jpnn.com, JAKARTA - Kerajaan Raya di bawah kepemimpinan Tuan Rondahaim Saragih mempunyai sikap politik ekspansif.
Ekpansif dalam melawan kekuasaan kolonial dan sekaligus ekspansif dalam menata jejaring politik guna membangun koneksi ke dunia luar.
BACA JUGA: Napoleon Der Bataks: Kisah Perjuangan Tuan Rondahaim Saragih
Memiliki penasihat perang dari ragam daerah memperlihatkan kepemimpinan Tuan Rondahaim tidak monolitik tetapi inklusif, Kepemimpinan inklusif adalah kepemimpinan yang adaptif dan terbuka sehingga dapat mengurangi sikap politik semena-mena.
Tuan Rondahaim Saragih (1828-1891) adalah nama resmi dalam piagam Tanda Kehormatan Bintang Jasa Utama (1999), bukti pengakuan Pemerintah RI atas jasa-jasanya memobilisasi perlawanan rakyat Simalungun terhadap penjajahan Belanda.
BACA JUGA: Tuan Rondahaim Berjuang Memerdekakan Bangsa
Membaca sejarah perjuangan heroik Rondahaim Saragih hingga meninggal dunia akibat sakit, kita akan menemukan berbagai identitas, misalnya Napoleon Der Bataks (Erika Revida Saragih [et.al], Medan, USU Press, 2013), atau Tuan Raya Namabajan/Tuan Raya Nabisang (Tuan Raya yang Jelek/Tuan Raya yang Bengis), Bataksche Stenographie dalam buku Barita ni Toean Rondahaim Saragih na Ginoranan ni Halak Toean Raja Namabadjan (Pdt J. Wismar, Juli 1935 dan Penerbit NCBI, 2024).
Tuan Raya Namabajan disebut juga Ahli Strategi Perang Gerilya dan penjajah Belanda mengakuinya.
BACA JUGA: Nilai-nilai Nasionalisme Tuan Rondahaim
Salah satu karya jenius strategi pertahanan dengan memanfaatkan topografi (bentang alam) adalah membangun benteng pertahanan di Saran Sisaping. Hingga kematiannya, Soridadu (tentara kolonial) tidak berani menyerang masuk ke kerajaan Raya dan menangkapnya.
Rondahaim menerapkan sistem kolektif dalam mempersiapkan ransum untuk prajurit Raya. Rakyat dimobilisasi sedemikian rupa sehingga Belanda terkecoh.
Pada siang hari rakyat berlaku sebagai petani untuk persiapan perang, tetapi pada malam hari rakyat Raya berlaku sebagai prajurit gerilya menyerang posisi pasukan Belanda dan Sultan Deli di Padang Hulu. Siasat ini disebut “munsuh borngin”.
Rondahaim menggalakkan peternakan kuda untuk transportasi perang yang cepat dan murah di seluruh Kerajaan Raya.
Dengan pasukan berkudanya, pasukan Rondahaim dapat bergerak lebih cepat dan tangkas berperang menaklukkan musuh. Pasukan berkuda Tuan Rondahaim ini terkenal dengan ketangkasannya hingga menciutkan nyali pasukan musuh.
Tuan Rondahaim Saragih melancarkan serangan dan membakar industri perkebunan yang menjadi simbol arogansi kapitalisme kolonial sekaligus berhadap-hadapan dengan mesin perang pemerintah Belanda untuk mengusir penjajah dari bumi Simalungun dan Sumatera Timur.
Perlawanan antara pasukan Tuan Rondahaim Saragih dengan pemerintah Belanda meletup di berbagai daerah.
Senjata api dan meriam diperoleh dari barter dengan saudagar senjata dari Malaka. Hasil bumi Kerajaan Raya dibarter dengan senjata dan mariam.
Selain itu Rondahaim juga mengusahakan senjata api rakitan sendiri di antara prajuritnya, sehingga peralaan perangnya terlengkap dibanding perlengkapan perang raja-raja Simalungun yang lain.
Semua pemakaian alat perang itu dipantau oleh Tuan Rondahaim melalui para panglimanya yang membawahi beberapa kelompok prajurit terlatih.
Jangkauan perjuangan mengempur kekuasaan kolonial Belanda meluas tidak saja di Simalungun, tetapi juga sampai ke Sumatera Timur. Pasukan Tuan Rondahaim Saragih beraliansi dengan pasukan Datuk Sunggal yang dikenal sebagai pencetus Perang Sunggal menentang kehadiran pemerintah Belanda di Sumatera Timur.
Sepanjang perlawanannya mengusir sang penjajah itu, Rondahaim Saragih tidak pernah menyerah dan tidak pernah ditangkap pemerintah Belanda.
Sebagai Raja Raya, Tuan Rondahaim berhasil menyatukan wilayahnya dari pertikaian internal antar penguasa lokal. Keberhasilannya mengonsolidasi lawan-lawan politik bergabung dalam pemerintahannya membuat Tuan Rondahaim menjadi pemimpin kuat, tegas dan berwibawa.
Tambahan lagi penglima perangnya berasal dari luar Raya menunjukkan Tuan Rondahaim tidak mengandalkan penasihat militernya dari satu wilayah, tetapi direkrut dari luar daerah. Tuan Rondahaim menerima kehadiran orang luar menjadi penasehat pemerintahannya.
Prinsip menjalin pakta militer sudah dipakai Rondahaim dalam perlawanannya terhadap kolonial Belanda. Dia menjalin hubungan dengan Sibayak Suka di Karo, pasukan Aceh di Gayo dan pasukan Sisingamangaraja di Tapanuli, serta pasukan Kerajaan Padang pimpinan Raja Syahbokar Saragih untuk bersama-sama melawan Belanda.
Pakta militer ini terbukti efektif, dimana selama hidup Tuan Rondahaim, Belanda tidak penah berani masuk ke Raya. Raya baru tunduk kepada Belanda setelah Tuan Rondahaim wafat di Pamatang Raya tahun 1891.
Rondahaim Saragih adalah sosok pejuang yang tanpa pernah lelah menggagas dan berjuang menegakkan Simalungun yang utuh dan berdaulat. Meskipun keturunan raja, semasa mudanya, Rondahaim Saragih dikenal sangat dekat dan bergaul akrab dengan rakyat kecil.
Bahkan awal mulanya masyarakat tidak mengetahui kalau Tuan Rondahaim pelanjut kekuasaan Raya. Tuan Rondahaim tidak pernah menganggap dirinya sebagai orang berpangkat dan berkedudukan tinggi, dan kepemimpinanya terpuji dan teruji di masyarakat.
Tidak saja perangainya yang terpuji, Tuan Rondahaim adalah sosok yang penuh perhatian dengan situasi negerinya yang sedang menghadapi perubahan besar akibat agresivitas kekuasaan kolonial Belanda.
Ekspanasi kekuasaan kolonial Belanda memorakporandakan bangunan masyarakat tradisional sehingga negerinya tak berdaya secara sosial, ekonomi dan politik.
Periode infrastruktur modern dalam menopang kapitalisme kolonial yang direpresentasikan dengan beroperasinya kekuasaan Belanda mencengkeram Sumatera Timur, dan beroperasinya industri perkebunan yang eksploitatif dan rasis.
Dalam memerangi kekuasaan kolonial, Rondahaim Saragih tidak pernah tunduk dan takluk terhadap kekuasaan asing (kolonial). Ia juga tak pernah ditangkap dan tidak pernah lelah bertarung mengusir penjajahan asing sampai akhir hayatnya, demi memerdekakan dan membebaskan negeri dan bangsanya agar menjadi negeri bangsa berdaulat.
Kita pantas berbangga hati, dan ini merupakan kebanggaan seluruh bangsa Indonesia, bahwa ada salah satu putra terbaik bangsa ini yang memimpin perlawanan dengan teknik perang gerilya, membela tanah air dengan sepenuh hati, mengorbankan segala-galanya, dan dengan semangat patriotisme, seorang partuanan dari Raya Simalungun mampu mengorbarkan perlawanan melawan penjajah Belanda, memompa semangat prajurit dan rakyat untuk maju terus melawan Belanda hingga tetes darah terakhir.
Dan perjuangan Tuan Rondahaim Saragih pantas dicatat dengan tinta emas, bahwa dari antara sekian banyak tokoh perlawanan rakyat Indonesia, beliau salah satu dan kalau di Sumut sejauh yang diketahui, hanya beliau satu-satunya tokoh sentral perlawanan rakyat yang tidak mampu ditangkap dan dibunuh oleh Belanda, bahkan Belanda hingga akhir hayatnya tidak mampu dan berani memasuki daerah kekuasaan Tuan Rondahaim di Buntu Raya mengingat semangat dan api perjuangan Tuan Rondahaim yang tidak padam-padam.
Pesan-pesannya tentang pentingnya kejujuran, keberanian, dan keadilan tetap relevan dalam membangun sebuah masyarakat yang bermartabat dan beradab. Prinsip-prinsip hidup dan nasionalismenya yang kuat membuat Tuan Rondahaim tidak hanya menjadi pahlawan dalam sejarah, tetapi juga teladan yang abadi bagi nilai-nilai yang kita junjung tinggi dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.
Tuan Rondahaim adalah seorang pahlawan yang tidak hanya dikenal karena keberaniannya dalam medan perang, tetapi juga karena prinsip-prinsip hidupnya yang kokoh dan semangat nasionalismenya yang tinggi.
Dalam editorial buku Rondahaim, Sebuah Kisah Kepahlawanan Menentang Penjajahan di Simalungun, Penerbit NCBI, Juli 2024, tercatat prinsip hidup dan nilai-nilai nasionalisme yang dicontohkan oleh Tuan Rondahaim:
Pertama, Keberanian yang Tidak Tergoyahkan: Tuan Rondahaim dikenal karena keberaniannya yang luar biasa dalam menghadapi musuh-musuh yang kuat. Prinsip hidupnya adalah bahwa keberanian sejati adalah kunci untuk melawan ketidakadilan dan mempertahankan kehormatan tanah air;
Kedua, Keadilan dan Kesetiaan: sebagai pahlawan yang dihormati, Tuan Rondahaim mengutamakan keadilan dan kesetiaan.
Dia tidak pernah berkompromi dalam mempertahankan nilai-nilai yang benar dan berjuang untuk kepentingan bersama masyarakatnya;
Ketiga, Cinta akan Tanah Air: Nasionalismenya tercermin dalam cintanya yang mendalam terhadap tanah airnya. Tuan Rondahaim tidak hanya melindungi tanah airnya dari ancaman musuh, tetapi juga berupaya membangun kesatuan dan kekuatan dalam masyarakatnya untuk masa depan yang lebih baik.
Keempat, Kepemimpinan yang Memotivasi: sebagai pemimpin, Tuan Rondahaim menginspirasi dan memotivasi rakyatnya untuk berjuang bersama demi tujuan yang lebih besar.
Dia memberikan contoh kepemimpinan yang adil dan disiplin, yang menguatkan semangat kebangsaan dan persatuan di antara mereka;
Kelima, Pengorbanan dan Dedikasi: Tuan Rondahaim menunjukkan pengorbanan yang besar dalam mempertahankan kehormatan dan kebebasan tanah airnya. Dedikasinya yang tak kenal lelah untuk masyarakat dan negaranya mengilhami generasi setelahnya untuk berkomitmen pada prinsip-prinsip yang sama;
Keenam, Warisan yang Berkelanjutan: Nilai-nilai dan prinsip hidup Tuan Rondahaim tidak hanya berdampak pada masanya, tetapi juga menjadi warisan yang berkelanjutan bagi bangsa dan budaya.
Sebagaimana etnis lainnya di Indonesia, etnis Simalungun memiliki nilai budaya lokal (local wisdom) yang berlaku dalam kehidupan tradisional orang Simalungun. Nilai-nilai budaya ini digambarkan dalam falsafah hidup, kesenian, dan adat istiadat. Nilai budaya ini memperjuangkan habonaron (kebenaran dan keadilan) sebagai landasan dan cita-cita hidup orang Simalungun.
Maka penting kiranya memahami secara utuh nilai-nilai dan falsafah Simalungun yang melatar-belakangi perjuangan heroik Tuan Rondahaim melawan penjajah Belanda (makalah Budaya Simalungun, Pdt. Juandaha Raya P. Dasuha, 1 Februari 2013).
Semoga hak prerogatif atau kewenangan khusus yang dimiliki oleh Presiden Prabowo Subianto, selaku Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, tidak mengabaikan fakta sejarah perjuangan Tuan Rondahaim Saragih, Napoleon Der Bataks, asal Simalungun, penerima Tanda Kehormatan Bintang Jasa Utama RI (1999) dan Ahli Strategi Perang Gerilya di masa kolonial.
Penghormatan negara ini tentunya tidak ada kaitan dengan sentimen ataupun diskriminasi kesukuan, tapi menyorong fakta-fakta sejarah perjuangan Rondahaim Saragih dalam kaitan dengan terpenuhinya kriteria, syarat umum dan 6 (enam) syarat khusus untuk ditetapkan sebagai pahlawan nasional.
Kami berkeyakinan bahwa Tuan Rondahaim Saragih sangat layak disandingkan dengan dengan 195 pria dan 17 wanita Pahlawan Nasional dari seluruh Indonesia (2023, https://id.m.wikipedia.org/ wiki/Pahlawan_nasional_Indonesia), apalagi disandingkan dengan 12 Pahlawan Nasional Non-Simalungun dari Sumatera Utara (Pahlawan Nasional, https://sumutprov.go.id).(***)
Redaktur & Reporter : Friederich Batari