jpnn.com, JAKARTA - Para warga binaan pemasyarakatan (WBP) ternyata mampu menghasilkan berbagai produk kerajinan bernilai komersial. Bahkan, prodok-produk WBP di bawah binaan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) bisa menembus pasar ekspor.
Menurut Direktur Pembinaan Narapidana dan Latihan Kerja Produksi (Latkerpro) Ditjen PAS Harun Sulianto, saat ini terdapat 9 lembaga pemasyarakatan (lapas) dan 1 rumah tahanan negara (rutan) yang mampu menghasilkan produk-produk ekspor. Barang-barang buatan para napi bahkan menembus pasar Eropa, Amerika Serikat, Arab Saudi, Brazil, Inggris, Timur Tengah, Asia dan Asia Tenggara.
BACA JUGA: ORI Beber Hasil Investigasi di Lapas, Ini Penjelasan Dirjen PAS
“Seperti narapidana di Lapas Kelas 1 Surabaya di Porong yang mengekspor meubelair ke Eropa, Lapas Kelas IIB Banyuwangi mengekspor kerajinan kayu ke Jepang dan Korea Selatan,” ujar Harun, Selasa (22/8).
Sedangkan narapidana di Lapas Kelas IIA Ambarawa mampu membuat sarung softball yang sudah diekspor ke Eropa. Sementara napi di Lapas Kelas IIA Pontianak membuat tikar kayu yang diekspor ke Malaysia.
BACA JUGA: Kepala BPHN Melantik Dua Pejabat Baru
Meubelair hasil kerajinan warga binaan pemasyarakatan Lapas Kelas 1 Surabaya Porong yang menembus pasar ekspor.
BACA JUGA: BPHN Lakukan Evaluasi atas UU P3H dan UU Kehutanan
“Kemudian narapidana di Rutan Kelas I Cipinang yang berhasil mengekspor hasil karya tas kulit ke Dubai dan Jepang. Sedangkan narapidana Lapas Kelas IIB Toli-Toli mengekspor meja catur ke Amerika Serikat, Arab Saudi, dan Inggris,” sebutnya.
Harun menambahkan, terdapat tiga lapas dengan WBP yang mampu memproduksi kerajinan rotan sintetis. Yakni Lapas Kelas I Cirebon, Lapas Narkotika Kelas IIA Cirebon dan Lapas Kelas IIA Banceuy Bandung.
Bahkan, hasilnya sudah diekspor ke Perancis, Jerman, Belanda, Italia dan Timur Tengah. “Untuk narapidana di Lapas Kelas I Cirebon selain mengekspor hasil karya kerajinan rotan sintetis juga sudah mengekspor berupa bola kaki ke Brazil,” ujarnya.
Lebih lanjut Harun mengatakan, Ditjen PAS tidak hanya memberikan pembinaan dan pelatihan kepada narpidana di lapas yang mayoritas penghuninya laki-laki saja. Sebab, ada program pembinaan dan pelatihan kepada para narapidana perempuan.
Sebagai contoh, program pelatihan dalam membuat kerajinan itu sudah diterapkan di Lapas Perempuan Kelas IIA Semarang. “Narapidana di sana sudah mengekspor tas, batik, payet ke Jerman,” tuturnya.
Menurut Harun, karya-karya para narapidana bisa diekspor ke luar negeri ini karena adanya kerja sama yang baik antara Ditjen PAS dengan pihak ketiga. Selanjutnya, pihak ketiga juga melatih narapidana secara bertahap dan berkesinambungan.
Jika hasil karyanya sudah layak jual, maka narapidana pembuatnya bisa memperoleh premi dari pihak ketiga tersebut. Bahkan, pihak Ditjen PAS hingga sekarang berupaya meningkatkan produktifitas para WBP.
Harun mengatakan, ada sekitar 550 napi yang sudah ahli dalam mengerjakan produk hasil kerajinan untuk pasar ekspor. Selain itu, Ditjen PAS juga mengikuti berbagai pameran untuk memajang kerajinan hasil kerativitas para napi.
“Semisal di galerry Sarinah Mall lantai lima di Gedung SMESCO Jakarta dan di Terminal 3 keberangkatan domestik Bandara Soekarno-Hatta yang difasilitasi oleh PT Angkasa Pura,” ucap Harun.
Sedangkan pelaksana tugas (Plt) Dirjen PAS Ma’mun mengatakan bahwa pembinaan terhadap para WBP yang memiliki keterampilan membuat kerajinan tangan juga untuk memberi bekal kepada mereka jika kelak kembali ke masyarakat. Dengan demikian ketika WBP usai menjalani masa hukuman bisa hidup produktif di tengah masyarakat.
“Dan dapat mengaktualisasi diri, kreatif, dan inovatif akhirnya menimbulkan kebanggan diri karena mendapat pengakuan sosial atas hasil karyanya yang sudah melalang buana di luar negeri,” tuturnya.(adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dirjen AHU: Akuntan Pemerintah Harus Memiliki Prinsip 5 P
Redaktur & Reporter : Antoni