Traveling Enam Bulan Hanya Berbekal Uang Rp 9 Juta

Jumat, 25 Juli 2008 – 08:30 WIB
Marina Silvia di Bandara Soekarno Hatta, sebelum bertolak ke Eropa. Foto: JP

Tidak perlu takut keliling dunia meski punya dana terbatasMarina Silvia Kusumawardhani membuktikannya

BACA JUGA: Serahkan Pendapatan Royalti Buku ke Wati

Dia berkeliling Eropa selama enam bulan hanya dengan USD 1.000 secara legal
Bagaimana caranya?

FAROUK ARNAZ, Jakarta

PESAWAT Emirates jurusan Eropa baru berangkat sekitar pukul 22.00

BACA JUGA: Unjuk Rasa Itu Biasa

Malam itu, sekitar pukul 20.00, terminal keberangkatan internasional di Bandara Soekarno-Hatta juga masih lengang
Hanya satu-dua orang berlalu lalang

BACA JUGA: Jadwal Ketat, Tidur dengan Make-Up Lengkap Sudah Biasa

Seorang gadis berjilbab kuning bermotif serta jaket kaus tampak mendorong troliDia didampingi seorang ibu berbusana muslimah dengan penutup kepala cokelat tua.
"Maaf terlambat, Jakarta macet sekali," kata Marina Silvia K
Berangkat dari kediamannya, kawasan Padasuka, Bandung, dengan diantar sang ibu, Dedeh Suryawati, 56, malam itu Marina dalam perjalanan menuju EropaKali ini dia memang sengaja memilih penerbangan asal Dubai, Uni Emirat Arab, itu.
"He..he..saya memang tidak pernah banyak bawa barang kalau pergi-pergiBaju kan bisa dicuci," katanya saat ditanya tentang bekal yang dibawa untuk perjalanan 2,5 bulan (berakhir sekitar September 2008 mendatang) ke Eropa kali ini.
Troli yang didorongnya hanya berisi sebuah daypack (tas model ransel) ukuran laptop dan sebuah koper ukuran sedangMenurut Marina, dirinya selalu menyesuaikan bekal yang dibawa dengan tujuan perjalanan"Ini beda dengan saat backpacking ke Eropa dua tahun lalu, bawaan saya ransel yang gede," kata wanita berusia 25 tahun itu.
Menurut Marina, kali ini keberangkatan ke Eropa untuk kepentingan sekolahDia ingin mengumpulkan informasi sebelum memburu gelar S-2 atas biaya sendiri di sanaMeski gemar travelling ke luar negeri, lulusan Teknik Industri ITB angkatan 2001 itu mengaku bukan anak orang kayaAyahnya, Rasyid Abdul Kadir, hanyalah pensiunan PNS (pegawai negeri sipil)Tapi, dia punya kiat bepergian dengan murah.
Saat keliling Eropa selama enam bulan pada 2006, misalnya, anak bungsu dari lima bersaudara itu hanya menghabiskan USD 1.000 atau sekitar Rp 9 jutaTapi, jumlah itu belum termasuk biaya tiket pesawat menuju Eropa pulang-pergi serta urusan visa yang juga habis sekitar USD 1.000.
"Jadi, total USD 2.000 pulang pergi dan selamat utuh kembali ke Bandung," katanya lantas tersenyumUang sebesar itu berasal dari tabungan selama 18 bulan yang dikumpulkan sebelum keberangkatan dan kerja proyek membantu dosen di ITB.
Lalu bagaimana caranya bisa tinggal di Eropa dengan dana yang irit seperti itu? Internet jadi kunciMarina menjalin jejaring pertemanan melalui www.hospitalityclub.org dan www.couchsurfing.comKedua situs tersebut adalah tempat yang menghubungkan sesama pelancong di seluruh duniaPara anggotanya siap menjadi tamu sekaligus tuan rumah (host) dari rekan sesama pelancong dari mana pun.
"Istilahnya, kita hidup menumpang dengan merekaTapi, bukan dalam arti memanfaatkanKita bisa mencari teman yang senapas dengan ketertarikan kita," imbuhnya.
Untuk mengetahui sosok sang calon tuan rumah, Marina mengandalkan profil mereka dan testimoni sesama member yang juga dipajang dalam situs tersebut"Rely on (bersandar) hanya pada hal ituSebelum datang juga tidak pernah meneleponHanya kirim emailTapi, (setelah bertemu darat) semuanya cocok bangetMungkin namanya juga bule," kata penyuka Bono (penulis hampir semua lagu U2) hingga sufisme Jalaluddin Rumi itu.
Meski Eropa bukan benua baru bagi Marina yang pernah ikut program homestay di Inggris saat SMP, modal keberanian juga mutlak dimilikiDengan segala persiapan itulah, Marina sukses menapakkan kaki di negara-negara Eropa yang masuk wilayah schengen (beranggota 15 negara) dan non-schengen"Saya masuk ke Eropa dengan Qantas dari Singapura menuju Frankurt, Jerman," katanya.
Untuk menghemat biaya fiskal, dia menyeberang ke Singapura lewat laut via Batam"Jadi, saya terbang dari Jakarta ke Batam."
Selama enam bulan itu, total 45 kota di 13 negara yang sukses dilintasinyaMulai Jerman, Rusia, Finlandia, Swedia, Norwegia, Denmark, Belgia, Luksemburg, dan PrancisLalu dilanjutkan Spanyol, Italia, Austria, dan Ceko.
Meski perjalanan ditempuh seorang diri, hampir tak ada pengalaman buruk yang dia rasakanMeski dengan kocek terbatas, berkat keluwesan berkomunikasi, penyuka wangi CK One itu juga tak perlu tidur di penginapan kecil ataupun stasiun misalnya"Awalnya saya sempat khawatir apakah saya bisa bertahanEh ternyata semuanya bisa dilalui lahir dan batin," imbuhnya.
Tak hanya menikmati alam Eropa yang indah dan eksotik, gadis kelahiran 30 Agustus 1983 itu melatih mental dan memperkaya batinItu karena luasnya spektrum orang-orang yang dia temui sepanjang perjalananMarina yang masih lajang itu juga mengaku bisa menyesuaikan diri dengan host (tuan rumah)Kuncinya saling percaya sehingga jalinan hubungan positif pun terciptaPengalaman itu telah dia tulis dalam buku Keliling Eropa 6 Bulan Hanya 1000 Dolar.
Buku itu menceritakan pertanyaan-pertanyaan sulit yang dia hadapiSeperti saat merayakan Lebaran dan salat Id di Wina, AustriaDashurie, perempuan berjilbab imigran Albania, bertanya kepadanya, "Bukankah nabi kita melarang perempuan berjalan sendirian?"
Mendapat pertanyaan begini, Marina yang juga pernah melakukan backpacking ke India itu menjawab, "Saya percaya Nabi dulu (melarang) untuk kebaikan perempuan, karena dulu sangat tidak aman untuk berjalan sendiri."
Soal amannya Eropa juga diamini Dedeh Suryawati, ibunda MarinaDia mengaku tak khawatir dengan keselamatan sang buah hati walau setengah tahun berada di benua yang jaraknya ribuan kilometer dari Bandung.
"Kalau di sini (Bandung), jam 9 malam dia belum pulang, saya malah bingungDi sini kan kejahatan aneh-anehTapi, kalau di sana kok malah enggak ya," katanya.
Dedeh yang sehari-hari berwiraswasta juga makin yakin setelah melihat teman-teman Marina sesama pelancong -anggota kedua situs tersebut- yang kerap mampir dan menginap di rumahnyaMereka yang datang itu ada yang dari Malaysia, Austria, Amerika, Norwegia, Jerman, Ceko, dan Prancis.
"Dengan memperlakukan mereka secara baik di Indonesia, insya Allah, anak saya juga akan diperlakukan baik dengan mereka," katanya.
Lalu, ke mana lagi setelah ini? Marina masih menyimpan mimpi untuk bisa sekali lagi kembali ke India atau menyusup jauh di pedalaman Amerika SelatanTermasuk melihat kampung Maradona di Villa Fiorito, Buenos Aires, Argentina(el)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kisah Budi Djatmiko Selamat dari Kecelakaan Maut


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler