jpnn.com, ANKARA - Setelah berbagai kehebohan dan rentetan pernyataan sensasional Presiden Recep Tayyip Erdogan mengenai keadilan, Turki akhirnya menyerahkan kasus pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi kepada Arab Saudi, negara yang selama ini Ankara tuduh melindungi dalang kejahatan tersebut.
Pengadilan Turki pada Kamis memutuskan untuk menghentikan sidang tersangka warga Arab Saudi dalam kasus pembunuhan wartawan Jamal Khashoggi dan menyerahkannya ke kerajaan tersebut.
BACA JUGA: Erdogan Sebut Pembunuh Khashoggi Menikmati Impunitas di Arab Saudi
Keputusan itu menuai kecaman dari sejumlah kelompok HAM dan muncul selagi Ankara sedang memperbaiki hubungannya dengan Riyadh.
Pekan lalu jaksa menyerukan persidangan secara in absentia 26 tersangka warga Saudi dipindahkan dari Istanbul ke otoritas Saudi.
BACA JUGA: Erdogan Masih Ngotot Pemerintah Saudi Bunuh Khashoggi
Menteri kehakiman lantas mengatakan pemerintah mendukung permintaan tersebut.
Pembunuhan Khashoggi di konsulat Arab Saudi di Istanbul empat tahun silam menuai kemarahan global sekaligus memberikan tekanan terhadap penguasa de facto kerajaan Putra Mahkota Mohammed bin Salman.
BACA JUGA: Erdogan Peduli Khashoggi, tapi Sikat Jurnalis Negeri Sendiri
"Membuat keputusan untuk menghentikan (sidang) adalah perbuatan melawan hukum... sebab putusan pembebasan para terdakwa di Arab Saudi sudah selesai," kata Gokmen Baspinar, pengacara dari Hatice Cengiz yang merupakan tunangan Khashoggi.
"Faktanya bahwa sidang yang dipindahkan ke sebuah negara yang tidak ada keadilan adalah contoh yang tidak bertanggung jawab untuk warga Turki," katanya.
Presiden Erdogan sendiri pernah mengungkapkan ketidakpercayaannya terhadap proses hukum di Saudi. Dia menuding Arab Saudi melakukan pembiaran terhadap para pelaku.
"Mungkin yang lebih berbahaya adalah impunitas yang tampaknya dinikmati para pembunuh di kerajaan (Arab Saudi) tersebut," ujar Erdogan pada 2019 silam.
Ketika itu Erdogan menegaskan bahwa Turki akan terus berusaha mengungkap kebenaran terkait tewasnya Khashoggi. Dia menambahkan bahwa hampir tidak ada keterbukaan dalam proses peradilan para tersangka.
Laporan intelijen AS yang dirilis tahun lalu mengungkapkan bahwa Putra Mahkota Mohammed bin Salman menyetujui operasi untuk menghabisi atau menangkap Khashoggi.
Namun pemerintah Saudi membantah keterlibatan apa pun oleh putra mahkota dan menyangkal temuan dalam laporan tersebut.
Pengadilan Saudi sendiri sebenarnya telah mengadili dan menjatuhkan hukuman kepada 8 pelaku pembunuhan Jamal Khashoggi pada September 2020 lalu. Lima orang divonis 20 tahun penjara, satu orang 10 tahun penjara dan dua lainnya tujuh tahun penjara.
Namun, beberapa pekan kemudian pihak kejaksaan Turki menetapkan enam warga negara Saudi sebagai tersangka baru. Puluhan warga Saudi telah didakwa secara in absentia oleh kejaksaan Turki terkait kasus ini.
Akan tetapi karena Turki butuh investasi untuk meningkatkan ekonominya, Ankara selama setahun belakangan berupaya untuk memperbaiki keretakan dengan Riyadh.
Menjelang putusan, Pengawas HAM memperingatkan bahwa pemindahan sidang ke Riyadh akan menghalangi keadilan.
"Ini akan membunuh harapan akan keadilan (untuk Khashoggi) sekaligus akan menambah keyakinan nyata otoritas Saudi bahwa mereka bisa lolos dari pembunuhan," kata Michael Page, wakil direktur Pengawas HAM Timur Tengah. (ant/dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif