Tiga Panja Tidak Sinkron Usut Jiwasraya

Kamis, 06 Februari 2020 – 13:11 WIB
Benny K Harman. Foto: dok jpnn

jpnn.com, JAKARTA - Usulan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Jiwasraya di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terus bergulir. Namun, sejauh ini Komisi  III, VI, dan XI DPR sudah terlebih dahulu membentuk Panitia Kerja (Panja) Hak Angket Jiwasraya.

Wakil Ketua DPR Aziz Syamsuddin mengatakan bahwa pansus dan panja tidak bisa berjalan bersamaan. "Secara mekanisme tidak boleh," ujar Aziz di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (5/2).

BACA JUGA: Penyelesaian Jiwasraya Lewat Pansus Angket Lebih Kuat

Menurut dia, pansus harus menunggu terlebih dahulu hasil dari pekerjaan yang dilakukan panja yang ada di komisi. "Pansus harus menunggu hasil komisi. Nanti hasil komisi seperti apa, baru ditindaklanjuti," jelasnya.

Lebih lanjut Aziz menuturkan bahwa untuk menindaklanjuti usulan pembentukan pansus, harus melalui mekanisme rapat pimpinan dan Badan Musyawarah. Kemudian, nanti diputuskan apakah akan dibawa atau tidak ke rapat paripurna. "Ya saya tidak berasumsi, tunggu saja," ungkap wakil ketua umum Partai Golkar itu.

BACA JUGA: PAN Buka Peluang Dukung Pansus Jiwasraya

Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Demokrat Benny Kabur Harman menyatakan bahwa semua legislator secara substantif mendukung kasus Jiwasraya diungkap tuntas.

Menurut Benny, hal itu dibuktikan dengan dibentuknya tiga panja. Namun, dia menilai pembentukan tiga panja mengakibatkan tidak adanya sinkronisasi. "Tiga komisi menangani kasus ini akibatnya apa, akibatnya tidak ada sinkronisasi," kata Benny di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (5/2).

BACA JUGA: Pansus Hak Angket, Demokrat Ingin Usut Aliran Dana Jiwasraya

Ia mengatakan kehadiran pansus menjamin adanya sinkronisasi, koordinasi kerja sehingga tidak overlaping dan tak tumpang tindih dalam pelaksanaan tugas.

"Dari tiga komisi menangani satu isu itu lucu. Untuk mencegah disharmoni, kegaduhan, ya kami usulkan tiga komisi dilebur saja dalam pansus," ujarnya.

Menurut dia, pansus itu gabungan dari beberapa komisi sehingga lebih efektif daripada sekarang ini misalnya satu orang yang sama dipanggil Komisi VI, setelah itu Komisi III, lalu kemudian Komisi XI DPR. "Coba bayangkan, sangat tidak efektif, dan gaduh," kata Benny.

Dia berpendapat, tidak ada hubungannya pembentukan panja dengan koalisi partai pendukung pemerintah. Sebab, ujar Benny, koalisi pemerintah itu tidak berarti menghapuskan fungsi kontrol dewan.

"Sama halnya dengan pembentukan panja tidak menghapuskan hak angket, malah pembentukan panja menjadi basis politik untuk mendukung pembentukan angket," kata dia. Jadi, Benny menegaskan, secara substansi semua fraksi setuju pengungkapan kasus Jiwasraya ini. "Hanya kami ingin supaya tidak gaduh, supaya ada koordinasi, ada sinkronisasi,  tuangkan itu di dalam pansus," katanya.

Ia menegaskan pansus itu lebih powerful dari panja. Menurut dia, panja itu alat atau perangkat komisi. Sementara, pansus itu setingkat dengan komisi.

"Panja itu tidak punya hak subpoena. Hak subpoena itu artinya hak untuk memaksa pihak-pihak yang dipanggil tetapi tidak mau datang, bisa dipakai instrumen paksa," ungkap Benny.

Sejauh ini, pengusul resmi Pansus Hak Angket Jiwasraya sudah dua fraksi, yakni PKS dan Partai Demokrat. Sebanyak 50 anggota FPKS sudah menandatangani usulan. Sementara dari Partai Demokrat 54 anggota menandatangani usulan pembentukan pansus. Di sisi lain, Komisi III, VI, dan XI DPR sudah membentuk panja.

Kejaksaan Agung masih menyidik dugaan korupsi Jiwasraya. Sejauh ini sudah lima tersangka yang dijerat. Mereka adalah mantan Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Herdrisman Rahim, mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Harry Prasetyo, mantan Kepala Divisi Keuangan dan Investasi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Syahmirwan, Presiden Komisaris PT Trada Alam Mineral Hery Hidayat, dan Presiden Komisaris PT Hanson Internasional Benny Tjokrosaputro. (boy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler