jpnn.com, JAKARTA - Tren inflasi rendah diprediksi berlanjut sampai akhir 2017 mendatang.
Pada Juli lalu, besaran inflasi tercatat hanya berkisar 0,22 persen.
BACA JUGA: Ini Saran Misbakhun ke Pemerintah agar APBN 2018 Kredibel
Sementara itu, bulan lalu justru terjadi deflasi sebesar 0,07 persen.
Pada September pun, inflasi rendah diprediksi kembali terjadi.
BACA JUGA: Biaya Sekolah Sumbang Inflasi
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, inflasi September secara bulanan diprediksi sebesar 0,03 persen atau 3,62 persen secara year on year (yoy).
’’Faktornya dari sisi harga barang yang bergejolak terutama bahan makanan, permintaannya masih lemah. Ini terlihat dari survei ritel BI yang menunjukkan kontraksi pada September,’’ kata Bhima, Minggu (1/10).
BACA JUGA: 2 Hal Ini Jadi Fokus Pemerintah Pada Semester Kedua
Bhima menuturkan, industri ritel yang menjadi indikator permintaan masih dalam tahap pemulihan.
Di sisi lain, sepanjang September tidak ada kenaikan administered price, baik BBM, listrik, maupun elpiji tiga kilogram.
Dengan demikian, harga-harga bahan pangan tidak bergerak naik.
Pendorong inflasi lebih disebabkan kenaikan harga bahan baku barang industri.
’’Hal ini terjadi karena nilai tukar rupiah sempat melemah terhadap dolar. Padahal, untuk mayoritas industri kita, bahan bakunya impor. Otomatis akan berpengaruh ke harga jual barang,’’ urainya.
Chief Economist SKHA Institute for Global Competitiveness (SIGC) Eric Alexander Sugandi memproyeksi inflasi September mencapai 0,04 persen secara bulanan, sedangkan secara year on year 3,6 persen. (ken/c7/sof)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sssttt, Jusuf Kalla Akui Daya Beli Masyarakat Melemah
Redaktur & Reporter : Ragil