Menurut Mahkamah, gugatan pemohon mengenai pengujian anggaran pembangunan gedung baru DPR, studi banding, dan pembelian pesawat kepresidenan dalam UU APBN 2011 tidak tepat dan tidak beralasan menurut hukum"Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata ketua majelis hakim, Mahfud MD saat membacakan amar putusan di Gedung MK, Jakarta Rabu (28/12).
Mahkamah berpendapat, terdapat perbedaan antara UU Nomor 36 Tahun 2009 mengenai persentase anggaran kesehatan minimal sebesar 5 persen dari APBN di luar gaji dengan UU APBN 2011 yang untuk anggaran kesehatan tidak mencapai 5 persen dari APBN 2011
BACA JUGA: Soal Dana PPID, Banggar DPR Abaikan Surat Muhaimin
MK menilai, perbedaan antara UU APBN 2011 dan UU Nomor 36 Tahun 2009 memang dapat diartikan bahwa Presiden dan DPR tidak memenuhi kewajiban mereka berdasarkan Undang-Undang yang mereka bentuk sendiri."Akan tetapi hal demikian tidaklah serta merta bertentangan dengan UUD 1945
Selain itu, para penggugat mendalilkan bahwa UU APBN 2011 sebagai pelaksanaan Pasal 23 ayat (1) UUD 1945 tentang anggaran pembangunan gedung baru DPR
BACA JUGA: Dari 1.658 Laporan Hakim Nakal, Hanya 351 yang Ditindaklanjuti
Menurut Mahkamah, antara pembangunan gedung baru DPR dan hak asasi amnusia (HAM) yang diatur di dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 tidak memiliki keterkaitan.Mahkamah juga berpendapat bahwa pengalokasian anggaran studi banding dan pembelian pesawat terbang kepresidenan dalam APBN, justru merupakan pelaksanaan pengelolaan keuangan negara secara terbuka dan bertanggung jawab sesuai dengan Pasal 23 ayat (1)
Meski MK menolak pengujian UU APBN-P 2011, Hakim Konstitusi Achmad Sodiki memiliki pendapat berbeda (dissenting opinion) terhadap putusan perkara ini
BACA JUGA: KPDT Fokus Intervensi Langsung ke Daerah Tertinggal
Ia menilai, minimnya anggaran kesehatan dalam APBN 2011 bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28H ayat (1) UUD 1945, karena setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta berhak memperoleh layanan kesehatan.Lebih lanjut Achmad mengatakan, UU APBN-P 2011 yang hanya mengalokasikan Total Belanja Kesehatan (1,94%) menyimpang dari Pasal 171 ayat (1) UU No.36 Tahun 2009 tentang KesehatanAkibatnya, hal itu menimbulkan ketidakpastian hukum, tidak menjamin prediktabilitas, dan kalkulabilitas hukum"Seharusnya permohonan para Pemohon dikabulkan oleh Mahkamah UU APBN-P 2011 bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945," ucapnya.
Diketahui, Pengujian UU APBN-P 2011 ini diajukan oleh Koalisi LSM untuk APBN Kesejahteraan, antara lain Indonesia Human Rights Committee for Social Justice (IHCS), Prakarsa Masyarakat Untuk Negara Kesejahteraan dan Pembangunan Alternatif (PRAKARSA), Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M), Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil (ASPPUK), Trade Union Rights Centre (TuRC), Ridaya La Ode Ngkowe, dan Dani Setiawan.
Dalam dalil permohonannya, para Pemohon menyatakan minimnya anggaran kesehatan yang hanya dialokasikan sebesar Rp24,98 triliyun (hanya sekitar 1,94% dari APBN 2011)Padahal, Pasal 171 ayat (1) UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan telah mewajibkan alokasi lima persen untuk anggaran kesehatan dalam APBN.
Selain itu, APBN-P 2011 justru lebih banyak digunakan untuk hal-hal tak jelas pertanggungjawabannya demi memenuhi kepentingan pemerintah dan DPRSebut saja,rencana untuk pembelian pesawat kepresidenan, pembangunan gedung baru DPR RI, dan studi banding anggota DPR. (kyd/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Polri: Irwasum Periksa Dua Perwira Lapangan
Redaktur : Tim Redaksi