak warga tampaknya tidak lagi mengindahkan imbauan Pemerintah agar mereka tidak banyak bepergian ke luar rumah.

BACA JUGA: Ekonomi Diguncang Covid-19, Wamendes Sebut Masyarakat Desa Lebih Kuat Ketimbang Kota

Tempat hiburan malam, pantai dan kereta tetap penuh dengan warga. Ribuan restoran tetap buka, tidak memperhatikan anjuran pemerintah agar ditutup lebih cepat dan tidak menyajikan alkohol. 

Para pakar kesehatan di Tokyo merasa yakin jika tes rapid antigen akan bisa mengatasi COVID, sehingga kehidupan normal berjalan kembali.

BACA JUGA: Tim Basket Putri AS Merajai Olimpiade Usai Pukul Tuan Rumah

Tes antigen diharapkan jadi solusi

Di hotel Rihga Royal di Tokyo, suasana di lobi terasa seperti laboratorium.

Staf hotel dilatih untuk melakukan tes antigen dengan melakukan tes 'swab' ke bagian hidung, yang menurut para dokter memiliki tingkat akurasi 85 persen untuk melacak virus.

Memang belum 100 persen akurat, tapi tes antigen kali ini sudah jauh lebih baik dari model sebelumnya, yang banyak dilakukan warga saat melakukan tes COVID sendiri.

Sebuah penelitian menunjukkan tes sendiri yang dilakukan di sejumlah negara, termasuk Inggris, hanya menemukan 50 persen kasus positif.

Itulah mengapa di pelatihan menjadi sangat penting di hotel ini.

Tes PCR sejauh ini masih merupakan tes yang paling akurat untuk mendeteksi adanya virus COVID.

Namun, dr Iwao Kurose yang melakukan uji coba tes, mengatakan tes antigen ini "ekonomis dan mudah dilakukan dengan cepat".

"Tes PCR kadang mendeteksi sisa virus dan mungkin menunjukkan reaksi positif, meski kadang orang tersebut tidak lagi bisa menulari orang lain," katanya.

ine]

"Di sisi lain, tes antigen ini lebih kurang sensitif dibandingkan tes PCR, 5 sampai 10 persen, lebih rendah namun bisa mendeteksi orang yang memiliki virus yang aktif.

"Tes ini memiliki tingkat efektivitas yang sama dengan PCR untuk menemukan orang yang mungkin berpotensi menulari orang lain."

Tes usap yang dilakukan tidak harus masuk terlalu ke dalam hidung, seperti saat tes PCR, sehingga bagi banyak orang akan terasa lebih nyaman.

Berbagai kota lain di dunia sudah menggunakan tes antigen sebagai salah satu cara mengatasi pandemi.

Restoran, bar dan gym di kota-kota seperti Berlin dan New York sering meminta pengunjungnya untuk menjalani tes antigen sebelum diizinkan masuk. Tes bisa membebaskan Jepang

Warga usia muda di Jepang paling banyak tertular dalam gelombang kelima COVID.

Sebagian dari  mereka belum mendapat jatah untuk divaksinasi, sebagian lainnya masih memiliki keraguan.

Beberapa pemerintahan lokal sudah menutup sementara pendaftaran vaksinasi, karena persediaan vaksin mulai berkurang.

Dengan tingkat kesabaran warga yang menurun, para dokter berharap bisa mengeluarkan "Kartu Bebas Corona Tokyo", sehingga memungkinkan mereka yang belum mendapatkan vaksinasi bisa tetap keluar rumah.

"Sangat disayangkan program vaksinasi belum selesai. Bahkan walaupun kami memiliki persediaan vaksin yang cukup, akan ada sejumlah orang yang tidak bisa divaksinasi, karena kondisi kesehatan mereka, atau mereka yang memang tidak mau," kata Dr Kurose.

"Pemerintah ingin mereka yang sudah divaksinasi memulai kembali kegiatan sosial ekonomi, namun khawatir juga ini bisa menyebabkan diskriminasi terhadap mereka yang belum divaksinasi."

Menurutnya tes antigen lebih mungkin diterima di masyarakat dibandingkan paspor vaksin.

"Kami muncul dengan ide ini, bahwa mereka yang belum divaksinasi bisa melakukan tes antigen dan menjadikannya sebagai bukti negatif, sehingga mereka bisa juga berpartisipasi dalam kegiatan sosial ekonomi," katanya. Mengapa Jepang tidak akan melakukan 'lockdown'?

Kuatnya perlindungan hak asasi manusia di Jepang membuat Pemerintah Jepang tidak bisa menerapkan kebijakan 'lockdown' seperti yang dilakukan di beberapa negara, termasuk Australia.

Penerapan keadaan darurat di Jepang hanyalah bersifat seruan agar warga tinggal di rumah.

Sepanjang pandemi Jepang selalu berusaha menyeimbangkan kebutuhan ekonomi dengan kesehatan publik.

Selama keadaan darurat, warga Jepang boleh tetap makan di restoran dan bekerja, meski Pemerintah terus mendesak warga untuk tidak melakukannya.

Uji coba tes antigen di Rihga Royal Hotel di Tokyo akan memungkinkan tamu datang ke acara-acara besar, seperti pesta pernikahan.

Shinya Arita, pekerja restoran di hotel tersebut, sudah mencoba tes baru ini.

Ia mengatakan dirinya lega karena hasil tesnya negatif.

"Bila kita menggunakan metode testing saat banyak orang harus berkumpul, saya kira orang yang datang tidak keberatan untuk berpartisipasi," katanya.

"Saya kira staf tidak akan khawatir lagi melayani tamu, jika mereka juga sudah dites."

Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari ABC News 

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pandemi Covid-19, Lion Air Memulangkan 6 Pesawat ke Alice Spring, Australia

Berita Terkait