Titik Soeharto: Yayasan Supersemar Bangkrut, Duitnya Sudah Habis

Jumat, 14 Agustus 2015 – 20:34 WIB
Titiek Soeharto. Foto: Dokumen JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Titiek Soeharto mempertanyakan putusan Mahkamah Agung (MA) yang menuntut ahli waris keluarga Cendana dan Yayasan Supersemar membayar ganti rugi pada negara sebesar Rp 4,3 triliun.

Putri mantan Presiden Soeharto itu mengungkapkan, dana pemerintah pada yayasan itu hanya 5 persen karena itu tidak ada penyalahgunaan seperti yang disebut selama ini.

BACA JUGA: Wahai Anggota DPRD Sumut, Siap-Siap Saja Digarap KPK

“Tuntutan itu pada Yayasan Supersemar dan kami menyatakan tidak ada penyalahgunaan dana negara oleh yayasan supersemar. Kenapa? Karena memang waktu itu ada Perpres tahun 1976 dan diikuti dengan keputusan menteri keuangan bahwa 5 persen dari sisa laba bank pemerintah digunakan untuk membantu pendidikan dan disalurkan melalui yayasan Supersemar,” tegas Titiek di kompleks DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (14/8).

Tuntutan dari MA itu berkaitan dengan kasus dugaan penyelewengan dana beasiswa Yayasan Supersemar yang dijalankan keluarga Soeharto. Di kasus itu disebutkan dana yang seharusnya disalurkan kepada siswa dan mahasiswa itu justru diberikan kepada beberapa perusahaan. Namun, ini ditampik Titiek.

BACA JUGA: Pramuka Tambah Umur, Semangat Jangan Luntur

Mantan istri Prabowo Subianto tersebut mengatakan, Yayasan Supersemar hanya menerima Rp 309 miliar atau 5 persen berdasarkan perpres yang ada. Sedangkan beasiswa yang dikeluarkan yayasan tersebut sebesar Rp 504 miliar.

Titiek juga mengungkapkan Yayasan Supersemar didirikan oleh Presiden Soeharto pada 1974 untuk memberikan beasiswa pendidikan bagi masyarakat. Sumber dana yayasan tersebut salah satunya adalah lima persen laba bank pemerintah sesuai Peraturan Presiden Tahun 1976 yang diikuti dengan Peraturan Menteri Keuangan saat itu. Karena itu, ia menolak jika pemerintah dianggap berperan penting dalam mendanai yayasan itu

BACA JUGA: Kejaksaan Agung Verifikasi Aset Yayasan Supersemar

“Dana yayasan bukan hanya dari bank-bank. Sisa laba 5 persen dari bank pemerintah, tapi lainnya dari masyarakat, perusahaan besar swasta dalam negeri atau pun luar negeri maupun dari konglomerat-konglomerat. Pemerintah saat itu belum sanggup untuk menyekolahkan seluruh rakyatnya. Jadi dari bank pemerintah itu cuma 5 persen dari sisa laba. Enggak seberapa. Itu kan untuk negara juga,” sambungnya.

Kini, Titiek menyatakan tidak mungkin Supersemar bisa membayarkan sesuai tuntutan MA tersebut. Ditambah, ia tegas mengatakan, kasus itu sudah tidak diusut lagi sejak 2008 lalu.

“Aneh. Orang enggak ada case-nya. Ini tuntutan tahun 2008. Tapi 2008 keluar peraturan pemerintah bahwa itu punya yayasan. Kami enggak salah dan bukan keluarga yang dituntut. Yayasan harus bayar uang segitu, tapi ini uang yayasan udah habis, sudah bangkrut,” tandas Titiek. (flo/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Anak Buah Megawati Kritik Jokowi Angkat Dua Tokoh Ini jadi Menteri


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler