jpnn.com - MEDAN - Nasib 16 wanita asal Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang bekerja di tempat usaha sarang burung walet milik Mohar sungguh memprihatinkan.
Betapa tidak, didapat informasi jika para pekerja yang rata-rata berusia di bawah umur, ternyata sudah 3 bulan lamanya tidak mendapatkan gaji.
BACA JUGA: Oknum Guru SD Diduga Aniaya Murid
Ierni Ani (25) salah seorang pekerja menuturkan bahwa selain tidak mendapatkan gaji, semua pekerja tidak diperbolehkan keluar dari rumah sebelum kontrak kerja habis.
"Handphone kami juga disita dan kami tidak boleh berkomunikasi dengan keluarga," ujarnya kepada Sumut Pos (Grup JPNN), Rabu (26/2) siang dengan logat khas Kupang.
BACA JUGA: Pasutri Dokter Gadungan Kena 18 Bulan Kurungan
"Kami juga dimarah-marahi dengan kata-kata kasar sama bapak itu (Mohar),” tambah Ani yang kemarin ditemani 4 pekerja lainnya, Sutribani (20) anak pertama dari 8 bersaudara, Rina (24), Yuliana Seu (19) anak kedua dari tiga bersaudara, dan Deli (24) anak pertama dari 3 bersaudara.
Ierni mengungkapkan, awal pertama bekerja ditawari oleh Rebeka di Kupang. "Kami ketemu di sana (Kupang, Red). Lalu ditawari kerja di tempat sarang burung walet dengan gaji Rp750 ribu. Tetapi setelah bertemu bosnya (Mohar, Red), ternyata kami hanya digaji Rp450 ribu," sebutnya yang pada Maret nanti genap 3 tahun bekerja di sana.
BACA JUGA: Pencuri Motor Ini Suka Menakuti Korbannya dengan Senpi
Kakak sepupu dari Marnibou (pekerja asal Kupang yang tewas) ini menceritakan, bahwa pada setiap harinya mereka bekerja sejak pukul 05.00 WIB.
"Setelah itu, dari mulai pukul 06.00 WIB hingga 07.00 WIB kami disuruh membersihkan sarang burung walet. Dalam sehari kami membersihkan sekitar 20 sarang burung. Parahnya, dalam seminggu bekerja, sering kami tak mendapatkan jatah libur ," jelasnya.
Anak kedua dari 4 bersaudara ini menyebutkan, bahwa majikannya itu memiliki istri bernama Hariati Ongko. Dari perkawinannya, sang majikan memiliki dua orang anak. Paling besar perempuan kelas II SMP dan laki-laki kelas I SD.
Mengenai kematian adik sepupunya (Marnibou), Ierni mengatakan bahwa dia meninggal memang karena sakit. Akan tetapi, sakitnya itu karena terlalu capek bekerja. "Kek manalah gak sakit, kalau bekerja terus-menerus. Kalau sudah parah baru disuruh berobat," tuturnya.
Sementara itu Atri (17) yang juga pekerja di tempat yang sama mengatakan juga menuturkan seperti apa yang diungkapkan oleh Ierni tadi. "Sudah gaji tak sesuai perjanjian, mau pulang kampung pun sulit. Parahnya, hp kami pun sering juga ditahan, bahkan ada yang sampai sekarang tak dikembalikan," ungkap perempuan yang lulus SMP ini kepada Sumut Pos di lantai II gedung Sat Reskrim Polresta Medan.
Anak ke-4 dari 4 bersaudara ini menyebutkan, ada sekitar 22 orang yang sempat bekerja di sana. "Sekarang tinggal 16 orang. Dua di antaranya sakit karena kakinya bengkak (Yeni dan Sinta). Saya juga pernah lihat teman-teman ditampar, ditendang dan dimaki-maki dengan kata-kata kasar. Bahkan si Ati (nama salah seorang pekerha) sampai dipukul," ungkap perempuan yang sudah 2 tahun bekerja di tempat Mohar.
Ia berharap polisi segera menyelesaikan permasalahan ini, sehingga dirinya dan teman-teman bisa cepat pulang ke kampung halaman. "Saya harap urusannya cepat selesai dan kami bisa pulang ke kampung halaman," tuturnya. (mag-8/ije)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Baru Tahu Sudah Diperkosa Setelah Alat Vitalnya Sakit
Redaktur : Tim Redaksi