Tingkatkan Panen, Agroekologi Solusi Pertanian Masa Depan

Minggu, 18 November 2018 – 13:58 WIB
Diskusi bertajuk Strategi Mengarustamakan Agroekologi yang digagas Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) di Bogor, Jawa Barat, Jumat (16/11). Foto: KRKP

jpnn.com, BOGOR - Kepala Departemen Proteksi Tanaman Institut Pertanian Bogor (IPB) Suryo Wiyono menilai agroekologi bisa menjadi solusi pertanian pada masa mendatang.

Menurut dia, agroekologi memiliki kemampuan menghasilkan produksi pertanian lebih tinggi dibanding pola pertanian konvensional.

BACA JUGA: Kadin Dorong Peningkatan UKM dan IKM Pertanian

Namun, agroekologi masih belum mendapatkan perhatian dan dukungan dari akademisi maupun pemerintah di Indonesia.

"Padahal agroekologi itu punya masa depan karena sejumlah riset di lapangan membuktikan bahwa agroekologi mampu menjawab tantangan pertumbuhan penduduk," kata Suryo dalam diskusi bertajuk Strategi Mengarustamakan Agroekologi yang digagas Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) di Bogor, Jawa Barat, Jumat (16/11).

BACA JUGA: KEIN Beber Bukti Usaha Pemerintah Wujudkan Lumbung Pangan

Suryo mengatakan, prinsip dasar dari agroekologi adalah pola pertanian ramah lingkungan dan berkelanjutan. Pola ini, kata dia, tetap mengadopsi teknologi dalam pola budidaya.

"Kami sudah melakukan uji coba di Cepu pada padi. Begitu juga di Klaten. Hasilnya ternyata luar biasa. Pola agroekologi bisa sampai 13 ton (per hektare)," ujar Suryo.

BACA JUGA: Teknologi Digital Mutlak untuk Tingkatkan Produksi Pertanian

Lily Batara dari KRKP menjelaskan, hasil penelitian tesisnya menunjukkan agroekologi memiliki kemampuan produksi yang lebih baik dibanding pertanian konvensional.

Pola pertanian konvensional merujuk pada penggunaan bahan-bahan kimiawi seperti pestisida dan pupuk yang berpotensi merusakan ekosistem lingkungan.

"Tesis saya membuktikan itu. Di Sumatera Barat, produksi (padi) tinggi. Bisa menghasilkan sebelas ton per hektare,” ujar Lily.

Lily menjelaskan, gerakan agroekologi ini sebenarnya sudah mulai muncul di Indonesia sejak awal 2000-an.

Kendala yang dihadapi, kata dia, kebijakan yang belum mendukung agar agroekologi dijadikan pilihan dalam budi daya.

"Lalu preferensi konsumen kita masih belum mendukung dan rantai tata niaga (produksi pertanian) konvensional yang masih sangat dominan menguasai pasar," jelas Lily.

Sementara itu, Ketua Bidang Koleksi Bank Benih, Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia (AB2TI) Azwar Hadi Nasution mengatakan, untuk mengarusutamakan agroekologi di Indonesia harus menemukan definisi yang jelas dan khas.

Di dunia, kata dia, gerakan agroekologi ini didorong oleh pemikiran yang berbeda-beda. 

Untuk membangun defenisi agroekologi di Indonesia, sambung Azwar, setidaknya ada enam prinsip agroekologi yang telah disusun oleh ilmuwan dari Berkeley University.

Keenam prinsip itu di antaranya menjaga keberagaman sumber daya genetika, menghasilkan benih secara mandiri, menghargai kearifan dan pengetahuan lokal.

“Di Indonesia jika kita bicara agroekologi, kita memang harus tentukan definisi dan prinsip menurut kita sendiri,” kata Azwar. (jos/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Rina Saadah Ingin Ubah Pertanian Tradisional Jadi Modern


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler