Sebelum Presiden, Soeharto Hampir Jadi Sopir Taksi

Minggu, 08 Januari 2017 – 21:49 WIB
Soeharto. Foto: Public Domain.

jpnn.com - "INI adalah kejadian nyata," ungkap Probosutedjo dalam Memoar Romantika Probosutedjo: Saya dan Mas Harto. "Mas Harto memang pernah sangat ingin banting setir menjadi sopir taksi." 

Wenri Wanhar - Jawa Pos National Network

BACA JUGA: Menurut Fariz RM, Ismail Marzuki itu...

Berikut ini kesaksian langsung dari Probosutedjo, adik mantan Presiden Soeharto, sebagaimana dicuplik langsung dari memoarnya:

Mas Harto pernah merasa putus asa dengan pekerjaannya sebagai tentara. Dia tak juga naik pangkat dan merasa disikapi tak adil dalam angkatannya. 

BACA JUGA: Senarai Hikayat Para Raja Bali

Dia mengungkapkan niatnya untuk menjadi sopir taksi saja. Menyetir mencari uang dan tidak perlu gelisah dengan pangkat.

Probo tak menulis kapan persisnya peristiwa itu terjadi. Pendiri Universitas Mercu Buana itu hanya menyebut kejadiannya terjadi pada pertengahan dekade 1950-an. 

BACA JUGA: Apa dan Siapa di Koin Rp1000?

JPNN.com pun memeriksa buku biografi pertamanya Soeharto yang berjudul Soeharto--Dari Pradjurit Sampai Presiden yang ditulis O.G. Roeder.

Sayang, kisah tentang keinginannya meninggalkan ketentaraan dan banting setir menjadi sopir taksi tak ada. Tapi, karir militernya dalam periode 1950-an dan seterusnya cukup lengkap. Begini ulasan ringkasnya…

"Setelah penjerahan kedaulatan, pangkat Soeharto sebagai Letnan Kolonel TNI disahkan," tulis Roeder, dicuplik sesuai ejaan aselinya.

Penyerahan kedaulatan yang dimaksud terjadi paska 27 Desember 1949, setelah ditekennya persetujuan Konferensi Meja Bundar (KMB). 

"Pada tanggal 1 Djanuari 1957, dinaikkan pangkatnja mendjadi Kolonel (Infanteri). Di waktu itu tjatatan ringkas mengenai dirinja adalah: umur 35 tahun; sudah lebih 16 tahun dinas militer…" sambung Roeder. 

"Setelah mengikuti pendidikan militer di SESKOAD," masih melansir Roeder, "pada 1 Djanuari 1960, pangkatnya naik jadi Brigadir Djenderal," dan, "1 Djanuari 1962 berpangkat Mayor Djenderal."  

Menelaah itu, besar kemungkinan, peristiwa yang dikisahkan Probosutedjo ini terjadi dalam rentang waktu 1950-1957. 

Oiya, karena sempat ingin jadi sopir taksi, sebenarnya kapan dan di mana Soeharto belajar bawa mobil?

Belum diketemukan literatur yang mengisahkan itu. Yang jelas pada saat perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia (1945-1949) dia sudah bisa nyetir. 

Rosihan Anwar bercerita, "saya jalan berjam-jam dengan Suharto untuk menemui Jenderal Sudirman dan diantar olehnya. Tapi satu kali pun ia tidak bicara. Ia hanya menyetir mobil." 

"Ia (Soeharto--red) berpakaian seragam putih dan menyetir sendiri sebuah mobil Landrover," kenang Rosihan sebagaimana ditulis Tribuana Said dalam buku Rosihan Anwar: Wartawan dengan Aneka Cita Rasa.

Rosihan Anwar sendiri menulis kejadian itu dalam buku In Memoriam, sebagai berikut: 

"Tanggal 7 Juli 1949 Letkol Soeharto, wartawan foto Ipphos Frans Sumarto Mendur dan Pemred Pedoman Rosihan Anwar berangkat dari Yogyakarta pagi hari, naik mobil Landrover yang dikemudikan Soeharto menuju Wonosari." 

Nah, mendengar Soeharto yang mau keluar dari tentara dan beralih profesi menjadi sopir taksi, "Mbakyu Harto langsung mengatakan sesuatu pada suaminya," ungkap Probo.

Mbakyu Harto yang disebut Probo adalah Ibu Tien. 

"Waktu menikah, kan Mas tidak bilang sama saya kalau Mas mau jadi sopir taksi," ujar Ibu Tien, sebagaimana ditirukan Probo. "Mendengar itu, Mas Harto langsung gontai. Tapi Mbakyu Harto lalu memberinya nasehat agar tak patah semangat." 

Menurut Probo, Mbakyu Harto-nya adalah poros kekuatan, sumber energi dan pelabuhan damai kakaknya. 

"Saya ingat beberapa kali Mbakyu Harto pernah membangkitkan semangat suaminya manakala Mas Harto menemui masalah besar dalam pekerjaannya. Dan, setiap kali mendapat nasehat dari istrinya, Mas Harto seperti menemukan pencerahan kembali." (wow/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tintin, Hadiah Tahun Baru!


Redaktur & Reporter : Wenri

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler