jpnn.com, JAKARTA - Pencoblosan yang mengedepankan asas langsung umum bebas dan rahasia, serta penyelenggaraan yang jujur dan adil, merupakan salah satu indikator demokratisnya pilkada.
Demikian dikatakan tim sukses Anies Rasyid Baswedan-Sandiaga Salahudin Uno, Agung Setiarso.
BACA JUGA: Semua Titik Dinilai Rawan, Jakarta Berstatus Waspada
"Indikator ini selalu kami pantau," tegasnya dalam diskusi Pilkada Sehat dan Demokratis di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (15/4).
Kalau ada indikasi penyimpangan, tentu akan dilaporkan kepada aparat berwenang.
BACA JUGA: Bu Mimah: Belum Apa-Apa, Leher Kami Sudah Dipegang
Dia mengingatkan, laporan jangan dianggap mendiskreditkan salah satu calon. Jangan pula laporan itu hanya diarsipkan. "Harusnya ada tindakan atas laporan itu," kata Agung.
Dian menjelaskan, asas langsung sudah jelas menyatakan bahwa pencoblosan dilakukan oleh pemilik suara. Kartu untuk memilih harus diberikan kepada pemilik sebenarnya. "Tidak boleh diwakilkan," ujarnya.
BACA JUGA: Di Depan Jemaah Jakarta Mengaji, Ketua DPW PKB DKI Puji Ahok-Djarot
Namun, Agung mengungkap bahwa pada putaran pertama lalu ada pemilih yang diwakilkan sehingga dilakukan pencoblosan ulang.
"Orang mencoblos bawa formulir C6 bukan atas nama dia. Kami khawatir hal seperti itu, karena indikasi itu banyak," katanya.
Karenanya dia mengusulkan, nanti pemilih menunjukkan C6 disertai kartu tanda penduduk. "Jadi dicocokkan dengan KTP. Bukan cuma bawa C6," jelas Agung.
Sedangkan asas umum, lanjut dia, seharusnya orang yang memenuhi syarat di DKI Jakarta yang berhak memberikan suaranya.
Namun, dia mengaku menemukan di lapangan ada orang yang bukan penduduk DKI Jakarta, datang hanya sekadar untuk mencoblos. Setelah mencoblos, pulang lagi ke daerah asalnya.
"Indikasi itu ada, mobilisasi dari luar daerah. Ini tentu mencederai demokrasi karena tidak murni hasil pilkada ini pilihan orang DKI Jakarta," ujar Agung.
Dia melanjutkan, asas bebas harus dipahami bahwa memberikan hak suara tanpa adanya tekanan apa pun dari siapa pun.
Dia mengatakan, intimidasi biasanya dilakukan oleh orang tertentu. Misalnya, atasan sebuah perusahaan kepada bawahannya untuk memilih calon tertentu.
"Ada indikasi itu," katanya. Dia mengaku hal ini memang sulit untuk dipermasalahkan atau dilaporkan ke aparat berwenang.
Selain minim saksi, ada pula yang tahu tapi tidak mau bersaksi. "Ada saksi tapi belum berani memberikan keterangan soal laporan itu," kata dia. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Timses Ahok: Setop Memancing di Air Keruh!
Redaktur & Reporter : Boy