jpnn.com - JAKARTA – Koalisi Pemantau Peradilan menilai kinerja jajaran kejaksaan di bawah Jaksa Agung Prasetyo dalam upaya pemberantasan korupsi dan reformasi birokrasi di internal kejaksaan jauh dari memuaskan.
Peneliti Indonesia Corruption Watch Lalola Ester yang tergabung dalam Koalisi Pemantau Peradilan mengatakan, penilaian ketidakpuasan ini didasari pada sejumlah indikator.
BACA JUGA: KPK Mulai Bergerak Usut Pertemuan Novanto-Freeport
Pertama, kata dia, tidak terpenuhinya pencapaian strategi nasional percepatan pemberantasan korupsi (Stranas PPK) yang tertuang dalam Instruksi Presiden nomor 7 tahun 2015 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi.
“Tidak ada perbaikan inovasi baru kejagung terutama Stranas PPK," kata Lola dalam jumpa pers bertajuk "Catatan Kinerja Kejaksaan Paska Satu Tahun M Prasetyo", di Jakarta, Rabu (18/11).
BACA JUGA: Pak Jokowi, Ganti Jaksa Agung! Ini Calon Pengganti Prasetyo
Kedua, lanjut Lalola, tunggakan eksekusi aset Yayasan Supersemar dan Piutang Uang Pengganti Hasil Korupsi.
Dia mengatakan, awal Oktober 2015 sudah ada putusan soal Yayasan Supersemar. Namun, sampai saat ini belum ada informasi terbaru terkait proses eksekusi aset tersebut. “Ada Rp4,4 triliun uang negara yang belum tertagih," katanya.
BACA JUGA: Anak Buah Mega Desak KPK Periksa Jaksa Agung
Dia pun menambahkan, untuk perkara korupsi masih ada Rp 13 triliun piutang kejaksaan yang tidak tertagih.
Ketiga, ia melanjutkan, kerja jajaran Satgassus Kejaksaan tidak maksimal dalam penanganan perkara korupsi. Di awal pembentukannya, Satgassus diliputi harapan besar sebagai tandem KPK dalam penyelesaian perkara korupsi. "Tapi sampai saat ini kita bertanya apa yang sudah dihasilkan?" katanya.
Menurut dia, bukan berarti tidak ada yang dihasilkan Satgassu. Tapi, yang dihasilkan sejauh ini sebenarnya hanya level yang bisa dilakukan di tingkat Kejari dan Kejati.
“Hanya menyasar kepala daerah tingkat gubernur. Tidak sesuai apa yang digadang-gadang awalnya," ungkapnya.
Keempat, lanjut Lalola, reformasi kejaksaan belum berjalan. Salah satu mandat Inpres 7 tahun 2015, dan Program Nawa Cita untuk dilaksanakan adalah melakukan lelang jabatan strategis pada lembaga penegak hukum dan pembentukan regulasi tentang penataan aparat penegak hukum.
"Namun, hingga kini pengisian jabatan-jabatan strategis di tubuh kejaksaan belum dilakukan proses lelang," timpalnya.
Kelima, kata dia, penarikan Jaksa Yudi Kristiana dari KPK secara tiba-tiba. Padahal Yudi tengah menangani perkara mantan Sekjen Partai Nasdem Patrice Rio Capella. Menurut dia, penarikan ini justru memperkuat dugaan keterlibatan Jaksa Agung dalam perkara tersebut, terutama masa tugas Yudi Kristiana baru berakhir pada 2019.
Menurutnya, hal ini tidak bisa dianggap sebagai hal biasa. “Kita patut bertanya kenapa timingnya sekarang? Apakah ini melemahkan KPK secara sistematis. Sejauh apa sebenarnya keterlibatan Jaksa Agung dalam posisinya," pungkasnya.(boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Rieke Minta KPK Operasi Tangkap Tangan
Redaktur : Tim Redaksi