jpnn.com, JAKARTA - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mengharapkan RUU Terorisme semakin menguatkan penegak hukum dalam rangka pemberantasan teroris.
Kompolnas juga mengapresiasi sikap Presiden Joko Widodo yang menginginkan RUU Terorisme segera dibahas dan dirampungkan guna mencegah tindakan-tindakan terorisme di Indonesia.
BACA JUGA: Panglima TNI Sebut Teroris Bakal Berpesta di Indonesia, Nih Sebabnya
Komisioner Kompolnas Bekto Suprapto mengatakan, UU Teroris yang ada saat ini adalah produk undang-undang yang dibuat pascaledakan bom Bali, sehingga pasal-pasalnya masih belum memuat aturan yang memberikan kewenangan kepada Polri untuk bisa menangkap orang yang diduga sebagai teroris.
Oleh karena itu, kata dia, Kompolnas mendukung jika dalam revisi UU Teroris memuat pasal-pasal yang memberikan kewenangan pada aparat penegak hukum untuk bisa menindak orang atau kelompok yang diduga akan melakukan tindakan terorisme.
BACA JUGA: Politikus PDIP: Pelibatan TNI Berantas Terorisme Khianati Cita-Cita Reformasi
"Misalnya orang-orang yang diduga anggota ISIS yang baru pulang dari Suriah. Selain itu, Kompolnas juga mendukung pelibatan masyarakat sipil dalam hal pencegahan dan rehabilitasi dampak kejahatan terorisme," kata dia dalam keterangan yang diterima, Kamis (1/6).
Dia melanjutkan, Kompolnas juga melihat adanya pro dan kontra pelibatan TNI dalam menanggulangi aksi terorisme.
BACA JUGA: Polri Minta Pertajam Perbedaan Kewenangan dengan TNI dalam RUU Terorisme
Terkait hal tersebut, lanjutnya, Kompolnas berpendapat bahwa RUU harus menghasilkan fungsi dan peran yang tajam sebagai pelaksanaannya.
"Mengacu pada Tap MPR RI Nomor VII tahun 2000 tentang Peran TNI dan Peran Polri yang menandai Reformasi TNI dan Reformasi Polri, khususnya Pasal 4 tentang Tugas Bantuan Tentara Nasional Indonesia, ayat 2 menyatakan bahwa Tentara Nasional Indonesia memberikan bantuan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka tugas keamanan atas permintaan yang diatur dalam Undang-undang. Oleh karena itu Kompolnas memandang perlunya dibuat UU Tugas Perbantuan TNI kepada Polri sebagai pelaksanaan mandat reformasi TNI dan Polri, dalam rangka menyempurnakan dan mengembalikan kepada hakikatnya Pasal 7 ayat 2 dan 3 UU TNI Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia," kata dia.
Menurutnya, dalam UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI pasal 7 ayat 2 dan ayat 3 menyatakan bahwa TNI memiliki tugas pokok operasi militer selain perang mengatasi aksi terorisme.
Akan tetapi tugas tersebut harus dilaksanakan berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara, yang seharusnya berdasarkan Tap MPR Nomor VII tahun 2000 hal dimaksud diatur dalam Undang-undang tersendiri, bukan kebijakan dan keputusan politik semata.
"Dalam perkembangan pembahasan Revisi UU Teroris ada wacana untuk mengubah pendekatan penegakan hukum menjadi perang melawan terorisme, maka kami menegaskan bahwa pendekatan penegakan hukum adalah pendekatan yang sangat ideal," kata dia.
Terlebih, lanjut Bekto, pendekatan penegakan hukum yang modern tidak semata-mata melakukan tindakan represif, tetapi juga hingga pendekatan keadilan yang memulihkan Pancasilais.
"Perubahan pendekatan dari penegakan hukum menjadi perang melawan terorisme justru menunjukkan kemunduran dan akan merusak profesionalitas aparat penegak hukum serta aparat TNI, merusak criminal justice system, merusak reformasi Polri dan TNI, berpotensi memunculkan pelanggaran HAM yang serius, serta dipastikan akan merusak tatanan masyarakat Indonesia yang Pancasilais," kata dia.
Bekto juga menilai, sebagaimana amanah Reformasi sesuai dengan Tap MPR Nomor VII tahun 2000 yang masih belum seluruhnya terlaksana perlu dipastikan kembali agar pemerintah dan DPR membentuk Undang-undang untuk TNI tunduk terhadap peradilan umum.
Terutama dalam hal pelanggaran hukum pidana umum (nonmiliter), sebagaimana diatur dalam Tap MPR RI Nomor VII tahun 2000.
"Kompolnas kembali mengingatkan dan mengajak kepada segenap komponen bangsa, agar dalam bertindak, berprilaku dan berpikir, merujuk kepada Pancasila harus tunduk dan patuh terhadap ketentuan sebagaimana yang diatur dalam Tap MPR RI Nomor VII tahun 2000," tandas dia. (Mg4/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Romo Syafii Heran Pansus RUU Terorisme Dituduh Lamban
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga