jpnn.com - SURABAYA – Temuan apel yang dilapisi lilin di pasar tradisional di Surabaya beberapa waktu lalu disikapi Pemkot Surabaya. Beberapa satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di lembaga pemerintahan tersebut mengambil tindakan dengan membentuk tim investigasi. Tugas tim itu adalah mencari asal buah impor yang berbalut lilin tersebut.
Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Surabaya (Disperdagin) Widodo Suryantoro mengatakan bahwa tim investigasi itu terdiri atas dinas kesehatan (dinkes), dinas pertanian (distan) dan disperdagin. Tim tersebut akan menyisir beberapa tempat penjualan buah di jalan, pasar tradisional, maupun supermarket. Hal itu dilakukan untuk mencari buah yang dilapisi lilin serta menggali informasi tentang asal buah tersebut.
BACA JUGA: Seorang Pemuda Tewas di Kamar Kos karena Sakit Gigi
“Kami juga akan memeriksa beberapa gudang penyimpanan buah impor di Surabaya,” ungkapnya kepada Radar Surabaya (Grup JPNN.com) kemarin (15/11).
Tidak hanya menyisir, tim tersebut juga akan membawa sampel buah dari tiap tempat untuk diperiksa, apakah memang benar terdapat lapisan lilin atau tidak. Sebab, menurut Widodo, tidak mudah membedakan antara buah yang berlilin dan buah yang sebelumnya terkena pestisida.
BACA JUGA: Mantan Guru SD Ditetapkan Tersangka Pencabulan
“Tidak cukup kalau hanya dikerok kulitnya, tapi juga harus diuji di laboratorium,” tuturnya.
Widodo menjelaskan, jika buah impor itu terbukti mengandung zat-zat yang berbahaya, pihaknya akan meminta distributor menariknya dari pasaran. Selanjutnya, pihak distributor harus menggantinya dengan buah yang layak untuk dikonsumsi.
BACA JUGA: Banggai Diguncang Gempa 5 SR
“Kalau dibiarkan, hal itu akan mengancam kesehatan para konsumen,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Litbang Kadin Jatim Priyo Dhramawan menuturkan, boleh dibilang, buah impor kini nyaris mendominasi peredaran buah di tanah air. Di antaranya, di Surabaya. Menurut dia, tahun ini 50 persen buah yang dijual di kios-kios pedagang adalah buah lokal dan 50 persen impor. Tahun sebelumnya, justru hampir 75 persen buah impor menguasai pasar.
Dia menerangkan bahwa buah impor semakin merajalela setelah 1980-an. “Peredarannya juga membanjiri sampai ke daerah pinggiran. Bahkan, hampir semua pedagang kaki lima menjajakan buah impor,” paparnya.
Priyo mencontohkan, saat ini sangat gampang mencari buah impor di pedagang kaki lima. Buah yang dijual juga terbilang lengkap. Ada anggur, apel merah, kelengkeng bangkok, apel hijau, jeruk, dan pir. Buah tersebut berasal dari Amerika, Tiongkok, Thailand, dan Peru.
“Peredaran buah impor tersebut kebanyakan dari pedagang besar di kota-kota besar, seperti Jakarta. Ada juga yang mendapatnya dari pedagang yang berada di Purwokerto maupun Cilacap,” ungkapnya.
Jika dibiarkan, kata Priyo, kondisi tersebut mengkhawatirkan. Bukan hanya konsumen, petani buah dan sayur lokal juga dirugikan. Pada 2013, menteri perdagangan menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) Nomor 30/M-DAG/PER/5/2013 untuk mengendalikan angka impor hortikultura yang melonjak. Permen tersebut sebenarnya berlaku efektif.
Sebab, Permen didasarkan pada amanat UU No 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura yang mewajibkan importer memperhatikan aspek keamanan pangan dan menjaga stabilitas nasional. Selain itu, Kementerian Perdagangan berupaya untuk mengatur besaran impor dan waktunya.
“Peraturan tersebut juga ditujukan agar importer harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan, seperti hal yang terkait dengan label dan kemasan serta ketentuan keamanan dan perlindungan terhadap kesehatan kon sumen. Baik manusia, tumbuhan, maupun lingkungan,” ungkapnya.
Yang jelas, kata Priyo, pemerintah harus melakukan perlindungan maksimal terhadap petani lokal dan konsumen dari buah impor. Sebab, Pusat Karantina Badan Karantina Kementerian Pertanian pernah menemukan bahwa sekitar 800 ribu ton buah yang dikirim ke Indonesia adalah buah yang tak laku alias berkualitas buruk di negara asalnya.(yua/c1/jee)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Banjir Terjang Ribuan Rumah Warga di Empat Kabupaten
Redaktur : Tim Redaksi