jpnn.com, MAKASSAR - Ratusan siswa Madrasah Ibtidaiyah (MI) Radhiatul Adawiyah, Makassar, Sulsel, belajar dengan fasilitas seadanya. Tak ada bangku, apalagi fasilitas laboratorium. Gedung sekolah masih setengah jadi.
Siswa rela belajar dengan kondisi duduk di lantai atau berlesehan. Alasannya, karena sekolah ini gratis. Kalaupun ada siswa yang membayar, itu karena keikhlasannya.
BACA JUGA: Komarudin Watubun Prihatin Dana BOS di Tual Belum Cair
Meski berdiri dua lantai, namun siswa tak belajar dalam kelas lantaran bangunannya tak kunjung rampung. Ada yang belajar di lantai kolong tangga, ada pula yang di emperan.
Murid kelas I hingga kelas VI semua belajar tanpa menggunakan bangku. Para murid pun terpaksa tak menggunakan sepatu saat belajar.
BACA JUGA: Dana BOS Diubah jadi Belanja Langsung Bikin Repot Sekolah
Kondisi ini sudah terjadi sejak sekolah swasta tersebut berdiri 2009 lalu. Pemilik Yayasan, Alwi, mengaku hanya bertumpu pada dana BOS dari Kemenag.
Nilainya tak seberapa, tak sampai ratusan juta per tahun. Saat ini ada lebih dari 200 murid yang bersekolah di sana.
BACA JUGA: Kemendikbud Usulkan Kenaikan Dana BOS
Alwi pun ogah memungut biaya lantaran muridnya dominan dari keluarga tak mampu. "Bantuan dari pemerintah juga minim. Terakhir kita dapat bantuan 2014 lalu. Hanya renovasi kecil saja saat sekolah kami kena puting beliung," ungkap pria berusia 51 tahun ini, Selasa (7/11).
Bantuan Kemenag saat itu, kata dia, berupa empat lembar atap seng, lima balok kayu sertab dua kilogram paku.
Makanya untuk saat ini ketika ada dana, dia hanya fokus untuk melakukan perbaikan bangunan. Sekaligus menggaji guru-guru yang pendapatannya juga tak tetap.
Alwi juga mengaku kerap memberi seragam gratis kepada semua murid. Pasalnya banyak muridnya yang tergolong anak kurang mampu dan tak bisa beli seragam.
"Kalau saya lihat ada yang bajunya lusuh, pasti saya kasi baju baru. Bukan cuma Madrasah Ibtidaiyah saja, bahkan sampai siswa Madrasah Aliyah di yayasan saya juga diberi seragam," tambahnya, seperti dilaporkan FAJAR (Jawa Pos Group).
Kepala Madrasah Ibtidaiyah, Hadriani, mengaku terpaksa melakukan proses belajar mengajar seperti ini. Melantai dan kondisi bangunan yang rusak parah.
Apalagi, kata dia, di lantai dua, ada tiga kelas yang kondisi ruangannya sangat tak layak. Tak ada plafon serta kursi belajar untuk para murid. "Bahkan untuk peralatan belajar seperti penghapus harus berbagi dengan kelas lain," tambahnya.
Salah seorang murid di sekolah ini, Sudirman, mengaku rela belajar dengan kondisi seperti ini. Pasalnya, di sekitar rumahnya hanya sekolah ini yang siswanya tidak diwajibkan membayar. (ful/kas)
BACA ARTIKEL LAINNYA... SMA/SMK Dialihkan ke Pemprov, Jatah BOS Menyusut
Redaktur & Reporter : Soetomo