Tjilik Riwut dari Bukit Batu

Rabu, 18 Januari 2017 – 14:07 WIB
Tjilik Riwut. Foto: Public Domain.

jpnn.com - LEGENDA ini menaungi sejarah Tjilik Riwut, lakon utama bergabungnya Kalimantan ke Republik Indonesia.

Wenri Wanhar - Jawa Pos National Network

BACA JUGA: Alkisah Tjilik Riwut

Dari kejauhan di Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah terlihat bukit batu menjulang tinggi. Lokasinya tak jauh dari kota Kasongan. 

Begitu didekati, setelah melalui hutan belantara dengan mendaki, Anda akan mendapati susunan batu-batu besar. Umpama permadani, di halamannya yang luas terhampar rumput hijau.  

BACA JUGA: Sejarah Jalur Rempah Nusantara dalam Dunia Fashion

Melihat tumpukan bebatuan raksasa "sebesar-besar rumah" itu, sejurus waktu siapa pun niscaya menduga; seperti ada yang menyusunnya. Apalagi, batu itu berderet-deret rapi. 

Pemandangan inilah yang dari kejauhan nampak seperti gunung batu. Pemerintah setempat menjadikannya objek wisata spiritual Pertapaan Pahlawan Nasional Tjilik Riwut.

BACA JUGA: Sebelum Presiden, Soeharto Hampir Jadi Sopir Taksi

Tjilik Riwut dianugerahi gelar Pahlawan Nasional berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No. 108/TK/1998. Sejarah hidupnya memang lekat dengan legenda Bukit Batu. 

Pertengahan 1999, sebagaimana diulas Kalimantan Review No. 46, muncul biawak sebesar pohon kelapa di kampung Luwuk, hilir Kasongan, Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah.

Orang sekampung heboh. Berbekal mandau, tombak dan senjata lainnya, biawak itu diburu. Ternyata, segala macam senjata tak mempan. Biawak raksasa itu pun berdiri dan berkata, "jangan takut dan jangan sakiti saya. Saya jelmaan Tjilik Riwut dari Bukit Batu."

Sempat tak percaya. Tapi, beberapa adegan kemudian, para pemburu pun minta maaf. 

Biawak itu membawa pesan, agar segera dilaksanakan upacara Manyanggar Lewu (membersihkan kampung). Dan, agar orang Dayak bisa hidup sejahtera, dan tidak tersisih oleh orang-orang yang datang dari luar, tekunlah berladang dan berkebun.

Entah iya, entah tidak. Yang pasti, senarai kisah di atas membawa pesan baik. Yakni, kelestarian alam harus dijaga. 

Dan, kisah Tjilik Riwut dari Bukit Batu memang senantiasa hidup di kalangan orang Dayak. 

Hikayat Bukit Batu

Tjilik Riwut pernah menjadi wartawan pada 1940-an. Dia juga menulis sejumlah buku.

Antara lain, Makanan Dayak (1948), Sejarah Kalimantan (1952), Kalimantan Memanggil (1958), Memperkenalkan Kalimantan Tengan dan Pembangunan Kota Palangka Raya (1962), Manaser Panatau Tatu Hiang (1965), Kalimantan Membangun (1979).

Kisah berikut ini disarikan dari Manaser Panatau Tatu Hiang...

Riwut Dahiang sangat mendambakan anak lelaki. Berkali-kali istrinya yang bernama Piai Djelau melahirkan. Tapi, bila lelaki selalu meninggal saat balita.

Maka Riwut Dahiang yang tinggal di Sungai Sala pergi ke Bukit Batu. Berdoa kepada Hatalla (yang maha kuasa). Balampah (bertapa) memohon diberikan putra. 

Singkat cerita, ia dapat petunjuk akan dapat seorang putra yang kelak mengemban tugas khusus bagi sukunya.

Waktu yang dinanti tiba. 2 Februari 1918 Piai Djelau melahirkan di kebun durian, di kampung Katunen, Kasongan. Anak laki-laki itu diberi nama Tjilik Riwut. 

Sejak kecil, Tjilik Riwut acap diajak ayahnya ke Bukit Batu. Beranjak dewasa, ia mulai mengikuti tradisi ayahnya balampah di bukit itu. 

Masih dari sumber yang sama, diriwayatkan pula Hikayat Bukit Batu. Pada zaman dahulu kala…ada seorang bakaji (berilmu tinggi) bernama Burut Ules dari desa Tumbang Liting. 

Suatu hari, saat berehat usai bekerja membuka lahan pertanian, Burut Ules melihat tujuh bidadari turun dari langit dan mandi di telaga.

Kisah selanjutnya, serupa tapi tak sama dengan legenda Tapian Puti di Minangkabau dan Jaka Tarub di tanah Jawa. 

Ya, sebagaimana Jaka Tarub di Jawa, dan Malin Deman di Ranah Minang, Burut Ules berhasil kawin dengan satu di antara tujuh bidadari. Dari hubungan itu lahirlah seorang anak.  

Kemudian hari, terjadi konflik sehingga sang bidadari naik lagi ke kahyangan. Anaknya dibawa serta. Karena dari alam yang berbeda, dewasa kelak si anak akan kembali ke alam ayahnya.

Sekian tahun kemudian…langit bergemuruh di Teluk Derep, Tumbang Kasongan. Petir bersahutan. Batu besar turun dari langit. Diyakini, saat itulah anak Burut Ules turun dari kahyangan. Dan Bukit Batu diyakini sebagai kediamannya. 

Di sinilah Tjilik Riwut mendapat wangsit agar pergi menyebarang laut ke Jawa. Di sini pula ia mengangkat sumpah tak kawin sebelum Indonesia merdeka. Boleh jadi, Bung Karno yang berkawan dengan Tjilik Riwut tahu cerita ini. Sebab…--bersambung (wow/jpnn)

Berita terkait: Alkisah Tjilik Riwut 

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Menurut Fariz RM, Ismail Marzuki itu...


Redaktur & Reporter : Wenri

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler