jpnn.com - JAKARTA - Pengamat politik dan konflik dari Universitas Esa Unggul, Jakarta, Prof Erman Anom menilai, alotnya penyelesaian tiga aturan sebagai turunan Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) lebih disebabkan adanya masalah kepentingan bisnis.
Erman Anom mengatakan, para pengusaha besar yang menanamkan modalnya di wilayah Aceh merasa terganggu bila Pemerintah Aceh diberi kewenangan yang besar dalam hal pengelolaan migas dan soal pertanahan.
BACA JUGA: Pembayaran Gaji ke-13 Sebelum Lebaran
"Orang-orang pemilik modal asal Jakarta itu banyak berinvestasi di sana. Misalnya saja, kawasan hutan banyak yang dikelola Prabowo, migas oleh Medco. Mereka-mereka itu yang belum yakin usahanya tetap aman jika tiga aturan itu disahkan," terang Erman Anom kepada JPNN di Jakarta, kemarin (23/6).
Seperti diketahui, tiga aturan yang saat ini masih terus dibahas pemerintah pusat yakni Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Kewenangan Pemerintah yang bersifat nasional di Aceh, RPP tentang Pengelolaan Bersama Minyak dan Gas Bumi, dan Rancangan Peraturan Presiden tentang pengalihan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Aceh dan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota menjadi perangkat Daerah Aceh dan Perangkat Daerah Kabupaten/Kota.
BACA JUGA: Pegawai Disdik Nunukan jadi Tersangka Kasus Pengadaan Buku
Erman Anom menjelaskan, dalam hal pengelolaan migas misalnya. Jika Pemerintah Aceh diberi kewenangan lebih, maka otomatis nantinya akan dilakukan renegosiasi kontrak jika PP pengelolaan migas disahkan. Isi kontrak, harus memberikan keuntungan lebih untuk rakyat Aceh.
Dengan demikian, lanjut Erman, alotnya pembahasan ketiga aturan tersebut bukan lantaran pemerintah pusat keberatan memberikan kewenangan besar kepada Pemerintah Aceh. Melainkan, adanya kepentingan para pemilik modal yang mempengaruhi pemerintah pusat agar tidak serta merta menerbitkan ketiga aturan dimaksud.
BACA JUGA: Selama Puasa, THM Akan Ditertibkan
"Menurut saya, jika sudah ada garansi dari Pemerintah Aceh bahwa investasi-investasi besar dijamin tetap nyaman, barulah ketiga aturan itu akan diterbitkan," terangnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Dirjen Otda Kemendagri) Djohermansyah Djohan mengatakan, ketiga aturan tersebut masih terus dibahas. Namun diakui, menyangkut masalah pertanahan dan pengelolaan migas, masih belum mendapat kesepakatan antara pemerintah pusat dengan pemerintah Aceh.
"Pemerintah Aceh masih pada pendiriannya, minta ikut mengelola migas di wilayah 200 mil perairan. Tapai kalau sesuai undang-undang, kan hanya 12 mil," terang pejabat bergelar profesor itu, kepada koran ini di Jakarta, 20 Juni 2014. (sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sejumlah PNS dan Honorer Kabur, Dikejar Satpol PP
Redaktur : Tim Redaksi