jpnn.com - KISAH pelaut Portugis memimpin armada Spanyol mencari Kepulauan Rempah, negeri yang hari ini bernama Indonesia.
Disarankan membaca kisah ini sembari mendengar lagu Ballad of Magellan atau The Ferdinand Magellan Song. Ada kok di kanal youtube…
BACA JUGA: Pulau Terindah di Dunia ini Ditemukan Saat...
Wenri Wanhar - Jawa Pos National Network
Begitu mengetahui kisah pelayaran John Cabot, Ferdinand Magellan langsung berkemas.
BACA JUGA: Nih Yang Mau Tahu Riuh Rendah Sejarah Hari Pers
Baca: Kisah Petualangan John Cabot
Telah lama dia yakin, ada rute yang lebih cepat menuju Kepulauan Rempah daripada perjalanan panjang mengitari Tanjung Harapan, Afrika.
BACA JUGA: Kemenpar Gelar Talk Show Jalur Rempah di HPN 2017
Rencana sudah dimatangkan. Namun, Magellan sudah menebak, petualangannya mencari Kepulauan Rempah tak akan disokong negaranya sendiri, Portugis.
Sebab, dia baru saja dipecat Raja Manuel atas tuduhan pengkhianatan sepulang dari operasi militer di Maroko.
Sang navigator ulung ini pun pergi ke Spanyol. Saat itu almanak bertarekh 1518.
Diceritakannya kepada Raja Charles V bahwa dirinya sudah memecahkan teka-teki "peta harta karun" menuju Kepulauan Rempah.
Dikisahkannya pula, bahwa John Cabot telah tepat berlayar ke arah Barat menyeberangi Atlantik.
Hanya saja, Magellan berargumen, satu-satunya alasan Columbus dan Cabot gagal menemukan Kepulauan Rempah adalah karena mereka tidak menemukan jalan melalui Benua Amerika.
"Raja segera menyadari bahwa Magellan menawarinya peluang terbaik untuk menantang posisi Portugis yang tak terkalahkan," tulis Giles Milton dalam Nathaniel's Nutmeg, buku yang telah diterjamahkan ke bahasa Indonesia dengan judul Pulau Run--Magnet Rempah-rempah Nusantara yang Ditukar dengan Manhattan.
***
Dinakhodai seorang kapten Portugis, sebuah armada Spanyol berlayar ke arah Selatan.
Turut serta dalam pelayaran bersejarah Spanyol yang pertama itu Antonio Pigafetta, seorang ilmuwan yang dengan cekatan menulis apa-apa yang terjadi setiap hari.
Kisah berikut ini disarikan dari hasil penelitian Giles Milton yang menyadur catatan Pigafetta...
Mulanya, semua berjalan sesuai rencana. Mereka singgah di Kepulauan Kenari untuk mengisi kembali perbekalan makanan segar.
Kemudian melintasi garis khatulistiwa, dan tiba di garis pantai Amerika tiga bulan kemudian.
Di sini, merujuk catatan itu, kebencian membara antara awak kapal berbangsa Spanyol dan kapten mereka yang Portugis meledak menjadi sebuah pemberontakan.
Para pembuat onar dihukum di sebuah tiang gantungan yang dibangun buru-buru. Pada saat itu juga, pemberontakan padam.
Dinakhodai Magellan, mereka terus berlayar. Setahun kemudian, armada tersebut "terdorong melewati selat-selat yang kini dinamai sesuai namanya (Selat Magellan--red)," tulis Milton.
Lepas dari selat tersebut, mereka memasuki perairan hangat Pasifik.
Karena itu, demikian catatan harian Pigafetta, Magellan begitu gembira. “Sehingga air mata bahagia menetes dari kedua matanya.”
"Magellan benar selama ini: Kini tinggal mengikuti angin beraroma rempah sepanjang pelayaran ke Hindia Timur," ungkap Milton.
Ya, negeri yang hari ini bernama Indonesia, dulu disebut Hindia Timur. Inggris menyebut East India, Belanda bilang Oost Indie.
Makanya, ketika memonopoli perdagangan rempah di negeri ini, Belanda membangun kongsi dagang Verenidge Oost Indische Compagnie (VOC), dan Inggris punya East India Company (EIC).
"Sayangnya," lanjut Milton, "Magellan, seperti para penjelajah pada masanya, tidak tahu betapa jauhnya jarak yang ada dan setelah lebih dari tiga bulan di laut tanpa memandang daratan, anak buahnya mulai kelaparan."
Persediaan makanan ludes. Mau tak mau mereka memakan bubuk tepung yang sudah penuh cacing dan bau.
Setelah tepung yang penuh cacing habis, catat Pigafetta, mereka memakan potongan-potongan kulit yang dilipat di tali-tali tambang kapal-kapal tersebut.
Kulit-kulit itu sangat keras. "Untuk mengempukkannya," kenang Pigafetta, "kulit-kulit itu digantung dengan seutas tali ke dalam laut selama empat hingga lima hari.”
Mereka kelaparan. Korban nyawa pun mulai berjatuhan. Pun demikian, armada Spanyol tersebut tiba juga di Filipina.
Ini sebuah capaian menggemparkan pada Abad Pertengahan. Ternyata, memang ada jalur potong ke Kepulauan Rempah.
"Mereka menyadari sudah mendekati tujuan," tulis Milton. "Namun, Magellan ditakdirkan untuk tidak melihat Kepulauan Rempah karena ia membuat kesalahan dengan melibatkan diri dalam perebutan kekuasaan setempat dan, dalam peperangan itu, dikalahkan dan terbunuh."
Magellan dibunuh oleh Lapu-Lapu di pantai Cebu, Filipina pada 27 April 1521.
Di lokasi itu, pada 1886 pemerintahan Spanyol semasa Isabella II membangun monumen untuk mengagungkan Magellan sebagai pemimpin besar ekspansi Spanyol.
Dan di tempat yang sama, Perhimpunan Historis Filipina, pada 1951 membangun monumen mengagungkan Lapu Lapu sebagai seorang pahlawan yang menentang agresi Barat.
Jadi, kini di sana ada dua monumen.
Dalam catatannya, Pigafetta menulis, “telah gugur pemandu, cahaya, dan pendukung kami.”
Karena banyak awak kapal Spanyol yang gugur, diputuskan untuk meninggalkan satu kapal.
Kapal-kapal lainnya berlayar menuju Kepulauan Rempah. Awal November 1521, mereka memandang puncak gunung api Tidore yang tertutup pohon cengkih.
***
Pigafetta mencatat, sesampai di Kepulauan Rempah, ekspedisi itu menyisakan dua kapal; Trinidad dan Victoria.
Mereka mengapalkan dua puluh enam ton cengkih, satu kargo pala, berkarung-karung kayu manis dan bunga lawang.
Pada musim dingin 1521, armada Spanyol meninggalkan Kepulauan Rempah.
Trinidad yang lapuk, bocor dan sangat kelebihan muatan, tidak bisa berlayar jauh dari pelabuhan.
Dengan air mata perpisahan, para awak kapal Victoria yang dinakhodai Kapten Sebastian del Cano berlayar sendiri.
"Para awak kapal tersebut menghadapi perjalanan pulang mengerikan dan separuh lebih dari mereka meninggal karena disentri," tulis Milton.
Sembilan bulan setelah meninggalkan Kepulauan Rempah, Victoria akhirnya tiba di Sevilla.
Meski pun separuh awak kapalnya mati dan Magellan telah lama dikubur, sebagaimana digambarkan Milton, Raja Charles V sangat gembira.
Satu di antara tindakan pertamanya menghadiahi Sebastian del Cano sebuah lambang yang disainnya ada unsur tiga buah pala, dua batang kayu manis, dan dua belas cengkih.
Nah, apa kabar catatan harian Pigafetta yang mencatat ekspedisi bersejarah itu?
"Pada gilirannya (jurnal itu--red) tiba di tangan vikaris asal Inggris, Samuel Purchas, yang antologi esksplorasi monumentalnya berjudul Purchas His Pilgrimate," ungkap Milton.
Naskah itulah yang menginspirasi petualangan-petualangan para saudagar Inggris, dan disusul Belanda mencari Kepulauan Rempah di kemudian hari. (wow/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pramâ¦Datuk Punk!
Redaktur & Reporter : Wenri