Tiga Kasus Berbeda, Siap Meledak Kapan Saja

Minggu, 25 Desember 2011 – 19:37 WIB

PENGADUAN warga kampung adat Megou Pak soal pembantaian di Mesuji membuat publik memfokuskan perhatian ke LampungSebab, dalam pengaduan ke DPR itu, disebutkan 30 warga dibantai petugas pamswakarsa bentukan perusahaan perkebunan dengan dibantu aparat

BACA JUGA: Tanggul Jebol, Berau-Samarinda Terputus

Bagaimana sebenarnya kasus itu?

Nama Mesuji selama ini hanya dikenal sebagai kabupaten di salah satu sisi selatan Provinsi Lampung
Kabupaten berjarak 120 km dari Bandar Lampung itu baru berdiri pada 29 Oktober 2008 dan merupakan pemekaran dari Kabupaten Tulang Bawang

BACA JUGA: Pemkab Tak Ikut Nikmati Hasil Kebun

Mayoritas wilayah Mesuji memang hutan
Mulai masuk wilayah itu dari arah Bandar Lampung, hamparan hutan albasia (sengon) dan karet yang dikelola PT Silva Inhutani langsung menyambut

BACA JUGA: Marak, Penjarahan Pascabentrok

Lokasi tersebut selama ini dikenal sebagai register 45.

Nah, kasus di lokasi itulah yang dibawa lembaga adat Megou Pak ke Senayan beberapa waktu laluDengan membawa rekaman video amatir yang memuat gambar pemenggalan kepala, lembaga adat tersebut berupaya membangkitkan emosi wakil rakyat agar segera menyelesaikan kasus agraria itu.

Berdasar penelusuran Jawa Pos, sebenarnya kasus di register 45 itu tidak berkaitan dengan aksi pemenggalan kepala tersebutAda korban jiwa yang jatuh gara-gara konflik warga dengan perusahaan memang yaTetapi, korban tewas karena tembakan petugas pengamanan dari kesatuan Brimob, bukan pembantaian seperti yang ada di video amatir itu.

Sejak 1997, di register 45 tersebut memang kerap timbul kericuhan antara warga dan pengelola lahan PT Silva InhutaniKericuhan selalu timbul karena upaya penggusuran terhadap warga yang menduduki daerah tersebutDi hutan negara itu, memang ada ribuan penduduk yang mendiami sejumlah titikMereka membentuk perkampungan sendiri-sendiriAntara lain, Pelitajaya, Karya Jaya, Moro-Moro, Tanjung Harapan, Stajim, Umbul Patuk, Palirik, Tugu Roda, Suko Agung, Umbul Alang, dan Talang GunungTotal, ada sekitar 12 ribu KK yang mendiami kampung-kampung itu.

Seluruh kampung tersebut dianggap ilegal oleh PT Silva Inhutani maupun Pemkab Mesuji, kecuali Talang Gunung yang memang dihuni warga asliWarga di Talang Gunung mendiami lokasi tersebut jauh sebelum perusahaan perkebunan itu beroperasi

Sekretaris Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Mesuji Syafri mengatakan, keberadaan mereka selama ini ilegal”Mereka mendiami hutan negaraJadi, keberadaannya ya harus ditertibkan, kecuali warga di Talang Gunung yang memang sudah diakui Kementerian Kehutanan,” jelasnya.

Penertiban di lahan register 45 tersebut sebenarnya bukan sekali sajaAksi berdarah pada 6 November 2010 itu merupakan penertiban di bagian PelitajayaAkibatnya, seorang penghuni tanah register 45 Made Asta tewas dan seorang lagi yang bernama Nyoman Sumarjie mengalami luka tembak di kaki kananKasus penembakan itu langsung ditangani Mabes PolriVersi warga, Made Asta ditembak ketika hendak menolong seorang penghuni bernama KomangKaki Komang ditembak saat meminta temannya yang ditangkap polisi dilepasVersi polisi berbeda lagiMade Asta ditembak karena hendak membacok AKP Priyo, salah seorang perwira polisi yang ikut dalam penertiban itu

Konflik serupa terjadi pada 8 September lalu, ketika dilakukan pengosongan lahan oleh tim terpadu perlindungan hutan Provinsi Lampung di kawasan blok VIII atau yang dikenal dengan permukiman NanasanRatusan orang yang kebanyakan merupakan transmigran dari Jawa dan Bali pun terusirGesekan antara warga dan aparat bisa dihindarkanMeskipun, sebagian warga mengaku diintimidasi aparat, khususnya petugas pamswakarsa bentukan PT Silva Inhutani.

Kasus penertiban pada 8 September itulah yang kemudian dibawa ke Senayan oleh lembaga adat Megou Pak, Tulang BawangMereka melakukan hal tersebut karena merasa bahwa selama ini tidak ada penyelesaian di tingkat pemerintah daerah (pemda).

”Selama ini, tidak ada upaya penyelesaian dari pemerintah, lebih-lebih yang berpihak ke masyarakat,” ujar Yusuf Ali selaku koordinator masyarakat dari lembaga adat Megou Pak

Syafri mengatakan, sebenarnya pemkab bukan tidak pernah memberikan solusi kepada wargaPemkab juga sudah beberapa kali memberikan peringatan dan sosialisasi agar warga mau pindah”Tapi, hal itu tidak pernah digubris warga di sana,” paparnyaMenurut dia, nanti seluruh warga yang mendiami register 45 pasti ditertibkan, kecuali yang ada di kampung Talang Gunung.

Meski begitu, tidak berarti pemerintah tidak bersalah dalam kasus register 45Yang membuat kasus itu terus membesar ialah adanya pengesahan perluasan area hak pengusahaan hutan tanaman industri (HPHTI) untuk PT Silva InhutaniAwalnya, area register 45 yang dikelola PT Silva Inhutani hanya seluas 33.500 hektare (ha)Sejak ada persetujuan perluasan tanah dari Kemenhut, kini lahan tersebut menjadi 43.100 haPerluasan lahan itulah yang dianggap warga sebagai pencaplokan.

Sayang, warga lembaga adat Megou Pak yang wadul ke DPR seolah mendramatisasi masalah di register 45Salah satunya dengan membawa video yang memuat adegan pembantaianMemang ada pembantaian dalam sengketa lahan MesujiTetapi, pembantaian itu terjadi dalam konflik antara warga Sungai Sodong dan PT Sumber Wangi Alam (SWA) di Kecamatan Mesuji, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera SelatanBukan di register 45 yang terdapat di Kabupaten Mesuji, Lampung
Jawa Pos sudah menelusuri titik-titik di lahan register 45Tak ada seorang pun di antara mereka yang membenarkan bahwa ada pembantaian dalam kasus PT Silva Inhutani

Di Kabupaten Mesuji, kasus agraria memang cenderung lebih banyakSebab, di daerah itu memang banyak perkebunan besar swasta (PBS)Berdasar data yang tercatat di Dishutbun Mesuji, setidaknya ada sebelas PBSJika ada masalah dengan warga, kebanyakan menyangkut kerja sama lahan plasmaLahan plasma merupakan lahan warga yang dikelola pabrik dan hasilnya diwujudkan dengan pembagian keuntungan.

Kasus seperti itulah yang terjadi di PT Barat Selatan Makmur Investindo (BSMI) sehingga mengakibatkan seorang bernama Jailani tewas tertembak aparat dan tujuh warga lain mengalami luka-lukaTragedi memilukan tersebut terjadi pada 10 November 2011Konflik antara PT BSMI dan warga asli dari tiga kampung di Kabupaten Mesuji itu bermula dari saling klaim lahan plasmaPerusahaan dianggap mencaplok lahan plasma wargaAda 17.769 ha lahan yang dipermasalahkan oleh warga.

Mengenai persoalan di PT BSMI, Syafri menuturkan bahwa pemkab menghadapi beberapa kendala”Kami sebenarnya beberapa kali mempertemukan warga dengan PT BSMI, tapi lagi-lagi buntu,” ujarnyaKebuntuan itu disebabkan kekuranglengkapan data yang dimiliki pemkab

”Pemkab Mesuji kan baru berumur tiga tahunSedangkan PT BSMI ada sejak kawasan itu masuk wilayah Lampung Utara,” jelas pejabat dari Way Serdang tersebut
Kabupaten Mesuji merupakan pemekaran dari Kabupaten Tulang Bawang pada 2008Tulang Bawang sebelumnya juga merupakan pecahan dari Kabupaten Lampung Utara.

Syafri menjelaskan, pihak PT BSMI selama ini juga tidak transparanSetiap dimintai data, mereka selalu mengatakan bahwa seluruh data berada di kantor pusat di JakartaJawa Pos juga belum berhasil mendapatkan konfirmasi resmi dari PT BSMISebab, sejak tragedi 10 November tersebut, kegiatan di perusahaan itu vakumTidak ada seorang karyawan pun yang berada di lokasi tersebutYang ada hanya segelintir penjaga di pintu masuk pabrik pengolahan sawit dan 40 personel Brimob yang di-BKO dari Polres Tulang Bawang.

Syafri menambahkan bahwa pihaknya juga sudah meminta BPN melakukan pengukuranDengan begitu, diharapkan bisa diketahui batas-batas tanah PT BSMI dan wargaNamun, pengukuran lahan perkebunan yang luasnya puluhan hektare itu harus diajukan lewat BPN pusat”Sudah kami ajukan, hingga kini juga belum ada tanggapan,” terangnya.

Sementara itu, kasus di Mesuji, Kabupaten OKI, tak jauh berbeda dengan polemik antara warga Kabupaten Mesuji dan PT BSMIWarga Desa Sungai Sodong dan PT SWA bersengketa soal kerja sama pengelolaan lahan plasma.

Kades Sungai Sodong Ma’unah mengatakan, selama ini PT SWA tidak memenuhi kesepakatan kerja sama pengelolaan lahan plasmaVersi Kades, PT SWA tanpa pemberitahuan tiba-tiba membatalkan kerja sama pengelolaan lahan plasmaPadahal, 829 warga sudah menyerahkan surat keterangan tanah (SKT) ke PT SWASetiap warga yang memiliki 1 ha tanah memiliki satu SKT.

Jawa Pos sempat melihat surat perjanjian kerja sama antara warga Sungai Sodong dan PT SWANamun, dalam perjanjian itu, PT SWA masih bernama PT Treekreasi MargamuliaBerdasar penelusuran Jawa Pos, kepemilikan perusahaan pengelolaan sawit itu memang sering berganti-ganti.

Dalam surat perjanjian tersebut, tertulis beberapa kesepakatanSalah satunya, kerja sama pengelolaan lahan plasma selama sepuluh tahun sejak 2002Selama kurun waktu tersebut, warga yang memiliki lahan plasma mendapatkan bagi hasil per bulanBesaran bagi hasil itu tiap bulan berbeda-beda

Pada tahun pertama (2002), warga seharusnya memperoleh Rp 195 ribu per bulan per hektareHingga tahun kesepuluh (2011), bagi hasil yang diterima warga per bulan naik menjadi Rp 405 ribu per bulan per hektareSelama kurun waktu sepuluh tahun, warga memang hanya diberi uang bulanan karena perusahaan memotong besaran bagi hasil itu dengan biaya perawatan dan pembibitanAturan kerja sama lahan plasma lazimnya memang seperti itu.

Nah, pada tahun kesepuluh, seharusnya kerja sama berakhir dan lahan plasma yang telah ditanami sawit menjadi hak wargaWarga bisa meneruskan kerja sama pengelolaan atau mengelola sendiri lahan tersebut

Namun, kenyataannya, sejak 2002 hingga saat ini warga tidak mendapatkan bagi hasil apa pun dari PT SWAMenurut penuturan Ma’unah, pihak PT SWA pernah mengatakan bahwa kerja sama itu dibatalkanPembatalan tersebut dilakukan di hadapan Kades lama sebelum Ma’unah”Tapi, saya cek ke Kades lama, yang terjadi tidak seperti penuturan merekaSeharusnya, kalau batal, SPT milik warga kan dikembalikan,” ujarnya.

Dari situlah sengketa terjadiWarga kerap memanen sendiri di dalam lahan plasma yang diklaim milik merekaNamun, perbuatan itu dianggap sebagai tindak pencurian oleh perusahaan tersebutTindakan represif lantas kerap dilakukan oleh personel pamswakarsa bentukan PT SWA hingga muncul tragedi berdarah April lalu

Anggota pamswakarsa tersebut membantai dua warga Sungai Sodong, yakni Syaktu Macan, 19, dan Indra Syafei, 17Pembantaian itu lantas dibalas dengan pembunuhan dan pemenggalan kepalaLima karyawan PT SWA tewas akibat aksi tersebutMereka adalah Hambali, asisten perusahaan; Haris Fadillah, asisten kebun; Ardi, karyawan bagian dapur; serta Akbar dan Sukamto, keduanya anggota pamswakarsa yang kepalanya dipenggal.

Bupati OKI menyatakan bahwa pihaknya sebenarnya telah melakukan sosialisasiSeperti halnya dengan PT BSMI, PT SWA selama ini tidak kooperatifPermintaan pengukuran lahan ke BPN pun tidak kunjung mendapatkan balasanSejak tragedi berdarah April lalu, PT SWA sangat tertutupJawa Pos mencoba meminta konfirmasi ke pabrikNamun, penjaga keamanannya mengatakan bahwa seluruh pihak manajemen tidak berada di tempat.

Kasus agraria yang terjadi di Mesuji, baik di Provinsi Lampung maupun Sumatera Selatan, bak bola saljuMeski saat ini kondisi di tiga kawasan konflik itu tergolong mulai kondusif, ke depan tidak tertutup kemungkinan konflik tersebut kembali membesarSebab, penyelesaian konkret atas persoalan itu tak kunjung dilakukan, terutama oleh pemerintah pusat.

Karena itu, warga kini menggantungkan harapan kepada anggota Komisi III DPR yang menangani kasus tersebutWarga maupun pemkab setempat mengharapkan komisi III bisa mendesak BPN untuk melakukan pengukuran lahanSebab, dengan pengukuran, persoalan tanah tersebut bisa dicarikan solusi lebih lanjut

Sayang, anggota DPR yang diharapkan mengetahui langsung kondisi lapangan Minggu lalu hanya mendatangi register 45Wakil rakyat tersebut tak mendatangi warga yang berkonflik dengan PT SWA dan PT BSMIPadahal, di situlah potensi konflik berdarah bisa terulangSebab, warga memang sebenarnya memiliki tanah yang sah.
Persoalan di register 45 memang tidak boleh dikesampingkanSebab, hingga kini warga yang terusir kembali menduduki tanah tersebutBahkan, jumlah warga lebih banyakKeberadaan mereka juga mulai diarahkan ke ranah pidana oleh polisi

Surat panggilan terhadap sejumlah pihak yang ditengarai sebagai koordinator pun sudah dilayangkan oleh Satreskrim Polres Tulang BawangSurat bernomor B/1300/XII/2011 itu dikirim pada 17 Desember laluNamun, warga menolak menghadiri pemanggilan untuk pemeriksaan tersebut

”Kami tidak akan mendatangi panggilan itu karena kami tidak salah,” ujar Andi Hendra, koordinator warga yang ada di sisi PelitajayaGesekan pasti terjadi jika warga tetap tidak datang hingga pemanggilan keduaSebab, berdasar KUHP, pada pemanggilan ketiga polisi bisa langsung membawa secara paksa orang yang bersangkutan(gun/c11/nw)

BACA ARTIKEL LAINNYA... 118 Rumah Terendam Banjir di Pekanbaru


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler