Tiga Jenis Banjir Mengancam Ibu Kota

Jumat, 07 Desember 2018 – 21:32 WIB
Banjir. Foto ilustrasi: dokumen JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Banjir masih menjadi ancaman bagi warga Jakarta. Terlebih saat musim penghujan seperti sekarang ini. Pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti Nirwono Joga menilai, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta masih memiliki banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan jika ingin meminimalisasi ancaman banjir.

“Masalah banjir selalu terulang dan hingga sekarang belum juga tuntas,” ujar Nirwono pada INDOPOS, Kamis (6/12).

BACA JUGA: DKI Kewalahan Menghadapi Banjir

Mengenai penyiapan pompa yang sifatnya tidak permanen oleh Pemprov DKI, Nirwono menyarankan, sebaiknya pompa dibuat permanen karena fungsinya sangat vital. “Musim hujan kan datangnya setiap tahun, jadi pompa harusnya permanen,” ucapnya.

Sedangkan, soal penanganan banjir seperti di Jepang yang punya katedral banjir, sistem penanggulangan banjir canggih dan disebut-sebut terbesar di dunia, menurutnya, tentu perlu dilakukan riset dan kajian mendalam.

BACA JUGA: DKI Upayakan Naturalisasi Sungai demi Pulihkan Ekosistem

Sekadar diketahui, Kota Tokyo, Jepang mempunyai sistem anti banjir yang canggih. Rahasianya ada di gorong-gorong dan sebuah katedral yang dibangun di bawah tanahnya.

Diungkapkan Nirwono, selama ini ada tiga jenis banjir di Jakarta. Dosen tata kota Universitas Trisakti ini menjelaskan, ketiga jenis banjir itu bisa memicu dampak berat ke ibu kota jika terjadi bersamaan.

BACA JUGA: Pemprov DKI Kebut Normalisasi Sungai dan Proyek Waduk

Salah satunya adalah banjir lokal, yakni banjir yang terjadi akibat hujan lokal di Jakarta. Terdapat pula banjir kiriman, yakni saat di Jakarta tidak terjadi hujan, atau hanya gerimis, tapi wilayah di Bogor sedang mengalami hujan deras. Air melimpah dari bogor tersebut akan mengalir ke wilayah Jakarta. Selain itu, terdapat pula banjir rob yang terjadi saat air pasang naik di pantai Utara Jakarta.

"(Dan) banjir besar yang terjadi pada saat ketiga tipe tersebut terjadi secara bersamaan, seperti pada 1996,2002, 2007, dan 2012," kata Nirwono.

Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyatakan, penanganan masalah banjir di Jakarta memerlukan dua jenis solusi. Penerapan dua solusi itu dengan memperhatikan sumber utama masalah banjir di ibu kota.

Menurut Anies, salah satu pemicu banjir di Jakarta selama ini adalah limpahan air dari kawasan Bogor. Agar limpahan air kiriman dari Bogor tidak memicu banjir, menurut Anies, perlu dibangun banyak kolam atau waduk. Saat ini, kata dia, solusi ini sedang diupayakan oleh Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane (BBWSCC).

Selain itu, kata dia, banjir di ibu kota juga kerap terjadi karena air hujan yang mengalir dari atap gedung atau rumah tidak terserap ke tanah.

"Grand desainnya ini sederhana, (yang dari atap gedung atau rumah) masukan ke dalam tanah karena air itu memang seharusnya masuk ke dalam bumi, dan membuat tinggi permukaan air tanah kita bisa terbantu, kandungan airnya menjadi ada," kata Anies.

Untuk penanganan banjir jenis kedua ini, Anies mengatakan DKI Jakarta membutuhkan 1,8 juta drainase vertikal."Yang di Jakarta, yang mau kita lakukan adalah dengan membangun sumur-sumur, vertical drainage (secara) masif," kata Anies.

Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta Teguh Hendrawan mengaku sudah mengecek satu per satu kondisi rumah pompa. Diantaranya lima rumah pompa yang dipasang di Jalan Inspeksi Ciliwung Kampung Pulo, Jakarta Timur.

Teguh mengatakan, kondisi rumah pompa dan pompa stationer-nya masih sangat baik. Dipastikan seluruhnya dapat berfungsi normal saat musim penghujan tiba. Di lima rumah pompa ini, terdapat tujuh pompa stationer, yang masing-masing memiliki kapasitas 75 sampai dengan 100 liter per detik.

"Kita juga akan siapkan tiga unit pompa mobile masing-masing berkapasitas 250 liter per detik. Ini untuk back up jika tujuh pompa tak mencukupi," kata Teguh.

Meski demikian, Teguh cukup terkejut saat menemukan kondisi karet pintu air banyak yang rusak. Kepala Suku Dinas SDA Jakarta Timur, Mustajab, berjanji akan memperbaiki karet penyekat pintu air yang mengalami kerusakan.

Untuk berjaga-jaga, pihaknya membangun posko siaga banjir di Jalan Inspeksi Ciliwung, Kampung Pulo. Posko ini direncanakan akan beroperasi selama 24 jam setiap harinya dengan dijaga oleh sekitar 15 hingga 20 petugas. Tugas mereka juga untuk menjaga rumah pompa dan pintu air sekaligus mengoperasikannya.

Banjir memang masih menjadi momok di Jakarta. Usai hujan, banjir atau genangan datang di sejumlah titik. Disusul macet.

Seperti setelah hujan deras di kawasan Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, genangan terjadi. Kemacetan arus lalu lintas pun terjadi di kawasan Patung Pancoran, Jakarta, sore kamarin. Kemudian di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara, genangan juga terjadi.

Di Jakarta Utara, Jalan Pegangsaan 2, menuju Cakung-Cilincing, kemacetan terjadi. Sebab, di kawasan Kelapa Gading terdapat pembangunan LRT dan di kawasan Cakung, Jakarta Timur, sedang ada pembangunan Jalan Tol.

Terlihat di kawasan Pancoran beberapa petugas Dishub DKI Jakarta mengatur arus lalu lintas di sekitar lokasi kemacetan. Dari arah Jalan Soepomo, menuju Gatot Subroto, begitu sebaliknya.

Kemudian dari arah Jalan Raya Pasar Minggu-Jalan Saharjo dan menuju Jalan Gatot Subroto-Cawang, Jakarta Timur. Tak hanya itu, kemacetan juga terjadi di Tol Dalam Kota, seperti di Tol Dalam Kota Cawang-Slipi, Jakarta Barat.

Para pengendara motor dan mobil pribadi pun dibuat lelah dengan kemacetan yang sudah sering kali terjadi. "Ya kalau hujan kan suka pada neduh di kolong jembatan, ditambah genangan juga terjadi jika hujan deras terjadi. Cape juga kalo macet mulu di Jakarta," ucap pengendara motor Doni, 30, karyawan swasta.

Menurutnya, harus ada petugas kepolisian dan petugas Dishub DKI yang harus mengatur dan atau mengurai kemacetan arus lalu lintas. Sebab, ada pengendara yang menerobos rambu dan juga ada karena pengendara tidak sabar.

"Kalau tidak ada petugas di lokasi macet karena genangan atau banjir. Yang pasti arus lalu lintas krodit atau semrawut," sambung pengendara motor, Adi, 41, karyawan swasta.

Kasudinhub DKI Jakarta Selatan Christianto mengatakan, dalam mengantisipasi genangan yang menyebabkan macet, tiga personel diturunkan untuk mengatur arus lalu lintas. ’’Kita juga ada yang mobile dengan motor. Kordinasi antarpersonel 24 jam kan ada yang piket," kata dia.

Untuk memantau kemacetan arus lalu lintas juga memanfaatkan CCTV seperti di ATCS yang terpasang di rambu-rambu lampu lalu lintas. (wok/ibl)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Lanjutkan Program Normalisasi Sungai agar Banjir Teratasi


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler