TPM Pertanyakan Posisi PK Amrozi Dkk

Minggu, 26 Oktober 2008 – 01:17 WIB
JAKARTA - Tim Pengacara Muslim (TPM) tak surut langkah dengan ancaman Kejaksaan Agung yang hendak mengeksekusi klien mereka awal November nantiNasib Amrozi, Mukhlas, dan Imam Samudera akan dipertanyakan pada Mahkamah Agung Senin nanti (27/10)

BACA JUGA: SBY Minta Batasi Studi Banding ke LN

Itu terkait nasib akte permohonon peninjauan kembali (PK) tertanggal 30 Januari 2008 dan tertanggal 30 April 2008.

Untuk permohonan PK 30 April itu, Amrozi dkk yang langsung menandatangani permohonan PK mereka sendiri, tidak lagi diwakili oleh TPM
”Saya dan Qadar Faisal yang diminta untuk bertanya ke  MA,” kata salah seorang anggota TPM Fachmi Bachmid di Jakarta, Sabtu (25/10).  Meski Kejaksaan Agung menyatakan jika Amrozi dkk telah memenuhi syarat formil dan materiil dan upaya hukumnya telah final, namun TPM berpendapat lain.

Bagi TPM, sidang PK belum pernah digelar

BACA JUGA: Auditor Minta Bapepam Usut Transaksi Derivatif

Surat bernomor 257/PAN/VII 2008 tertanggal 7 Juli 2008 yang ditujukan kepada PN Denpasar yang isinya menyatakan jika PK hanya bisa diajukan satu kali—sehingga Kejagung menyatakan upaya hukum sudah final— dianggap mereka sebagai hal yang absurd
Mereka menyatakan, bagi lembaga peradilan, surat kepaniteraan bukan  sebuah keputusan dan penetapan.

Amrozi dkk punya alasan mengapa mereka sampai mengajukan PK kali ketiga —TPM selalu menyebut jika itu tetap saja PK pertama, karena yang pertama dan kedua menurut mereka belum pernah digelar

BACA JUGA: Renumerasi Polri Dikebut

Yakni karena mereka selaku pemohon tidak pernah dihadirkan dalam dua sidang PK sebelumnyaItu jelas bertentangan dengan ketentuan pasal 265 KUHAP dan surat MA pada 1984

Namun logika hukum Amrozi dkk tersebut selalu ditolak Ketua PN Denpasar Nyoman Gede WiryaDia mengatakan bahwa Amrozi dkk telah diwakili TPM sehingga tidak perlu hadirApalagi, PK ketiga Amrozi dkk hanya menyertakan novum atau bukti baru yang sama dengan PK sebelumnya yang juga telah ditolakMakanya, pada 30 April lalu, Amrozi dkk menandatangai permohonan PK-nya sendiri, tidak dilakukan TPM.

Salah satu bagian  PK tersebut adalah novum jika  berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi pada Juli 2004 lalu UU Anti Terorisme tidak berlaku surutPadahal, dengan UU itulah, Amrozi dijerat hakim yang kemudian mengenakan hukuman mati”Bagi kami penolakan PK itu belum jelas putusannyaKami ingin tranparansiIni jelas dipaksakan jika mereka dieksekusi,” katanya.

Amrozi dkk sebenarnya pernah mendapat salinan penolakan PK mereka di tempat penahanan mereka di Lapas Batu, Nusakambangan, pada 2 Januari laluSaat itu PN Denpasar didampingi panitera PN Cilacap menyampaikannyaNamun, yang diberikan bukanlah yang asli, tapi fotokopiSoal dokumen fotokopi itu juga diketahui Plh Kepala Lapas Batu saat itu Djaja TjahjanaFotokopi bukan dokumen hukum.

Terpisah, Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum) Abdul Hakim Ritonga menegaskan, kejaksaan tetap pada keputusan yang diumumkan pada Jumat (24/10) laluYakni, segala upaya hukum serta persyaratan formil materiil sudah terpenuhi”Bagi kami sudah cukupKan itu sudah diumumkan resmiTapi kalau ada yang merasa kurang ya bisa saja,” kata Ritonga.

Terkait dengan salinan penolakan PK yang berupa fotokopi yang diterima terpidana, Ritonga enggan berkomentar banyakMenurutnya, hal itu di luar kewenangan jaksa, namun menjadi tugas dari panitera PN”Fotokopi bisa, syaratnya kalau dilegalisir,” kata mantan kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulsel itu.

Hingga saat ini, Ritonga belum menugaskan jaksa ke Denpasar atau CilacapDia juga menyerahkan sepenuhnya eksekusi kepada kejaksaan tinggi BaliBukankah tinggal sepekan pelaksanaan eksekusi Amrozi dkk? ”Berarti terjemahannya berbeda,” jawabnyaPernyataan Ritonga tersebut menyiratkan bahwa pelaksanaan eksekusi tidak tepat di awal bulan NovemberNamun diperkirakan tidak melewati tanggal 10 November.

Sementara itu, kriminolog dari Universitas Indonesia (UI) Adrianus Meliala menilai bahwa eksekusi Amrozi cs saat ini sudah memenuhi segala prasyarat legal formal karena itu tak ada satu hal pun yang bisa dipermasalahkanHanya saja, lanjut dia, pemerintah Indonesia mau tidak mau harus menanggung dampak dari proses tarik ulur eksekusi trio otak pelaku bom bali tersebut’’Spekulasi dan pencitraan dari tarik ulur eksekusi trio bomber ini sudah melebar sedemikian rupa sehingga merugikan pemerintah,’’ ujar dia.

Pria tambun itu lantas menyebutkan bahwa jika ditinjau dari segi ilmu kriminolog, molornya eksekusi ini dari proses vonis adalah bom waktuKarena berbagai kepentingan, akhirnya tokoh yang seharusnya dihukum mati demi memunculkan efek jera itu justru mampu membentuk opini publik dan mempengaruhi proses kultulisasi tindakan kriminal

’’Efek cegahnya berkurang sehingga sang aktor (Amrozi cs, Red) justru masih sempat berkoar-koar dan perlahan aksi terornya mulai dibenarkan oleh sebagian orang yang telanjur salah kaprah,’’ jabar dia’’Walau saya tidak sepakat kalau November waktu yang tepat, tapi daripada menunggu 2009 tentu semua akan jauh terasa hambar,’’ sambung dia.

Lalu bagaimana dengan travel warning Australia dan kembali menghangatnya aktivitas terror di tanah air jelang eksekusi Amrozi cs? Adrianus menilai bahwa semua itu sama sekali tak berhubunganMenurutnya, upaya terror Plumpang dan eksekusi Amrozi tak berhubunganUntuk itu, dia tidak sepakat dengan berbagai kesimpulan sepihak yang menghubung-hubungkan beberapa hal tersebut’’Itu sudah menjadi kebiasaaan kita untuk menghubung-hubungkan padahal tak semua itu benar,’’ cetus dia.

Adrianus menyarankan, agar kejadian serupa tak berulang, pemerintah harus kembali merevisi Undang Undang nomor 15 tahun 2003 tentang pemberantasan tindak terorismeKarena menurutnya UU itu sudah tidak ideal dengan sistem hukum di Indonesia hingga tetap berdampak pada molornya eksekusi dan melemahnya efek jera dari hukuman mati kepada pelaku terror’’Kalau bisa khusus pelaku terror tidak perlu menunggu sampai kasasi dulu sehingga bisa cepat dieksekusi,’’ pungkas dia(naz/fal/zul)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemerintah Perketat Pengamanan Harta Karun Dalam Air


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler