Angka harapan hidup di Australia menduduki peringkat ketiga tertinggi di dunia tahun ini, setelah Jepang dan Monako, meski ada pandemi COVID-19.
Data dari Biro Statistik Australia (ABS) menunjukkan kini rata-rata usia warga Australia adalah 85,4 tahun bagi perempuan dan 81,3 tahun untuk laki-laki.
Bila digabung, angka harapan hidup bagi laki-laki dan perempuan di Australia adalah 84,32 tahun.
Daerah Ibukota Australia (ACT) memiliki angka harapan hidup tertinggi, sementara kawasan Australia Utara terendah.
BACA JUGA: Ukraina Jawab Isu Nuklir, Solomon Kembali Terima Bantuan dari Tiongkok
Angka tersebut diperoleh dari pengambilan data pada tahun 2019 hingga 2021.
Direktur demografi ABS Emily Walter mengatakan ini merupakan peringkat tertinggi yang pernah Australia tempati.
BACA JUGA: Peretas Data Asuransi Medibank di Australia Minta Tebusan $9,7 Juta
"Apalagi kalau mencatat dua tahun pandemi COVID-19 yang menunjukkan bahwa angka harapan hidup Australia tetap kuat waktu itu," katanya.
Berdasarkan laporan terbaru ini, ABC Indonesia bertanya kepada sejumlah warga asal Indonesia yang tinggal di Australia tentang kualitas hidup di negara tersebut.Kembali ke Australia setelah mencoba tinggal di lima negara lain
Temuan terbaru ini merupakan berita baik bagi Steven Chen, warga asal Surabaya yang mendapatkan izin tinggal tetap Australia sejak tahun 1999.
Steven yang berusia 55 tahun kini tinggal di negara bagian Victoria bersama istrinya, Winy Wijaya dan enam orang anak mereka.
Pengusaha bisnis 'food truck' FUGU Sushi tersebut pernah tinggal di lima negara lain termasuk Indonesia, namun pada akhirnya tetap kembali ke Australia.
"Saya pernah coba di Prancis dua tahun, Taiwan tiga tahun, Kanada tiga setengah tahun, Amerika setahun," katanya.
"Dan saya bisa bandingkan, Medicare [asuransi kesehatan negara] Australia the best [terbaik] dibandingkan negara-negara lain."
Medicare adalah asuransi kesehatan yang dibayarkan Pemerintah Australia bagi warganegara dan pemegang izin tinggal tetap atau 'permanent residence' (PR).
Menurut Steven, di Kanada banyak orang mengeluhkan fasilitas rumah sakit umum yang "kotor", sesuatu yang tidak pernah ia temukan di Australia.
Ia juga memuji layanan dokter di Australia, yang menurutnya tanggap saat menangani ibunya yang "hampir hilang nyawa" tanpa memandang status imigrasinya.
Secara ekonomi, Steven juga merasa terbantu dengan tunjangan pekerjaan dan pendidikan anak-anaknya, serta izin membuka bisnis yang "tidak dipersulit" oleh aturan pemerintah.
"Pertama pulang ke sini dari Kanada tahun lalu saya masih tidak punya pekerjaan, tapi akhirnya dapat tunjangan Jobseeker dari Centrelink," katanya.
"Anak-anak saya yang kuliah juga dapat youth allowance. Tiga anak saya dapat semua."'Pensiunan dianggap berjasa'
Pendidikan yang lebih baik bagi anak-anak menjadi alasan Petrus Otje Winangun, pria asal Jakarta yang berusia 81 tahun menetap di Australia.
Di masa awal baru pindah, Petrus mengaku sempat ingin kembali ke Indonesia namun tetap bertahan hingga saat ini sampai menjadi warganegara Australia.
Ia dan istrinya Lena yang tinggal di Springvale South, Victoria memiliki tiga orang anak dan enam orang cucu.
Petrus mengatakan ia "hampir tidak mengeluarkan biaya apa pun" untuk menyekolahkan anaknya, sehingga turut meringankan beban hidupnya di Australia.
Di masa sekolah dasar hingga menengah, Petrus mengirim anaknya ke sekolah negeri dan waktu kuliah, mereka menggunakan tunjangan mahasiswa yang dikenal dengan nama "Austudy".
Melalui skema ini, uang kuliah mahasiswa ditanggung pemerintah sebagai utang dan baru dibayarkan kembali setelah mereka bekerja.
"Ini luar biasa sangat membantu," katanya.
"Anak-anak dari Austudy saja sudah bisa hidup, buat beli buku, bayar biaya transportasi, dan jajan."
Dari kualitas hidupnya sebagai seorang pensiun, Petrus yang dulu bekerja sebagai insinyur di beberapa perusahaan seperti Toyota, juga merasa dihargai di Australia.
"Di sini pensiunan sangat dihargai karena dianggap berjasa buat negara, buat pemerintah. Karena berjasa lewat pajak," katanya.
"Jadi kami orang tua yang sudah pensiun dianggap berjasa dan mendapat keistimewaan yaitu bisa beli obat yang kalau orang biasa bayar A$20 (Rp200 ribu) untuk satu macam, kami hanya bayar A$5 (Rp50 ribu)," katanya.
"Ada juga skema Pharmaceutical Benefits Scheme yang kalau kita sudah membeli 56 item [obat] sisanya free selama setahun."Kualitas hidup yang lebih terjamin
Baiknya kualitas hidup di Australia juga diakui oleh Adrian Jong, yang baru menyambut kelahiran anak pertamanya bersama istri, Maylia Bernike dua bulan yang lalu di Adelaide, Australia Selatan.
"[Asuransi kesehatan Medicare] sangat membantu, terutama waktu Maylia melahirkan Jayson. Semua [pengeluaran] di cover. Benar-benar full," kata Adrian yang berusia 28 tahun.
"Waktu istri saya melahirkan, itu kondisinya dicek macam-macam. Setelah melahirkan masih dicek juga, diberikan fisioterapi, dan semuanya gratis."
Setelah lulus S2 di Adelaide, tadinya Adrian tidak memaksakan untuk tinggal di Australia, namun setelah muncul kesempatan, ia akhirnya menetap hingga mendapatkan izin tinggal tetap di tahun 2019.
"Saya melihat kualitas hidup di Indonesia dengan Australia beda ya, di Australia kehidupan lebih terjamin, pendidikan lebih bagus, sistem kesehatan juga," katanya.
"Sekali kita menjadi permanent resident, kita mendapatkan banyak sekali keuntungan dari pemerintah."
Dari sisi 'work-life balance', Adrian yang bekerja sebagai manajer produksi di perusahaan manufaktur gelato juga merasa "masih bisa menikmati hidup" walaupun bekerja.
"Saya belum pernah bekerja di Indonesia tapi sepertinya kalau melihat teman-teman, pendapatan tidak sebanding dengan kerja keras mereka," katanya.
"Di sini sepertinya kalau kerja lebih santai tapi bukan berarti malas-malasan. Hak pekerja dijaga banget."
Dengan angka harapan hidup Australia yang semakin tinggi dan pandangan positif tentang kualitas hidup di sana, Adrian berharap kehidupan anaknya akan terjamin di masa depan.
Institut Kesehatan dan Kesejahteraan Australia mencatat bahwa angka harapan hidup Australia memang telah meningkat secara dramatis dalam seabad terakhir.
Dibandingkan tahun 1891-1900, warga yang lahir pada tahun 2018-2020 hidup 30 tahun lebih lama.
Dari ratusan ribu kematian di Australia pada tahun 2020, 91 persen terjadi secara alami, di luar kecelakaan, keracunan dan penyakit.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dunia Hari Ini: Gempa Bumi di Nepal Menewaskan Enam Orang dan Menghancurkan Bangunan