jpnn.com, SAMARINDA - Leni Nurusanti, kasir diler mobil PT Serba Mulia Auto (SMA) Samarinda, Kaltim, berhasil menilap uang perusahaan hingga Rp 25 miliar selama bekerja 20 bulan.
Kasus ini masih menjadi perbincangan hangat di masyarakat. Apalagi dalam kasus ini masih banyak hal yang belum terungkap secara gamblang. Praktisi audit dan pajak, Set Asmapane, berpendapat, ada beberapa kejanggalan dalam kasus tersebut.
BACA JUGA: Leni, Kasir Pembobol Rp 25 M Uang Perusahaan Pernah Disidang, Saat Itu Hamil
Berdasar pengamatannya dari sisi ekonomi, status Leni Nurusanti sebagai kasir yang mampu menggelapkan Rp 25 miliar cukup mengejutkan.
Menurut dia, semua itu terasa sangat janggal jika tidak ada orang lain yang berperan membantu usaha pencurian tersebut.
BACA JUGA: Oh, Begini Gaya Leni, Kasir Tamatan SMK Pembobol Rp 25 M Uang Perusahaan
Pertama, dia yakin, tidak mungkin perempuan 29 tahun itu menjadi pelaku tunggal dan melakukan semua perbuatan atas hasil kerjanya sendiri.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Mulawarman (Unmul), Samarinda, itu mengatakan, sistem pembelian mobil mengenal dua jalur, yakni tunai dan kredit.
BACA JUGA: Si Leni Kasir Tamatan SMK itu Kuras Rp 25 M atau Rp 33 M?
Dia melihat, tindakan penggelapan akan sulit dilakukan apabila melalui skema tunai. Maka tentu, perbuatan ini mengerucut pada skema pembayaran kredit.
Namun, dia mengingatkan, penentuan harga jual untuk pembayaran dalam kredit merupakan wewenang level seorang manajer eksekutif dari perusahaan.
Perannya menentukan biaya mulai dari down payment (DP) atau uang muka serta skema angsuran per bulan. Setiap angsuran telah diatur dalam tabel angsuran.
Kemudian, bagian piutang atau accounting juga pasti memegang kartu piutang itu. Jadi, setiap debitur bisa menghitung jumlah iuran dan sisa piutang setiap klien.
Dia berspekulasi, seumpama saja Leni menerima uang angsuran sebesar Rp 30 juta. Kemudian membuat kuitansi internal hanya Rp 20 juta. Seharusnya bagian piutang dapat merasakan keganjilan itu.
“Ketika bagian piutang melihat uang masuk hanya Rp 20 juta untuk angsuran, padahal menurut tabel seharusnya Rp 30 juta, kan ganjil. Debitur tidak berhak mengubah angsuran itu. Pasti bagian piutang tanya ke kasir, siapa yang mengubah angsuran yang berbeda dari tabel pembayaran,” jelasnya.
Kecuali perusahaan itu tidak memiliki karyawan yang bertugas di bagian piutang. Dia tak yakin, PT SMA tidak punya karyawan di divisi itu.
Mengingat, PT SMA termasuk perusahaan lama, tenar, dan besar memiliki pengalaman kelas nasional.
“Kalau dikatakan tidak ada orang lain dalam perusahaan yang terkait, secara analisis audit ini sulit. Apalagi, dia melakukannya lama hingga lebih dari setahun dan serapi itu. Kalau Leni kerjakan sendiri pasti satu atau dua bulan saja tertangkap oleh bagian piutang,” bebernya.
Set menjelaskan, dalam dunia audit, praktik yang dilakukan Leni termasuk dalam tindakan kiting. Definisi dari kiting adalah penyalahgunaan penerimaan kas yang dilakukan secara sengaja untuk sementara waktu atau jangka panjang alias permanen.
Praktik tersebut digunakan untuk menyembunyikan defisit atau menggelapkan alur aliran arus kas. Seperti melakukan transfer uang dari satu pihak ke pihak lain.
Kejanggalan kedua, Set menyebutkan aneh jika dana Rp 25 miliar itu hanya berasal dari hasil manipulasi 43 mobil. Berarti perhitungannya hasil tilapan satu mobil dapat mencapai Rp 400 juta hingga Rp 500 juta.
Tergolong mobil mewah dengan dana tersebut. Hal itu cukup aneh mengingat mobil dari diler SMA yakni Daihatsu.
“Mobil apa harga segitu karena tidak ada mobil mewah. Berarti bisa saja dana itu berasal lebih dari 43 mobil. Kecuali dana itu sudah hasil dari modus kedua yakni jual-beli mobil yang dikatakan kumpul KTP dari keluarga, lalu dia keluarkan mobil dan jual kembali,” ucapnya.
Namun, ucap dia, jika istri dari Jefriansyah tersebut melakukan penjualan mobil sesuai prosedur dan administrasi, tindakannya tidak bisa dikatakan sebagai penipuan.
Sebab, mobil keluar sesuai prosedur penjualan, menggunakan KTP siapa pun tak masalah. Semua akan menjadi masalah berbeda apabila Leni mengeluarkan mobil dengan harga murah.
Kemudian, menjual kembali dengan harga beda dari pasaran atau mobil keluar dari diler tanpa prosedur dan administrasi.
“Kita saja kalau servis mobil tidak bisa keluar kalau tidak ada catatan pembukuan resmi. Apalagi ini perusahaan besar. Saya lihat, Leni seolah-olah mengeluarkan mobil di bawah harga standar dan dia menjual kembali dengan harga pasar. Jadi, bisa untung banyak. Tapi, sekali lagi, siapa yang tentukan harga? Harusnya bagian marketing, bukan kasir,” imbuhnya.
Ketiga, adanya potensi pihak lain yang terlibat sangat besar. Apalagi berdasarkan hasil penyidikan, tindakan Leni baru dapat terdeteksi setelah proses audit dari kantor pusat.
Padahal, seharusnya manajemen di sana sudah dapat curiga hanya melihat kejanggalan setoran yang tak sesuai tabel angsuran.
“Kesalahan besar dalam sistem akuntansi perusahaan jika seorang kasir merangkap bagian piutang. Tapi, untuk sekelas PT SMA ini tidak mungkin, saya yakin, mereka punya bagian piutang sendiri. Mereka bisa tanya ke mana aliran dana ini selama satu tahun,” tuturnya.
Jadi, tak mungkin uang yang masuk dalam ratusan juta dalam satu hari tidak terkontrol oleh bagian debitur.
“Kemungkinan besar ada orang lain, tidak mungkin kemampuan kasir mengatur segala urusan serapi itu. Terutama mengambil alih kerja piutang dan sebagainya,” jelasnya, seperti diberitakan Kaltim Post (Jawa Pos Group)
Diketahui, sejak April 2015 hingga Desember 2016, Leni yang bekerja sebagai kasir di PT SMA, Jalan PM Noor, Samarinda, menggelapkan uang perusahaan hingga puluhan miliar rupiah.
Caranya, perempuan berambut panjang lulusan SMK jurusan akuntansi itu memanipulasi data. Mulai kuitansi, tanda terima, hingga pihak akunting perusahaan tak mendeteksi.
Kejahatannya didukung suami, Jefriansyah (31), dan adik Leni, Deni Rayindra (25). Ketiganya kini sudah berurusan dengan Polda Kaltim.
Disebutkan, sebelum beraksi, Leni mempelajari seluruh aktivitas proses administrasi, hingga unit mobil dikeluarkan.
Setiap bulan, dia mampu melakukan transaksi 2–3 kali. Setiap transaksi, Leni tak menyetorkan seluruh duit konsumen, dia menyunatnya.
Sisa dana yang disetor ke perusahaan, oleh Leni dibuat kuitansi sesuai duit yang sudah dipotong. Jadi, kuitansi yang masuk ke konsumen dan perusahaan berbeda, namun perusahaan melihat secara kasatmata, dana sesuai dengan data.
Modus lain, Leni mengumpulkan fotokopi KTP milik keluarga, kerabat, dan lainnya. Ini untuk mengajukan pembelian mobil. Untuk modus ini, peran suami Leni yakni Jefriansyah yang menjadi utama.
Setelah unit keluar, dia bertugas menjual kembali mobil-mobil jenis minibus, antara lain Terios, Sigra, Ayla, Xenia tersebut sesuai harga pasar. Tentu setelah sebelumnya memanipulasi harga. Kasus ini terungkap setelah ada audit internal.
Barang bukti hasil kejahatan Leni dan suami adalah dua rumah di Jalan MT Haryono, Perumahan Bukit Mediterania Cluster Spain, Blok B, No 20 dan 21, Kelurahan Air Putih, Samarinda Utara, seharga Rp 800 juta.
Satu mobil Peugeot RCZ warna putih dua pintu KT 88 LJ Rp 705 juta. Satu mobil Daihatsu Copen warna merah KT 888 JL Rp 460 juta.
Satu Toyota Fortuner Hitam KT 1216 JL Rp 563 juta. Satu mobil Mercy GLA 200 Hitam KT 8 LJ Rp 825 juta, dan satu Ford Focus Hitam KT 21 LJ Rp 400 juta.
Satu Toyota Calya Rp 162 juta. Satu Yamaha R1M Rp 812 juta, dan satu Yamaha Nmax Rp 28 juta.
Juga, 4 Daihatsu Terios masing-masing Rp 240.950.000, 3 Daihatsu Xenia masing-masing Rp 235.750.000, 3 Daihatsu Sigra masing-masing Rp 150 juta, 1 Daihatsu Ayla Rp 140 juta, dan satu pikap Rp 120 juta. Sementara itu, barang bukti uang tunai Rp 305.136.200. (gel/far/k8)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Leni, Kasir Tamatan SMK Bobol Uang Perusahaan Rp 25 M, kok Bisa?
Redaktur & Reporter : Soetomo