Tikki Pangestu & Fathudin Kalimas Soroti Pentingnya Peranan Kajian Ilmiah dalam Pembuatan Regulasi

Rabu, 05 Agustus 2020 – 19:10 WIB
Ilustrasi orang sedang menggunakan rokok elektrik atau vape. Foto: Natalia Laurens/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA AS) belum lama ini memberikan izin pemasaran bagi salah satu produk tembakau alternatif, yang merupakan produk tembakau yang dipanaskan.

Keterbukaan pemerintah Amerika Serikat terhadap hadirnya produk tembakau alternatif bisa menjadi acuan bagi Indonesia.

BACA JUGA: BPOM Beri Izin Produk Tembakau Alternatif Dipasarkan, Indonesia Perlu Kajian Ilmiah

Pasalnya, masih terdapat persepsi yang keliru bahwa produk tembakau alternatif dianggap sama dengan rokok.

Setelah mengkaji bukti-bukti ilmiah selama beberapa tahun, FDA AS menetapkan salah satu produk tembakau yang dipanaskan sebagai produk tembakau dengan risiko yang dimodifikasi atau Modified Risk Tobacco Product (MRTP).

BACA JUGA: Pemerintah Diminta Segera Melakukan Kajian Ilmiah Produk Tembakau Alternatif

Kerangka regulasi MRTP ditujukan bagi produk tembakau yang dipasarkan di AS untuk mengurangi bahaya atau risiko bagi pengguna.

Menanggapi hal tersebut, Mantan Direktur Riset Kebijakan dan Kerja Sama WHO sekaligus Visiting Professor di NUS’s Yong Loo Lin School of Medicine, Tikki Pangestu, berpendapat FDA AS telah mengeluarkan putusan penting di tengah perdebatan terhadap produk tembakau alternatif.

BACA JUGA: Mantan Direktur WHO: Kajian Ilmiah Seringkali Dikalahkan Oleh Opini

“Ini perkembangan yang penting dan sudah tepat waktunya. Izin tersebut membuktikan FDA AS telah menerima bukti ilmiah bahwa produk tersebut memiliki risiko kesehatan yang jauh lebih rendah dibandingkan rokok guna melindungi dan mendukung kesehatan masyarakat terutama para perokok yang mengalami kesulitan untuk berhenti,” kata Tikki.

Tikki menjelaskan ada pelajaran yang dapat diambil oleh Indonesia terkait keputusan FDA AS, yaitu kebijakan yang akan dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia lebih terbuka dan berdasarkan pada bukti ilmiah.

“Konsep atau prinsip kebijakan harus proporsional dengan risiko kesehatan dari produk. Mencakup label, aturan pemasaran atau iklan, ruang penggunaan, tarif cukai, dan lainnya,” jelas Tikki.

Terpisah, Direktur Kajian dan Riset Pusat Studi Konstitusi dan Legislasi Nasional (Poskolegnas) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fathudin Kalimas, mengatakan para pembuat kebijakan di Indonesia perlu mendorong pembahasan regulasi produk tembakau alternatif yang diperkuat dengan kajian ilmiah.

Saat ini, belum ada satu pun regulasi bagi produk tembakau alternatif yang berdasarkan kajian ilmiah.

“Kajian ilmiah penting untuk menjadi dasar dalam perumusan kebijakan yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat. Dengan menggunakan kajian ilmiah, kebijakan yang dikeluarkan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah sehingga diharapkan lebih bisa diterima semua pihak. Terlebih saat ini produk tembakau alternatif banyak menimbulkan perdebatan dan belum memiliki regulasi khusus,” tutur Fathudin.

Menurutnya hasil kajian ilmiah yang dilakukan di Indonesia bisa menjadi acuan dengan mempertimbangkan dari negara-negara lain sebagai referensi saat merumuskan kebijakan.

“Selain kajian ilmiah, perumusah kebijakan juga perlu diperkuat oleh masukan dari para pemangku kepentingan seperti akademisi, praktisi kesehatan, pelaku usaha, asosiasi, dan konsumen,” tandas Fathudin.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy Artada

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler