jpnn.com, JAKARTA - Sekretaris Jenderal Serikat Pekerja Jakarta International Container Terminal (SP JICT), Firmansyah mengatakan nasib perpanjangan kontrak JICT jilid II kepada Hutchison yang terindikasi korup dan nasib ratusan pekerja yang di-PHK (pemutusan hubungan kerja) belum jelas jelang masa habis kontrak Hutchison jilid I pada 26 Maret 2019.
Karena itu, serikat pekerja berencana menggelar mogok kerja dan aksi mogok makan untuk menuntut kejelasan nasib pekerja yang di PHK dan kerugian negara Rp 4,08 triliun dalam kasus perpanjangan kontrak JICT.
BACA JUGA: Ketua Komisi MUI Nilai Rezim Jokowi Tak Mengkriminalisasi Ulama
“Kami sudah persiapkan semuanya,“ kata Firman saat aksi di Kementrian BUMN, Selasa (26/2/2019).
BACA JUGA: SP JICT Ajak Publik Tolak Privatisasi Pelabuhan
BACA JUGA: Apa Kabar Kasus Baiq Nuril?
Pernyataan ini merespons pemerintah dan penegak hukum yang berlarut menyelesaikan kasus perpanjangan kontrak JICT.
Menurut audit inevstigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kontrak Hutchison jilid II ini melanggar berbagai aturan dan merugikan keuangan negara setikanya Rp 4,08 triliun.
BACA JUGA: Menko PMK: Kemah Revolusi Mental di Kabupaten Landak Terbaik di Indonesia
Kontrak yang menurut auditor negara ini ilegal karena masih dijalankan paksa oleh manajemen Hutchison di JICT.
Selain kasus korupsi perpanjangan kontrak JICT, manajemen Hutchison terus berupaya untuk memberangus pekerja.
Padahal ratusan pekerja ini telah membantu Hutchison menciptakan keuntungan untuk dinikmati oleh perusahaan asal Hong Kong ini. Namun Hutchison dinilai gagal memenuhi keadilan bagi pekerja.
“Dari aspek pengelolaan BUMN, bagaimana mungkin perusahaan multinasional asing Hutchison diberikan konsesi sejak 1999 sampai 2019, namun bebas memberangus dan melakukan PHK ratusan anak bangsa. Bahkan menurut BPK, Hutchison leluasa melakukan korupsi dan membeli murah aset negara. Dimana pemerintah? Dimana negara?” kata Firman dalam keterangan persnya.
Padahal secara SDM, fasilitas dan teknologi JICT sangat siap dikelola mandiri. Sama halnya dengan penghentian privatisasi Dubai di Terminal Petikemas Surabaya (TPS).
Untuk itu dalam satu bulan ke depan, Firman memastikan akan terus melakukan kampanye dan aksi-aksi spartan termasuk mogok kerja, mogok makan bahkan ada pekerja yang di-PHK akan menjual ginjal demi menafkahi keluarganya.
“Sekali lagi kasus JICT bukan soal investasi asing di pelabuhan. Namun sejatinya tentang penegakan aturan, pemberantasan korupsi dan keadilan bagi pekerja yang telah membangun produktivitas handal pelabuhan,” kata Firman
Menurutnya, pemerintah tidak bisa bicara jauh dalam hal mewujudkan Indonesia anti korupsi dan keadilan bagi rakyat jika kasus kontrak JICT tidak selesai.
“Jika pemerintah terus abai dan gagal, maka pekerja akan selalu berada di baris terdepan untuk membela kepentingan rakyat dan bangsa dalam kasus JICT,” ujar Firman.(fri/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Soal Pengembalian Lahan Prabowo, Fadli Zon Ajukan Satu Syarat
Redaktur & Reporter : Friederich