Wally Byrne tidak lulus dengan semua ujiannya saat ia berada di Kelas 10. Ia meninggalkan sekolahnya dan sempat magang menjadi tukang kayu.

Tapi 14 tahun kemudian, dia belajar sendiri matematika dan kimia dengan harapan bisa masuk universitas agar bisa jadi dokter.

BACA JUGA: Mengenal Smoko, Istilah Khas Australia yang Artinya Kini Sudah Berubah

"Masa-masa di universitas adalah masa paling menyenangkan dalam hidup saya," kata Wally, yang kini berusia 88 tahun.

"Membuka dunia baru bagi saya."

BACA JUGA: Dunia Hari Ini: Pengunjuk Rasa Menyerbu Sejumlah Gedung Pemerintahan Brasil

Baru-baru ini, kota Esperance di Australia Barat, tempat tinggal ia dan istrinya, Anne, memberikan penghargaan kepadanya atas dedikasi sebagai dokter selama puluhan tahun.

Perjalanan Wally menjadi dokter dimulai di tahun 1960, ketika sebagai tukang kayu muda mengunjungi salah satu negara di Pasifik Vanuatu untuk memperbaiki sekolah yang rusak diterjang badai topan.

BACA JUGA: Masih Banyak Warga Australia Simpan Uang dalam Bentuk Tunai, Adakah Manfaatnya?

Pada awalnya dia berencana tinggal enam bulan namun akhirnya malah menjadi dua tahun. 

Ia juga menjadi dekat dengan misionaris di bidang kesehatan, yang mendorongnya untuk mengubah kariernya.

Saat kembali ke Australia, Wally menghabiskan waktu setahun di sekolah kejuruan Sydney Technical College untuk menambah pengetahuan yang diperlukan sebagai syarat untuk masuk universitas, sebelum belajar kedokteran di University of New South Wales selama enam tahun.

"Saya terkejut kalau punya kepercayaan diri untuk melakukannya," kata Wally yang mulai kuliah di usia 30 tahun.

"Saya pikir apakah ini realistis? Belajar lagi di usia 30 tahun? Masuk universitas setelah gagal [tamat SMA]?

"Kalau dilihat kembali, rasanya sulit dipercaya."

Di masa-masa kuliah ini, Wally bertemu dengan Anne  yang ketika itu jadi perawat dan bidan, kemudian mereka menikah.

Setelah lulus kuliah, pasangan tersebut bersama kedua anaknya yang masih kecil kembali lagi ke Vanuatu. Kemudian mereka pindah ke Inggris di tahun 1977 untuk belajar spesialis kedokteran selama tiga tahun.

Tahun 1980, di usia 46 tahun, Wally memiliki empat orang anak, dan hidup dengan gaji "pas-pasan" untuk biaya hidup sehari-hari.

"Saat itu jadi waktu untuk betul-betul memikirkan masa depan," katanya.

"Kembali ke Australia dan mendapatkan pekerjaan yang memberi jaminan masa depan."

Keinginan awalnya adalah membuka praktik di daerah pedesaan sehingga dia bisa menggunakan seluruh ilmu yang sudah dipelajarinya.

Ikatan Dokter Australia menawarkan padanya tiga lokasi: Hay dan Broken Hill di New South Wales, atau Esperance di Australia Barat.

Setelah mengecek lokasinya, Wally memutuskan untuk mencoba dulu Esperance.

Kini, Wally dan keluarganya sudah tinggal di Esperance selama 42 tahun.

Wally mengatakan kota Esperance yang lebih dikenal dengan produk pertanian memungkinkan dia bekerja di tiga bidang yang dikuasainya, yakni anestesi, pembedahan dan kandungan.

"Dan tentu saja juga kegiatan lain sebagai dokter umum yang meliput segala penyakit yang harus ditangani," katanya.Membangun ikatan yang kuat

Wally memutuskan pensiun dari pekerjaannya tahun lalu di usia 88 tahun.

Baginya hal yang paling sulit adalah berpisah dengan para pasien yang pernah ditanganinya.

Termasuk ketika ia harus memindahkan catatan ribuan halaman yang ditulis sendiri olehnya untuk diserahkan kepada dokter baru.

Wally juga sudah membangun ikatan yang kuat dengan komunitas setempat, menangani empat generasi dari keluarga yang ada di sana selama 42 tahun bekerja.

"Merupakan sebuah kehormatan bisa praktik sebagai dokter pada dasarnya dari lahir sampai akhir hayat."

Setelah tetap bekerja selama masa pandemi, meski di tengah usianya yang juga rentan tertular COVID, serta dengan izin praktiknya harus diperbarui, Wally memutuskan pensiun bulan Agustus tahun lalu.

"Saya akan merasa kehilangan meninggalkan para pasien saya," katanya.

"Ini adalah keputusan yang sangat sulit yang harus saya buat."

"Tetapi apakah ada alternatif lain? Terus bekerja dan meninggal di kantor selagi bekerja?

"Rasanya akan tidak adil. Saya sih tidak khawatir, namun bagi keluarga dan kota ini akan berbeda bila itu terjadi."

Menurut istrinya, Anne, yang menjadi manajer tempat praktik suaminya, keputusan untuk pensiun disambut dengan banyaknya pesan dukungan dan ucapan terima kasih.

Kota Esperance juga mengelar upacara resmi dengan memberikan simbol kunci kota tersebut sebagai tanda penghargaan.

"Saya merasa hampir tidak percaya dengan apa yang sudah kami lakukan dan kami masih berada di sini," kata Anne.

"Dan kami masih hidup untuk bisa membaca pesan-pesan dari mereka semua."Saatnya untuk bersantai

Selama 40 tahun terakhir, Wally dan istrinya bangun pukul 4.30 pagi setiap harinya, dilanjutkan dengan makan pagi bersama.

Wally kemudian mengunjungi rumah sakit untuk menemui pasien pertamanya pukul 6 pagi, waktu yang pas bagi mereka yang bekerja.

Tempat praktiknya buka sampai sore di hari Kamis, dan lebih pagi di hari Sabtu dan setiap harinya Wally menerima sekitar 70 pasien.

Empat bulan setelah pensiun, Wally dan Anne masih menyesuaikan diri dengan irama kehidupan yang berbeda dari dahulunya.

Mereka sekarang menghabiskan waktu lebih banyak untuk bertemu keluarga besarnya yang tersebar di Australia dan di bagian dunia lainnya.

Mereka juga berusaha untuk tidur lebih lama.

"Sekarang saya bisa tidur sampai jam 7.30 atau jam delapan pagi."

Artikel ini dirangkum dan diproduksi oleh Sastra Wijaya dari laporan ABC News

BACA ARTIKEL LAINNYA... Petani Mangga di Queensland, Austalia Mendorong Anak-anak Muda Bekerja di Kebunnya

Berita Terkait