jpnn.com, JAKARTA - Wakil Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia Girindra Sandino menilai, usulan ambang batas bagi partai politik untuk dapat mengusung pasangan calon presiden (presidential threshold) 20 persen, tidak punya basis konstitusi yang jelas.
"Karena ketika parpol ditetapkan sebagai peserta pemilu, mempunyai kedudukan yang sederajat dengan parpol-parpol lainnya. Mereka tidak boleh didiskriminasi, termasuk atas dasar perolehan suara pemilu sebelumnya," ujar Girindra di Jakarta, Jumat (26/5).
BACA JUGA: Seluruh Parpol Wajib Ikut Usung Capres, jika Tidak...
Girindra juga menilai, sangat tidak adil jika dasar perolehan suara pemilu sebelumnya dijadikan syarat untuk mengajukan pasangan calon presiden. Alasannya, dinamika politik lima tahun lalu pasti akan berbeda dengan saat ini.
"Pasti pilihan-pilihan pemilih berubah dan itu tentu saja merubah perolehan suara. Alasan lain, berdasarkan konstitusi yang ada, bahwa presiden dan DPR sama-sama dipilih langsung oleh rakyat. Lalu bagaimana mungkin threshold ditentukan oleh (akumulasi perolehan suara partai) di DPR," ucap Girindra.
BACA JUGA: Luhut Ajak Kader Golkar Percaya Diri Menyosialisasikan Jokowi
Girindra menilai, jika dalam pilpres nanti dikhawatirkan presidential theshold nol persen bakal membuat banyak muncul paslon presiden, hal tersebut juga bukan masalah. Karena akan tereliminasi dalam putaran kedua.
"Saya kira pembatasan paslon dalam putaran kedua jauh lebih memiliki basis konstitusi mengingat peringkat pertama dan kedua paslon ditentukan oleh rakyat dalam putaran pertama," pungkas Girindra.(gir/jpnn)
BACA JUGA: Voting RUU Pemilu Harus Dilakukan Terbuka
BACA ARTIKEL LAINNYA... Menaikkan Presidential Threshold Bukan Solusi
Redaktur & Reporter : Ken Girsang