jpnn.com - KONFUSIUS dipuja sebagai guru di atas segala guru oleh bangsa China. Hidup pada 500-an tahun sebelum masehi, jauh menjelang Nabi Muhammad mengabarkan risalah.
Wenri Wanhar – Jawa Pos National Network
Konfusius mengajarkan cara agar intrik dan tipu daya tidak merajalela. Agar tak ada lagi pencurian dan perampokan, sehingga semua pintu tak perlu dikunci.
Intisari kebudayaan Tiongkok dapat dirumuskan dengan dua kata. Berawal dari ren dan berujung he.
Ren, mendedah penulisannya dalam aksara hanzi, terdiri dari simbol manusia dan angka dua.
“Konsep utamanya menyangkut soal hubungan antara manusia dan manusia,” begitu tafsir Prof. Liang Liji tentang ren, dalam buku 2.000 Tahun Perjalanan Hubungan Tiongkok-Indonesia.
Alkisah. Pada zaman dahuluuu…, menjawab pertanyaan muridnya, Konfusius berkata, yang dimaksud dengan ren adalah saling menyayangi. Antara manusia dan manusia hendaklah saling menyayangi.
“Apa yang tidak diinginkan terjadi pada diri sendiri, janganlah lakukan pada orang lain. Jika diri sendiri ingin tumbuh, tumbuhkan pula orang lain. Jika diri sendiri ingin makmur, makmurkan pula orang lain,” papar Konfusius.
Dan, “menghormati orang tua sendiri, juga menghormati orang tua orang lain. Menyayangi anak sendiri, juga menyayangi anak orang lain.”
Itulah norma kehidupan. Berangkat dari ren hingga mencapai he. He adalah tujuan yang dicapai dengan perilaku ren.
Yang dimaksud dengan he, sambung Konfuisius, adalah rukun damai harmonis.
“Dengan mencapai rukun damai harmonis, maka langit dan bumi masing-masing akan berada pada tempatnya. Dan semua makhluk akan tumbuh dengan suburnya.”
Konfusius juga merumuskan perjalanan dan tujuan hidup. Yakni, menyempurnakan diri, menyerasikan keluarga, mengatur negara, mewujudkan dunia yang aman sentosa.
“Kalau keluarga rukun damai harmonis, segala usaha akan subur.”
Tradisi kebudayaan yang mengutamakan rukun damai harmonis tersebut, menurut Prof. Liang Liji, telah menjadi landasan dan arahan kebijakan Tiongkok dari dinasti ke dinasti.
Legenda Konfusius
BACA JUGA: Uang Dewa Laris Manis Jelang Imlek
Secara tradisi, dikisahkan bahwa Konfusius lahir pada hari ke 27 bulan lunar ke 8. Dalam kalender masehi, kelahirannya diperingati tiap 28 September—di Taiwan dirayakan sebagai Hari Guru, dan libur nasional.
“Tidak seorang pun mempunyai pengaruh yang lebih besar dalam kehidupan, pikiran dan bahasa masyarakat China seperti halnya Konfusius,” tulis Michael C. Tang dalam Kisah-kisah Kebijaksanaan China Klasik.
Sedikit sekali literasi tertulis yang mengisahkan masa-masa kecilnya. Yang tersiar justru sejumlah kisah berbau legenda.
Antara lain, tentang sepasang suami istri yang senantiasa berdoa meminta agar dikarunia anak lelaki di kaki Bukit Qufu, Shandong. Tetiba, perut si istri dihinggapi burung phonix.
Pendek kisah ia hamil. Anaknya lelaki. Tetapi, karena buruk rupa, bayi itu dibuang oleh orang tuanya di kaki bukit tempatnya berdoa. Bayi itu pun dirawat seekor harimau, dan kemudian hari tumbuh dewasa menjadi guru terkenal bernama Konfusius.
Kisah ini hidup di kalangan rakyat di Bukit Qufu. Untuk semakin menghidupkan kisah tersebut, di sana dibangun patung Konfusius.
Versi lain meriwayatkan, seorang istri prajurit yang sedang hamil mimpi setelah bersembahyang di kuil kaki Gunung Ni Qiu, timur laut distrik Qufu.
Dalam mimpinya, ia melihat kuda bertanduk satu nan anggun. Muncul dari tepi hutan menggigit buku dari batu giok. Dan, buku itu diletakkan kuda tersebut ke kakinya.
Dia lalu melahirkan anak lelaki. Diberi nama Qiu. Marganya Kong. Setelah tumbuh dewasa, karena kepandaiannya, anak itu dipanggul Kong Fuzi yang artinya Tuan Kong. Inilah yang dikenal dunia sebagai Konfusius.
Lepas dari itu semua, yang pasti Konfusius muda adalah seorang yang senang belajar. Menyalin kitab-kitab sejarah, kelana, berguru mengampuh ilmu. Segala macam ilmu. Ia juga ahli bermusik.
Memasuki usia 30-an, muridnya datang dari segala penjuru dan segala lapisan. Masa itu, kabarnya di China hanya keluarga dari trah bangsawan yang bisa sekolah.
Konfusius menempuh jalan yang tidak umum. “Prinsipnya, memberikan pendidikan tanpa pandang bulu. Sebanyak 72 di antaranya menjadi elit cendikia nan dikenal bijak,” tulis Liang Liji.
Konfusius hidup ketika situasi politik di China terbelah. Awalnya dikuasai oleh anggota keluarga penguasa. Mereka bertempur satu sama lain. Kekerasan dan pertikaian politik jadi menu rakyat sehari-hari.
BACA JUGA: Pradaksina, Gajah di Candi Muara Takus Menjalankan Ritual Buddha?
Agak-agak mirip dengan Indonesia hari ini. Selisih orang-orang berebut kuasa.
Kabar-kabarnya, pada masa mula berkecambahnya risalah Nabi Muhammad, jauh kemudian hari setelah zamannya Konfusius, ada mahfudzhat--semacam seloka, “utlubul ilmu wa lau bi sin”…tuntutlah ilmu hingga ke negeri China.
BACA JUGA: Kisah Hayam Wuruk di Kalimantan
Dan...rupa-rupanya nih, guru di atas gurunya bangsa China, Tuan Kong atau Konfusius memberi harapan, “pada masa berlakunya mandat dari langit, dunia milik umum. Orang yang berbudi dan terampil akan dipilih untuk mengelola negara. Semua orang akan saling memegang janji dan hidup berdampingan secara rukun.” (wow/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mengenang Sejarah Malari, Dari UI Hingga ITB
Redaktur & Reporter : Wenri