jpnn.com, SURABAYA - Pemerintah telah mengesahkan Undang-Undang nomor 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) pada Oktober lalu. UU tersebut menjadi bentuk kehadiran negara dalam memperbaiki tata kelola untuk pekerja migran yang lebih baik.
Direktur Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker RI) Soes Hindarno mengatakan, untuk menindaklanjuti UU tersebut Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI), sebelumnya dikenal dengan Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS), harus bersinergi.
BACA JUGA: Menteri Hanif Dorong Apjati Lebih Profesional
Salah satunya yaitu untuk mendorong citra positif perusahaan. Sebab, asumsi yang selama ini berkembang setiap terjadi suatu permasalahan TKI yang kerap disorot negatif adalah PPTKIS.
“Untuk itu persepsi UU PPMI harus disamakan. Kita harus membangun citra positif dengan memahami UU pasal tiap pasal agar tidak ada kesalahpahaman,” kata Soes saat memberikan sambutan di acara rapat kerja teknis pelaksana penempatan tenaga kerja Indonesia swasta dengan tema Membangun Citra Positif PPTKIS dalam Memberikan Pelayanan Penempatan dan Perlindungan TKI di Surabaya, Kamis (14/12).
BACA JUGA: Menteri Hanif Dhakiri Lantik DK3N 2017-2021
Acara ini berlangsung selama satu hari dan mengundang 150 P3MI regional timur. Saat ini jumlah P3MI yang tercatat di Kemnaker per November 2017 yakni sebanyak 446 yang berada di seluruh Indonesia.
Soes melanjutkan acara ini dilaksanakan sekaligus untuk membangun komitmen bersama dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan terhadap calon PMI/PMI dan membantu pemerintah dalam rangka mendorong proses migrasi bekerja secara aman.
BACA JUGA: Perjanjian Kerja Kunci Hubungan Industrial Harmonis
“Di sini kami juga menginginkan ide-ide segar dan positif dari P3MI yang nantinya masukan itu sebagai bahan untuk merancang turunan daripada UU PPMI,”ujarnya.
Untuk diketahui, Rancangan Undang-Undang (RUU) Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) untuk disahkan menjadi Undang-Undang telah disetujui dalam Rapat Paripurna DPR RI, pada akhir Oktober lalu. UU ini kemudian ditandatangani Presiden tanggal 22 November 2017
Ada tujuh substansi penting dalam RUU yang disepakati antara pemerintah dan DPR. Pertama, pembedaan secara tegas antara Pekerja Migran Indonesia dengan warga negara Indonesia yang melakukan kegiatan di luar negeri yang tidak termasuk sebagai Pekerja Migran Indonesia. Kedua, pemberian jaminan sosial bagi Pekerja Migran Indonesia yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Ketiga, pembagian tugas yang jelas antara pembuat kebijakan dan pelaksana kebijakan dalam penyelenggaraan perlindungan pekerja migran Indonesia mulai dari sebelum bekerja, selama bekerja, dan setelah bekerja. Keempat, pembagian tugas dan tanggung jawab secara tegas antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam memberikan perlindungan terhadap pekerja migran Indonesia dan keluarganya secara terintegrasi dan terkoordinasi.
Kelima, pelaksana penempatan pekerja migran Indonesia ke luar negeri tugas dan tanggung jawabnya dibatasi dengan tidak mengurangi tanggung jawab Pemerintah dalam memberikan Pelindungan kepada pekerja migran Indonesia. Keenam pelayanan penempatan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah secara terkoordinasi dan terintegrasi melalui Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA).
Ketujuh adalah pengaturan sanksi yang diberikan kepada orang perseorangan, Pekerja Migran Indonesia, korporasi, dan Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai penyelenggara pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia lebih berat dan lebih tegas dibandingkan sanksi yang diatur dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004. (kda/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Wapres Serahkan Penghargaan Paramakarya Kepada 30 Perusahaan
Redaktur : Tim Redaksi