Tetty Moedjiati, Nenek yang Dulu Hidup Berkecukupan tapi Kini Tinggal di Pos Ronda

Makan dari Belas Kasihan, Minum Ambil Air Masjid

Senin, 23 Maret 2015 – 01:29 WIB
NELANGSA: Tetty Moedjiati, 79, terpaksa hidup sebatang kara di pos ronda karena ditinggal anak-anaknya. Foto: Adidaya Perdana/Radar Jogja/JPNN

jpnn.com - Di usianya yang sudah tua, seorang ibu hanya butuh hidup tenang bersama keluarganya. Tidak demikian dengan Tetty Moedjiati. Pada usianya yang menginjak 78 tahun, ia harus hidup sebatang kara. Kini, ia hanya tinggal di pos ronda tanpa penutup berukuran 3×3 meter.

ADIDAYA PERDANA, Magelang

BACA JUGA: Mengunjungi Darren Baum, Pembuat Sepeda Paling Kondang di Australia

NAMA panggilan perempuan renta itu adalah Tetty. Ia berjalan pelan dari salah satu masjid di perumahan Griya Rejo Indah, Desa Japunan, Mertoyudan, Kabupaten Magelang.

Dengan menenteng plastik hitam berisi dua botol air mineral, ia baru mengambil air untuk kebutuhannya selama tinggal di pos ronda di perumahan tersebut. Nenek berkulit gelap dan beruban ini sudah tiga bulan tinggal di pos ronda itu karena empat anaknya tidak mau tahu terhadap kondisi perempuan yang lebih sering dipanggil dengan sebutan Mbah Tetty itu.

BACA JUGA: Timnas Terlemah Di Dunia Ini Rayakan Kemenangan di KFC

Kejadiannya bermula saat Tetty mengontrak di salah satu rumah di Jalan Elang 348. Di perumahan itu, ia tinggal bersama anaknya nomor dua, Heru Sutiyono. Karena tidak punya biaya, suatu hari mereka diusir oleh yang punya kontrakan.

Heru lantas minta izin ke Tetty untuk pergi mencari pekerjaan. Namun ,pada akhirnya hilang tanpa ada kabar. ”Setelah itu saya diantar ke rumah anak bungsu saya di Karanggading (Kota Magelang). Tetapi saya tidak betah. Saya disia-sia, saya dipukuli,” ungkap Tetty.

BACA JUGA: Pemain Korsel yang Merana Gajinya Rp 700 Juta tak Kunjung Dibayarkan

Ia adalah ibu dari tiga anak perempuan dan satu laki-laki. Tiga anak perempuannya sudah mandiri dan tinggal tersebar. Ada yang di Kalimantan, Kabupaten Rembang, dan Kota Magelang. Sementara sang suami, sudah meninggal sejak belasan tahun lalu.

”Lalu saya kembali ke sini (perumahan), berharap bisa bertemu anak laki-laki saya Heru. Saya cuma cocok dengan dia,” ungkapnya pelan.

Di ruangan pos ronda itu kondisinya memprihatinkan. Bangunannya  tanpa pintu, tanpa jendela, dan beratap seng yang sudah keropos. Tetty mengaku di kala siang di tempat itu terasa panas. Sementara jika malam hari, ia harus merasakan hawa yang sangat dingin.

Belum lagi di kala hujan, penderitaan tety bertambah. ”Atapnya bocor-bocor. Kalau hujan, saya hanya bisa duduk di sini. Tidak bisa ke mana-mana,” imbuhnya.

Untuk tidur pun ia beralaskan tripleks yang dilapisi kardus. Bantalnya, berupa gulungan-gulungan koran bekas. Ia enggan menggelar gulungan kasur yang dibawanya dari rumahnya dulu karena khawatir  kotor. Gulungan kasur kapuk itu hanya dipakai melindungi tubuhnya dari terpaan angin saat malam hari.

Di dalam ruangan pos kamling, ada empat bungkusan plastik kresek. Isinya piring, gelas, botol untuk ambil air dari masjid, serta beberapa pakaian.
Sementara untuk mandi dan buang air besar, ia biasanya pergi ke toilet masjid tidak jauh dari pos ronda yang kini ditinggalinya. Beruntung warga sekitar cukup baik kepadanya. Sesekali ada yang berbelas kasihan dan memberi makanan, minuman ataupun uang sekadarnya.

”Saya makan seadanya, kalau dikasih tetangga. Kadang ada juga yang ngasih uang Rp 2.000. Tetapi kalau tidak ada yang ngasih, saya enggak makan,” tuturnya. Jumat (20/3) lalu ia tak makan karena memang tak ada orang yang memberinya uang ataupun makanan.

Sembari sesekali meneteskan air mata, nenek bertubuh kurus itu mengenag hidupnya dulu yang sangat kecukupan. Ia pernah menjadi agen teh merek terkenal dan memiliki dua buah kios kelontong di sekitar Kota Magelang.

Namun, keadaan berbalik setelah musibah kebakaran melanda kios miliknya. Ia bangkrut dan menjual rumahnya. Nahas, uang hasil menjual rumah amblas ditipu seseorang. Kemudian, ia tinggal bersama  Heru di perumahan itu.

Keduanya mengontrak rumah di perumahan itu hingga akhirnya tidak mampu membayar biaya kontrakan. ”Saya hanya pengin ketemu dengan Heru,” katanya berharap.

Sementara Ketua RT 10 Perumahan Griya Rejo Indah, AJ. Soetono, menjelaskan, Mbah Tetty tinggal di pos ronda sejak Januari 2015. Menurut Soetono, Mbah Tetty memang pernah tinggal di perumahan itu beberapa tahun lalu. Setelah diusir pemilik kontrakan, ia tiba-tiba kembali lagi. Warga perumahan pernah beberapa kali menghubungi salah satu anaknya yang tinggal di Karanggading, Kota Magelang. Katanya, mereka berjanji menjemput.

Hingga kini, Tetty juga tak kunjung dijemput anak kandungnya. ”Dia sudah sepuh, kami khawatir dia sakit karena musim hujan begini,” kata Soetono.

Sebagai RT, Soetono pernah mengadukan keberadaan Tetty ke Kepolisian Sektor Mertoyudan hingga Dinas Tenaga Kerja, Sosial dan Trans-migrasi (Disnakesostrans) Kabupaten Magelang. Tetapi belum ada kejelasan hingga saat ini.  

”Petugas sudah survei ke sini. Tetapi belum ada tindakan apapun. Kami berharap ada perhatian dari pemerintah,” katanya berharap.(*/hes/jko/ong/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kisah Para Pemburu Batu Giok, Temukan Jenis Topas Laku Rp 300 Juta per Kilo


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler