TNI Akui Anggotanya Jadi Backing BBM Ilegal

Rabu, 15 Oktober 2014 – 08:26 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Dua anggota TNI Batalion Infantri 134/Tuah Sakti terbukti terlibat sebagai backing penimbunan BBM di Batam, Kepulauan Riau. Fakta tersebut dibeber tim investigasi bentukan TNI - Polri yang kemarin mengeluarkan hasil penyelidikan atas kasus bentrokan TNI-Polri di Batam beberapa waktu lalu.

Kapuspen TNI Mayjen Fuad Basya mengatakan, keterlibatan anggotanya tersebut dalam batas melakukan penjagaan di luar gudang penimbunan BBM ilegal di depan Perumahan Umum Cipta Asri, Kelurahan Tembesi, Kecamatan Sagulung, Batam.  "Dari hasil investigasi, memang ada anggota TNI yang bertugas di lokasi penimbunan BBM tersebut. Dari pengakuan mereka, mereka mengaku tidak mengetahui itu ilegal atau tidak," tuturnya dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam kemarin.

BACA JUGA: Onde-Onde Temani Pertemuan Ical dengan Jokowi

Fuad mengatakan, aksi kedua anggota TNI tersebut tidak sepengetahuan atasannya. "Mereka itu curi-curi, komandannya tidak tahu. Jadi ya istilahnya mencari tambahan-tambahan (penghasilan)," sambungnya.

Dari hasil investigasi disebutkan bahwa kisruh antara TNI dan Polri ini dimulai saat tim Ditreskrimsus Polda Riau bersama anggota Brimob menggerebek lokasi penimbunan BBM ilegal tersebut. Namun, ternyata di gudang itu ada dua anggota TNI yang berjaga.

BACA JUGA: Desak KemenPAB-RB Pelototi Pengangkatan Pejabat Kemenkeu

Saat pasukan Brimob mencoba keluar dari lokasi, keributan justru muncul. Untuk menghentikan  kerusuhan yang terjadi, salah satu anggota brimob, AKP OYP mengeluarkan tembakan dan melukai dua anggota TNI tersebut.

Fuad menyebut, tembakan itu tidak secara sengaja ditujukan pada dua oknum TNI yang tengah berjaga. "Tembakan memang disengaja, tapi tidak diarahkan. Jadi kalau saya tembak seperti ini (ke bawah) itu mantul kemana-mana. Kita menyebut istilahnya rekoset," pungkasnya.

BACA JUGA: Setelah Jumpa Ical, Jokowi Akan Temui Prabowo

Lantas bentrok pun meluas saat dua anggota TNI mendatangi markas Brimob untuk mengklarifikasi aksi penembakan tersebut. Kedatangan dua oknum TNI itu diartikan berbeda oleh petugas yang tengah berjaga. Sang petugas justru membunyikan lonceng tanda bahaya yang kemudian membuat anggota Brimob berbondong-bondong datang membawa senjata.

Kericuhan pun tak terelakkan. Dua anggota TNI lagi-lagi menjadi sasaran rekoset peluru anggota Polri. Tapi sayangnya hingga kini masih belum diketahui siapa pelaku penembakan tersebut.
       
Atas dua bentrokan yang terjadi itu, tim investigasi memberikan dua rekomendasi pada pihak Polri. Yakni, meminta dilaksanakannya proses hukum pada AKP OYP atas penembakan yang dilakukan di gudang penimbunan BBM. Kedua, Polri diminta memindaklanjuti bukti-bukti yang diberikan tim investigasi dan menelusuri siapa oknum dibalik penembakan yang terjadi di markas Brimob.
       
Ada 12 oknum Brimob yang diketahui saat itu membawa senjata. "Jadi meski tidak disengaja, AKP OYP diminta untuk diproses hukum. Hukumannya tergantung jenis kesalahannya. Sementara, untuk kasus di markas Brimob diminta untuk dicari pelakunya," ungkapnya.  Sementara untuk TNI AD, lanjut dia, tim investigasi meminta agar dua oknum tentara yang berjaga di gudang penimbunan BBM ilegal juga diproses secara hukum.
       
Sementara itu, Kadivhumas Mabes Polri Irjen Ronny Franky Sompie menuturkan bahwa penangan kasus BBM ilegal terus berjalan. Dari hasil penyelidikan, sudah ada lima orang yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penimbunan BBM ilegal tersebut.
       
Mereka adalah Harun Soha (Pengelola gudang), BIS (penjaga gudang), AAP (kasir gudang), AW (pelansir BBM), dan Noldy (pembeli). "Berkaitan dengan kasus saat ini masih terus berjalan. Kita terus lakukan penyelidikan. sementara untuk distribusi BBM sudah cukup baik," ungkapnya.
       
Untuk situasi memanas antara TNI dan Polri, Ronny menegaskan bahwa saat ini kondisi telah kondusif. Tidak ada bentrokan maupun kisruh diantara oknum TNI dan Polri. "Semua telah kondusif. Para perwira TNI dan Polri telah bertemu dan menyelesaikannya," ungkapnya.
       
Keterangan Fuad dan Ronny sekaligus menepis pengakuan awal anggota Yonif 134 ketika dimintai keterangan oleh Mabes AD usai kejadian. Kala itu, anggota Yonif 134 mengaku hanya lewat lokasi lalu terkena peluru. Laporan tersebut lalu dipublikasikan oleh Mabes AD sebagai pernyataan resmi. Belakangan, ketahuan bahwa dua oknum yang tertembak itulah yang justru menjadi backing dalam bisnis solar ilegal.
       
Sementara itu, pengamat militer Rizal Darma Putra menilai sudah saatnya TNI melakukan terobosan dalam hal disiplin dan kode etik bagi prajuritnya. Yakni, dengan membuat aturan yang mampu meminimalisir celah bagi prajurit untuk melanggar.
       
Terobosan lain yang bisa dilakukan adalah mendisiplinkan prajurit lewat hukum sipil. "Prajurit militer yang melanggar hukum sipil sebaiknya memang diproses di wilayah sipil, yakni pengadilan negeri, bukan pengadilan militer," ujarnya. Proses penyidikannya tetap dilakukan secara militer. Namun, ketika diadili, dibawa ke Pengadilan Negeri.
       
Secara psikologis, jika pelanggaran pidana sipil diproses di peradilan militer, akan muncul sikap apatis dari masyarakat. Terutama, pada korban sipil yang dirugikan atas pelanggaran prajurit. "Dampaknya, apapun hasil dari peradilan militer tidak akan memuaskan masyarakat," lanjut Direktur Eksekutif Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia (Lesperssi) itu. (mia/byu/sof)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jangan Ada Lagi Kontroversi seputar Pelantikan Jokowi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler