Tomboi sejak Kecil, Bercita-cita jadi Petinju

Rabu, 25 November 2009 – 03:12 WIB
TUGAS - Salah satu aksi petinju di acara "Ring Tinju" TVRI (kiri), serta aktivitas Dr Wahyuni R Homan saat memeriksa seorang petinju (kanan). Foto: Internet/Muhamad Ali/Jawa Pos. Montase: Arsito/JPNN.
Aksi kekerasan, cucuran darah, dan kadang berujung kematian umumnya membuat ngeri dan dihindari kaum wanitaTetapi, tidak demikian halnya dengan dr Wahyuni Ristiyana Homan SpKO

BACA JUGA: Paling Sulit, Merakit Jerapah Butuh Tiga Tahun

Perempuan yang selalu tampil nyentrik dan tomboi itu justru mengakrabi itu dengan menjadi dokter ring tinju profesional
Seperti apa?

Laporan AGUS SUDJOKO, Jakarta

PENAMPILANNYA
nyentrik dan agak tomboi

BACA JUGA: Punya Indera Keenam, Deteksi Pelaku yang Celingukan

Rambutnya dipotong pendek agak jabrik dan dicat pirang, serasi dengan kulitnya yang putih bersih agak bule
Perawakannya tegap, tangannya tampak berotot, mirip polwan atau anggota TNI.

Itulah sosok dr Wahyuni Ristiyana Homan SpKO, dokter spesialis olahraga

BACA JUGA: Melongok Legenda Tombstone

Hingga kini, Wahyuni menjadi satu-satunya dokter wanita di Indonesia yang bertugas di ring tinju profesionalOlahraga bayaran yang identik dengan darah dan musibah membahayakanDi luar ring tinju, Wahyuni juga menjadi dokter di Pengurus Besar Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI), serta Program Atlet Andalan (PAL) membidangi cabang judo, gulat, tenis lapangan dan tenis meja.

Dalam menjalani profesinya sebagai dokter olahraga, Wahyuni sangat profesionalSeperti Jumat pekan lalu, di studio TVRI Pusat Jakarta, dokter nyentrik itu bertugas memeriksa empat petinju profesional yang akan bertarung di Ring Tinju TVRI Sabtu malamDi antaranya adalah juara nasional versi Asosiasi Tinju Indonesia (ATI) Herry Amol dan penantang peringkat pertama Sofyan EfendiKesehatan kedua petinju itu diperiksa secara bergantian untuk memastikan laik tidaknya mereka naik ring.

Selain mendapatkan kepastian kondisi kesehatan secara medis, dia kepada petinju menanyakan kesiapan bertanding dan hal-hal lain yang dianggap perluJika hasil pemeriksaan itu memenuhi standar aturan pertandingan, barulah petinju bersangkutan dinyatakan laik tandingStandar pemeriksaan itu mengacu kepada ketentuan badan tinju dunia, seperti WBA, WBC, atau WBO, dan diikuti oleh tiga badan tinju Indonesia, yakni Komisi Tinju Indonesia (KTI), Komisi Tinju Profesional Indonesia (KTPI) dan Asosiasi Tinju Indonesia (ATII).

"Setiap petinju yang akan bertanding harus memenuhi standar kesehatanDia dinyatakan laik tanding jika standar kesehatan itu terpenuhiSalah satu di antaranya, petinju harus dalam kondisi sehat berdasar pemeriksaan tim medisTidak menderita penyakit jantung atau hipertensi," kata WahyuniPemeriksaan itu dilakukan sehari sebelum pertandingan, biasanya saat timbang badan.

Standar kesehatan memang tidak menjamin tak akan terjadi kecelakaan yang bisa membawa maut bagi petinjuBuktinya, masih banyak petinju Indonesia yang meregang nyawa setelah pertandinganMeski begitu, Wahyuni yakin, jika semua dokter ring mematuhi ketentuan standar pertandingan, musibah yang membahayakan petinju itu bisa diminimalkan.

"Untuk menentukan laik tidaknya petinju naik ring, saya menggunakan standar peraturan pertandinganMakanya, sampai sekarang belum ada petinju (yang ditanganinya, Red) yang karena bertanding sampai meregang nyawa," ujarnyaSelain berprofesi sebagai dokter spesialis olahraga, Wahyuni pernah mengikuti pendidikan kepelatihan dokter ring tinju yang diadakan badan tinju dunia WBC pada 2005 di Jakarta.

Berbeda dengan sebelum pertandingan yang ada standar untuk menentukan petinju laik tidaknya naik ring, di ring tidak ada standar baku bagi dokter untuk menghentikan pertandinganBahkan, ketika terjadi kecelakaan terhadap seorang petinju atau kedua petinju di ring, tak jarang keputusan "politik" ikut berperanMisalnya, diminta agar dokter melarang pertandingan dilanjutkan jika petinju yang dikehendaki menang ternyata akan berbalik kalah, atau mengizinkan pertandingan dilanjutkan setelah terjadi pendarahan akibat benturan atau pelanggaran di ring.

Pernyataan dokter nyentrik itu memang ada benarnyaMasalahnya, aturan di tinju profesional memang sangat berbeda dengan di tinju amatirDi profesional, jika tak puas oleh keputusan hasil pertandingan, petinju bersangkutan bisa meminta tarung ulang (rematch)Dan, promotor bisa mengaturnyaDi amatir, tidak ada pertarungan ulang yang direncanakanMasalahnya, pertandingan hanya terjadi pada iven-iven yang telah ditentukan dan penentuan lawan berdasar undian (drawing).

Peristiwa yang menimpa petinju Indonesia, Daud "Cino" Jordan saat bertarung di California, AS, 7 Maret lalu misalnyaPertarungan non-gelar 10 ronde melawan mantan juara dunia kelas super bulu asal AS Robert Guerrero dihentikan wasit pada ronde kedua, karena pelipis Guerrero berdarah akibat benturanKeputusan akhir, duel tersebut dianggap tidak ada (no contest) sehingga tidak ada pemenangnya.

Padahal, cedera yang dialami Guerrero tidak terlalu parahTetapi, karena ada kekhawatiran Guerrero akan kalah jika pertarungan dilanjutkan, dokter ring pun merekomendasikan kepada wasit agar pertandingan tidak dilanjutkanKeputusan penghentian pertandingan saat kedua petinju masih terlihat bugar akibat insinden benturan yang berakibat salah satu di antaranya mengalamai pendarahan memang hal biasa terjadi di arena tinju profesional.

Keputusan kontroversial seperti itu juga pernah dialami Chris John ketika menghadapi Ricardo "Rocky" Juarez (AS) pada 28 Februari lalu di Houston, Texas, AmerikaMeski Chris John tampak mendominasi pukulan, wasit memutuskan draw sehingga dilakukan tarung ulang di MGM Las Vegas, Amerika Serikat, pada 19 September laluHasilnya, Chris John dinyatakan menang angka mutlak.

"Tidak ada standar pertandingan harus dihentikanSemua berdasar perasaan dokter bersangkutanKalau kita menganggap berbahaya jika pertarungan dilanjutkan, ya, kita hentikan," terang perempuan kelahiran Jakarta, 11 November 1967 itu.

Akrab dengan darah sudah dialami Wahyuni sejak memilih masuk fakultas kedokteran sebuah perguruan tinggi swasta di JakartaTetapi, akrab dengan darah yang ditimbulkan aksi kekerasan di arena pertandingan baru dialaminya pada 2005, saat dipercaya ikut membantu menjadi dokter ring pada pertandingan tinju profesional di bawah pengawasan ATI.

Profesi dokter olahraga mulai diminati Wahyuni pada 2003Yakni sesudah menyelesaikan kewajiban menjadi pegawai tidak tetap (PTT) sebagai dokter umum di daerah Sangihe Talaud, Manado, Sulawesi UtaraJiwa olahraga Wahyuni mendorong untuk melanjutkan kuliah dengan mengambil spesialis olahraga di Universitas Indonesia"Dasarnya, saya sejak kecil memang suka olahragaItu yang mendorong saya memilih spesialis dokter olahraga ketika sudah menyelesaikan PTT di Sangihe Talaud," kata perempuan yang masih betah hidup sendiri itu.

Penampilannya yang selalu tomboi sejak kanak-kanak, tampaknya juga seiring dengan pilihan olahraga-olahraga kerasMaklum, sejak kecil Wahyuni paling menyukai tinju dan beladiriMeski olahraga renang, atletik, basket dan bola voli juga menjadi kegemarannya, olahraga itu tidak bisa mengalahkan hobinya akan beladiri dan tinju"Saya bahkan pernah bercita-cita menjadi petinju," tuturnya.

Sayang, orangtuanya tak pernah menyetujui Wahyuni berlatih beladiri, apalagi tinjuOrangtuanya tak memberi tahu mengapa Wahyuni tak boleh berlatih beladiri atau tinju"Penampilan saya yang dianggap tomboi mungkin menjadi alasan orangtua saya melarang latihan beladiri atau tinjuMungkin takut saya semakin kelaki-lakian," kilahnya.

Nah, ketika kelas 3 SMA, menjelang ujian, sulung di antara lima bersaudara anak pasangan Tjandra Homan dan Liesong itu, kabur dari rumahAda persoalan yang tidak disetujui TjandraTetapi, karena karakternya memang keras, Wahyuni memilih keluar dari rumahDengan tinggal di rumah kos itulah, Wahyuni akhirnya bisa menyalurkan hobinya, berlatih karate di perguruan Kyokushinkai.

"Saya ingin buktikan kepada kedua orangtua saya bahwa saya bisa mandiri," ujarnyaMeski kedua orangtuanya tergolong mampu karena punya bisnis kertas, Wahyuni bertekad ingin mencari penghasilan sendiriIa pun menjadi pengajar privat anak-anak SD dan SMP di seputar tempat kosnyaSekitar 11 tahun menjadi pengajar privat, akhirnya Wahyuni bisa menyelesaikan kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Atmajaya, Jakarta.

Kerja keras dan tak mudah menyerah serta berprinsip pada disiplin yang diperoleh dari latihan bela diri karate Kyokushinkai saat masih di bangku kuliah itu, diakui sangat berperan meraih sukses hingga dia kini menjadi dokter spesialis olahragaDalam menekuni beladiri asal Jepang itu, Wahyuni juga sudah menyandang predikat pembina sebagai anggota dewan sabuk hitam Dan III.

Meski kesehariannya disibukkan tugas-tugas sebagai dokter olahraga, Wahyuni masih menyempatkan diri melakukan gerakan-gerakan karate untuk kebugaranDia bahkan berniat ingin mendalami olahraga yogaTak tanggung-tanggung, dia ingin berlatih langsung di negeri asalnya, India"Kalau tidak ada halangan, Januari 2010 saya akan berangkat ke India untuk mendalami yoga," tuturnya(nw)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Banjir Boleh Datang, Tapi Tidak ke Masjid Luar Batang


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler