Traveling and Teaching: Siswa Berpakaian Hitam, Siswi Kenakan Kebaya

Rabu, 04 Februari 2015 – 20:54 WIB
Traveling and Teacing: Siswa Berpakaian Hitam, Siswi Kenakan Kebaya. Foto Zalzilatul Hikmia/Jawa Pos/JPNN.com

jpnn.com - Bagi Komunitas 1000_Guru, acara traveling kini tidak sebatas rekreasi menikmati keindahan alam. Tapi, mereka melengkapinya dengan berbagi dengan sesama. Bentuknya, para peserta mendadak menjadi guru di sekolah sekitar objek wisata.

Laporan Zalzilatul Hikmia, Sukabumi

BACA JUGA: Diplomat Jepang yang Cantik Itu Bermarga Marpaung

SUBUH itu (17/1), halte di depan kampus Universitas Kristen Indonesia (UKI) Jakarta telah ramai. Sekitar 30 anak muda dari berbagai latar belakang pendidikan dan sosial bersiap mengikuti traveling and teaching yang diadakan Komunitas 1000_Guru Jakarta. Komunitas itu beraktivitas di bidang yang agak berbeda dengan komunitas yang lain. Yakni, mengajak anak-anak muda berekreasi sambil mengajar orang-orang di lokasi objek wisata.

Ya, selama dua hari, 17–18 Januari lalu, mereka mengadakan kegiatan di Sukabumi, Jawa Barat. Tepatnya di kawasan Gunung Halimun, Kasepuhan Adat Cipta Gelar, Desa Sirna Rasa, Kecamatan Cisolok, Sukabumi. Begitu tiba di kaki gunung berhawa sejuk itu, para peserta langsung terpesona melihat keindahan panorama alamnya yang hijau. Mereka bisa merasakan segarnya udara di sana.

BACA JUGA: Lucu Dengar Orang Indonesia Ketawa di Bioskop, di Jepang Bagaimana?

’’Rasanya kayak di atas awan,’’ ungkap Garis, 20, salah seorang peserta, saat beristirahat di perbukitan Gunung Halimun.

Ketakjuban mereka tidak cukup di situ. Pemandangan cantik dan asri kembali terhampar di depan mata saat perjalanan menuju lereng Gunung Halimun dilanjutkan. Terutama saat komunitas Vitara Escudo Sidekick (VES) yang bergabung dalam acara itu memulai aksi. Jalan terjal dan berkelok di kawasan Gunung Halimun dimanfaatkan untuk off-road. Seluruh peserta diajak menikmati alam dengan cara berbeda. Para aktivis VES dengan mahir memainkan kemudi mobil hingga menciptakan manuver-manuver menegangkan.

BACA JUGA: Kisah Ibu Tua Berupaya Sembuhkan Dua Putranya dari Jerat Narkoba

Di dalam mobil, para peserta hanya diam dan saling berpegangan. Sebab, ini pengalaman off-road pertama bagi mereka. Terlebih saat dua mobil nyaris gagal naik. Salah satunya sempat terperosok ke parit. Para anggota VES harus bekerja keras untuk mengangkat mobil nahas itu. Bahkan, mereka perlu dua jam untuk mengevakuasi mobil tersebut hingga bisa kembali ke lintasan jalan.

’’Astaga, gue pikir gue bakal mati. Hahaha...,’’ pekik Rika Suprihantini, 40, salah seorang peserta di mobil yang terperosok tersebut.

Lantaran medan yang berat dan terjal, perjalanan menuju lokasi Kasepuhan Cipta Gelar pun harus ditempuh selama 14 jam. Namun, kendati saat mereka tiba matahari sudah terbenam, suasana damai di desa terpencil itu sangat terasa. Rumah-rumah adat berjejer dengan rumah inti atau imah gede di tengahnya. Rombongan disambut warga dengan senyum serta suasana yang ramah.

Desa itu belum teraliri listrik PLN. Lampu-lampu rumah warga hanya bisa dinyalakan saat malam dengan menggunakan generator. Itu pun hanya beberapa titik. Di luar rumah, suasana tetap gelap gulita.

Saat rombongan diterima di rumah inti, tuan rumah telah menyiapkan suguhan khas desa itu: pisang rebus, kacang godok, kopi asli Cipta Gelar, serta makanan-makanan lain. Mereka disambut pemimpin Kasepuhan Cipta Gelar Abah Ugi yang menceritakan asal muasal kasepuhan tersebut.

Sebelum beristirahat, para peserta dibagi dalam kelompok-kelompok kecil, 4–5 orang. Mereka harus menyiapkan bahan untuk mengajar esok harinya di SD dan SMP Cipta Gelar. Masing-masing kelompok mendapat tugas mengajar sesuai dengan kemampuan dan keahlian di kelas yang sudah ditentukan. Misalnya, untuk kelas 1 SD, tema pelajaran yang diberikan adalah pengenalan organ-organ tubuh. Karena itu, kelompok yang mengajar di kelas wajib menyiapkan alat peraga yang berhubungan dengan tema pelajaran.

Paginya, para peserta mulai menjalankan tugas mengajar di SD dan SMP di sekitar 100 meter dari rumah inti, tempat menginap peserta. Sekitar 150 siswa sekolah itu telah siap menyambut ’’guru-guru dadakan’’ tersebut. Mereka mengenakan pakaian adat setempat. Siswa laki-laki menggunakan pakaian hitam-hitam dengan ikat kepala, sedangkan siswa perempuan mengenakan kebaya. (jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... 2 Cara Ini Ditempuh Konsul Cantik Jepang Bertugas di Indonesia


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler