Trik Pemerintah Genjot Kinerja Industri Elektronik

Jumat, 22 Februari 2019 – 10:11 WIB
Ilustrasi elektronik. Foto: Radar Semarang/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Para pelaku industri elektronik berharap industri pendukung tumbuh sejalan supaya impor komponen dapat berkurang.

Direktur Industri Elektronika dan Telematika Kemenperin Janu Suryanto mengakui, industri elektronika nasional masih bergantung pada bahan baku dan komponen impor.

BACA JUGA: Pengusaha Batam Sebut Tahun Ini Momen Bagus untuk Dunia Usaha

Hingga kini, industri bahan baku dan komponen elektronik belum berkembang. Negara asal impor terbesar produk elektronika Indonesia adalah Tiongkok, disusul Singapura, Jepang, Thailand, dan Korea.

Menurut Janu, untuk meningkatkan daya saing dan mengurangi impor, pemerintah memberikan insentif agar mendorong tumbuhnya industri komponen yang strategis.

BACA JUGA: Kapal Harus Bayar Pajak Antidumping, Pengusaha Shipyard Protes

’’Insentif perpajakan yang ditawarkan kepada investor, antara lain, tax holiday dan tax allowance,’’ ujar Janu di kantor Kemenperin, Kamis (21/2).

Untuk penguatan struktur industri dan meningkatkan daya saing, pemerintah menyiapkan regulasi tingkat komponen dalam negeri (TKDN) dan memberlakukan Standar Nasional Indonesia (SNI) secara wajib.

BACA JUGA: Strategi Pemerintah Genjot Produksi Industri Tekstil

Janu menyebutkan, penerapan kebijakan TKDN 4G LTE berhasil membawa masuk 43 merek, 39 pemilik merek, dan 22 pabrik ke industri dalam negeri.

’’Kebijakan TKDN juga berhasil menekan impor cukup signifikan, dari 60 juta unit pada 2014 menjadi sebelas juta unit pada 2017,’’ tambah Janu.

Untuk melindungi industri nasional sekaligus konsumen, pemerintah menerapkan SNI wajib untuk sejumlah produk elektronika.

Meliputi lampu pijar, baterai primer, pompa air, setrika listrik, TV-CRT, AC, kulkas, mesin cuci, dan produk audio-video.

’’SNI akan mendorong industri melakukan inovasi dalam rangka meningkatkan kualitas produk,’’ kata Janu.

Senior Manager Business Development Polytron Joegianto membenarkan bahwa industri komponen elektronika dan telematika perlu terbentuk agar bisa menekan angka ketergantungan impor komponen.

Joegianto menyatakan, industri elektronika nasional memang masih bergantung pada bahan baku dan komponen impor.

’’Hingga kini, industri bahan baku dan komponen elektronik belum berkembang,’’ ujar Joegianto.

Polytron mengaku bisnis elektronika dan telematika masih potensial. Hal itu terlihat dari demografi Indonesia dan Asia-Pasifik yang masih menjadi pasar menjanjikan.

’’Demografi masih oke, kita produksi banyak, ekspor juga. Kita fokus juga ke industri kita di R&D. Tahun 2019 starting point buat riset kita,’’ beber Joegianto.

Meski masih menjanjikan, pengembangan di sektor itu bukannya tanpa tantangan lain.

Joegianto menjelaskan, tantangan lain di sektor elektronika dan telematika adalah posisi Indonesia yang masih menjadi tempat transit.

Hal itu disebut sebagai salah satu dampak dari kebijakan pajak nol persen antara Indonesia dan India.

Banyak negara lain yang akan memasukkan barang ke India melewati Indonesia.

’’Kompetitor dari luar negeri dan itu di luar kendali kita. India itu punya aturan TKDN 35 persen di Indonesia lalu dikasih ke India, pajaknya nol. Itu banyak yang dibelikan ke sini,’’ ujar Joegianto. (agf/c19/oki)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Penjualan Online UFO Elektronik Naik 10 Persen per Tahun


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler