Tujuh Turunan, Tak Akan Hilang Cerita Ini

Jumat, 23 Januari 2015 – 22:50 WIB
Komjenpol (Purn) Oegroseno

jpnn.com - PENETAPAN tersangka Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto (BW) dalam kasus Pilkada Kota Waringin Barat oleh Mabes Polri, membuka lembaran baru kisah Cicak versus Buaya. 

Langkah Bareskrim Polri di bawah pimpinan Komjen Budi Waseso itu tidak saja dikritik masyarakat, tapi juga purnawirawan jenderal polri sekelas Oegroseno.

BACA JUGA: Budi Gunawan Orang Kuat

Mantan Wakapolri era Kapolri Jenderal Sutarman secara tegas menyatakan bahwa Bareskrim sudah melanggar etika dalam menetapkan seorang pejabat negara sebagai tersangka. Bahkan, dia tidak segan-segan menyatakan ada kepentingan politik yang menunggangi kasus BW tersebut. Bagaimana pandangan dari Komjen Oegroseno? Berikut petikan wawancaranya dengan wartawan JPNN.com, M Fathra Nazrul Islam.

Bagaimana melihat langkah Bareskrim Polri?

BACA JUGA: Semua Ada di Tangan Presiden

Ini semua akrobat. Harusnya kan dikumpulkan dulu fakta-fakta di lapangan. Polisi itu tugasnya membuat terang suatu perkara, bukan mengumpulkan barang bukti. Kalau mengumpulkan barang bukti namanya pemulung bukti, gak boleh.

Artinya? Apa ada prosedur yang tidak dilalui? Apalagi Plt Kapolri Badroedin awalnya tidak tahu kalau BW tersangka.

BACA JUGA: Silakan KPK Masuk

Ini sudah melanggar etika, makanya penyakitnya kan di dua, Budi Gunawan dan Budi Waseso. sudah, dinonaktifkan saja dua itu, aman sudah. Gak usah ragu-ragu, calon kapolri kan banyak. 

Saya dari dulu gak pernah cita-cita jadi kapolri, kerja yang baik saya. Sekarang junior saya mau jadi kapolri. Apa sih enaknya jadi kapolri? Nggak enak, tiap hari dipanggil presiden, rapat, pusing.

Apa solusinya sekarang atas kisruh ini?

Sejak awal sudah salah, pencalonan kapolri dari Menko Polhukam. Menko Polhukam juga salah. Kembalikan ke Undang-undang Dasar 45, penjaringan ulang, cari siapa yang punya prestasi karier, kerja bagus, kepangkatan.

Kan ada proses internal seperti Dewan Kepangkatan Tinggi (Wanjakti) ya pak?

Harusnya ada, kemarin gak ada diterapkan oleh Menko Polhukam dan Kompolnas. Makanya kalau saya jadi Pak Tarman saya gak mau mundur. Saya akan tanya bapak (presiden) mau berhentikan saya demi organisasi polri yang saya bawa? 400 sekian ribu personel? Bapak presiden, mohon jangan. Bapak Menkopolhukam, mohon jangan main-main dengan organisasi polri. Sekarang? Kejadian seperti ini.

Dalam kapasitas Plt, apa punya wewenang ganti kabareskrim?

Gak bisa. Tidak bisa, saya sudah baca pengertian Plt itu apa, terbatas hanya melaksanakan kegiatan administrasi sehari-hari. Makanya justru segera Pak Presiden menjaring calon kapolri baru. Jadi diposisikan dulu

Kalau dari yang diusulkan kompolnas, bapak tidak setuju?

Pokoknya yang diusulkan kompolnas dan menkopolhulkam itu sudah melanggar undang-undang, sampai matipun saya tidak setuju. 

Dengan status Plt itu apakah artinya penyidikan itu (status tersangka BW) juga gugur demi hukum? 

Sekarang kalau mau digugat, surat keputusan kabareskrim sudah cacat hukum, jadi ke bawah cacat hukum semua, digugat PTUN.

Termasuk penetapan tersangka BW?

Semuanya. Ya kalau sudah cacat hukum, salah tulis nama saja cacat, gak sah. Jadi masyarakat supaya tahu. Sekarang dibuka, kalau secara prosedur kalau polisi nangkap orang dengan anaknya dibawa seperti itu, prosedur yang mana (dipakai).

Artinya gak etis?

Polisi kan punya intelijen. Oh rumahnya di sana, datangi saja di rumahnya.

Tapi biasanya ada alasan yang bisa diterima menangkap dan menahan?

Alasan penahanan itu tiga, dikhawatirkan menghilangkan barang bukti, mempersulit penyidikan atau mengulangi perbuatannya. Selama tiga ini tidak dilakukan dia gak bisa ditahan.

Makanya dari dulu saya menyarankan tersangka gak usah di BAP. Tersangka berhak diam dan digunakan haknya bicara di pengadilan. Selama ini KUHAP kan memaksakan tersangka harus BAP, di situlah terjadi pelanggaran HAM. Kalau di Amerika terjadi polisi seperti itu sudah dipecat.

Jadi saya terus terang yang terpukul masalah anak-anak tadi. Di satu sisi polisi membikin konsep polisi cinta anak, di sisi lain melakukan bapaknya digitukan. Sampai tujuh turunan, tak akan hilang cerita ini.

Makanya korbankan, nonaktifkan dua jenderal itu, tunjuk masih banyak yang lebih mampu kok. Apa setelah lewat DPR sudah sah, belum tentu.

Bapak yakin cuma dua jenderal (BG dan Budi Waseso) itu?

Nanti propam bisa melihat.

Bapak melihat ini ditunggangi kepentingan politik?

Gak usah ditanya, saya jawab iya, ngapain ragu-ragu. (fat/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ingin Menyadap seperti KPK


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler