Tolak Akreditasi Sekolah jadi Acuan Kuota Undangan

Kamis, 26 Januari 2017 – 00:27 WIB
Siswa siswi SMA. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com - jpnn.com - Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) mengeluarkan kebijakan membatasi kuota jalur undangan masuk perguruan tinggi negeri (PTN).

Namun, para Kepala SMA negeri dan swasta di Kota Malang, tampaknya cuek dengan kebijakan itu.

BACA JUGA: Selama Ini SMAN-SMKN Kota Batu Sudah Gratis

Kepala sekolah (kasek) di Kota Malang akan tetap mendaftarkan siswa terbaiknya meski ada pembatasan pendaftar.

Untuk diketahui, beberapa waktu lalu Kemenristekdikti membuat kebijakan yang intinya pembatasan kuota berdasarkan akreditasi sekolah untuk jalur seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNM PTN) atau jalur undangan.

BACA JUGA: TK Dilarang Ajarkan Baca Tulis Hitung

Sekolah dengan akreditasi A dapat mendaftarkan sekitar 50 persen siswa terbaiknya di sekolah.

Jadi, jika sekolah akreditasi A punya 100 siswa, hanya bisa mendaftarkan 50 orang saja.

BACA JUGA: FPI: Indikasi Komunis Masuk di Segala Lini

Kemudian sekolah dengan akreditasi B dapat mendaftarkan 30 persen siswanya dan sekolah akreditasi C bisa mendaftarkan 10 persen siswa terbaiknya. Sedangkan sisanya atau akreditasi lainnya dapat mendaftarkan 5 persen siswa.

Jumlah tersebut mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya. Tahun lalu besaran kuota untuk sekolah akreditasi A, yakni 75 persen. Untuk tahun ini turun menjadi 50 persen.

Menanggapi hal tersebut, beberapa kepala SMA negeri maupun swasta menyatakan tidak setuju jika akreditasi sekolah dijadikan acuan penerimaan mahasiswa baru (maba).

”Kami belum menerjemahkan aturan itu. Yang jelas, berapa pun kuotanya, kami tetap menyiapkan anak-anak (masuk PTN favorit),” kata Kepala SMA Islam Malang Sularto, seperti diberitakan Radar Malang (Jawa Pos Group).

Dia menambahkan, pihaknya masih akan tetap mengirimkan sebanyak-banyaknya siswa terbaik di sekolah. Tidak menghiraukan pembatasan pendaftarannya.

”Terserah di sana (PTN) mau menerima berapa, yang pasti kami tidak membatasi siswa yang mendaftar,” kata dia.

Masalah diterima atau tidak, masih kata Sularto, itu urusan belakang. Dia menyampaikan, jalur SNM PTN merupakan salah satu hal yang dibutuhkan sekolah.

Pasalnya, hal itu juga berpengaruh pada kualitas sekolah.

”Kemarin (tahun lalu) kami berhasil meluluskan siswa 8 kelas, selanjutnya naik menjadi 10 kelas,” terangnya.

Pihaknya tidak memperhitungkan kuota, karena itu merupakan urusan perguruan tinggi. Pihak sekolah hanya bertugas mengirimkan siswa-siswi berprestasinya agar masuk ke PTN yang diinginkan.

Tahun lalu, pihaknya bisa membawa 24 siswanya masuk ke PTN negeri, baik di Malang maupun luar Malang.

Sementara itu, Kepala SMA Negeri 9 Malang Abdul Teddy juga menyatakan hal serupa.

”Akreditasi jangan dijadikan pedoman. Kalau siswa nilainya bagus kan bisa ditelusuri,” ujarnya. Selain itu, juga bisa dilihat dari tracking (pelacakan) alumni yang sebelumnya telah masuk di beberapa PTN.

Dia menyampaikan, dengan adanya pengurangan kuota, sekolah merasa rugi. ”Padahal, sekolah mempunyai banyak acuan untuk melihat potensi prestasi siswa,” lanjutnya.

Dia juga mengungkapkan, tidak jarang ada sekolah yang me-mark up (menaikkan) nilai siswa agar akreditasinya naik.

Misal, yang seharusnya nilainya 80 dinaikkan menjadi 90. Oleh karena itu, akreditasi sekolah sekali lagi tidak bisa dijadikan pedoman. (fis/c2/riq)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Buku Kisi-kisi Unas Berlogo Palu Arit Belum Menyebar


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler