Tuti Diesekusi Mati di Arab, Indonesia Harus Bertindak Keras

Minggu, 04 November 2018 – 13:53 WIB
TKI dideportasi. Foto: Radar Tarakan/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Masalah tenaga kerja Indonesia (TKI) selalu menampilkan nestapa. Persoalan demi persoalan senantiasa menjerat buruh migran di negeri ini, terutama kaum hawa, yang sering dikondisikan berada dalam posisi tak berdaya dan bersalah secara sistematis.

Terbaru yakni kabar eksekusi mati Tuti Tursilawati, tenaga kerja wanita (TKW) asal Majalengka, Jawa Barat, oleh Pemerintah Arab Saudi tanpa pemberitahuan atau notifikasi terlebih dahulu kepada Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) atau Konsulat Jenderal RI (KJRI) Jeddah.

BACA JUGA: Pak Sabam Sesalkan Tindakan Arab Saudi pada Tuti Tursilawaty

Tuti sebelumnya telah menjalani proses hukuman yang cukup lama, yakni sekitar tujuh tahun. Dia didakwa atas kasus pembunuhan kepada majikannya pada 2010. 

Sebelumnya, Tuti sudah divonis hukuman mati pada Juni 2011. Dalam beberapa sumber pemberitaan media, Tuti terpaksa melakukan pembunuhan itu karena kerap mendapat pelecehan seksual dari majikannya.

BACA JUGA: TKI Dieksekusi, Politisi PDIP: Saudi Langgar Etika Diplomasi

Sejumlah kalangan di dalam negeri juga mengecam keras hingga aksi massa memasang garis segel di Kedubes Arab Saudi di Jakarta.

Farouk Abdullah Alwyni, Ketua Biro Pelayanan Luar Negeri dan Diplomasi Publik DPP PKS mengatakan, sudah seharusnya pemerintah Indonesia melayangkan protes keras terhadap otoritas di Arab Saudi, karena sikapnya yang tidak melihat Indonesia sebagai salah satu negara penyumbang devisa negara (ke Arab Saudi) dari haji dan umrah. 

BACA JUGA: Tuti Dieksekusi, Fahri Sebut Pemerintah dan DPR Kecolongan

“Tapi protes saja tidak cukup, petugas KBRI atau KJRI Jeddah harus lebih berani dalam menghadapi pihak Arab Saudi terkait perlindungan TKI di sana, karena eksekusi mati tanpa notifikasi bukan kali ini saja,” katanya, Minggu (4/11).

Menurut Farouk yang sempat mukim di Arab Saudi, ada kesan pihak Arab Saudi meremehkan petugas kita di sana terkait persoalan WNI. Berbeda jauh perlakuannya terhadap warga dari negara-negara Eropa atau Amreika yang teribat kasus hukum, pihak otoritas Arab Saudi bertindak hati-hati.

 “Saya mengimbau petugas KBRI atau KJRI lebih ‘fight’ lagi, ‘all out’ dalam membela dan melindungi WNI di Arab Saudi. Kalau perlu tarik semua staf agar Indonesia tidak diremehkan,” ujar Chairman, Center for Islamic Studies in Finance, Economics, and Development (CISFED) ini.

Farouk menilai, kasus eksekusi mati Tuti tanpa notifikasi ini menjadi pelajaran bagi pemerintah Indonesia untuk mengevaluasi diplomasi luar negeri yang ada sekarang ini agar bisa lebih aktif dan berani mengenai proses hukum terhadap WNI. Ikhwalnya, dalam kasus hukuman mati sering terjadi cara-cara ‘unfair trial’, sehingga harus ada pendampingan maksimal dari negara  agar eksekusi mati dapat dicegah dari awal penanganan perkara.

Dalam kasus Tuti, otoritas Arab Saudi dianggap melanggar Konvensi Wina Tahun 1963 dan tidak adanya perubahan sistem hukum yang dapat melindungi pekerja migran.

Atas dasar itu, alumnus New York University (MA) dan University of Birmingham (MBA) ini menyarankan agar pemerintahan Presiden Jokowi Widodo mempertimbangkan aksi yang jauh lebih tegas jika Arab Saudi terus mengabaikan permintaan Indonesia untuk memberikan notifikasi jika akan dilakukan hukuman mati terhadap WNI. 

“Misalnya moratorium selama tiga tahun saja untuk pengiriman jemaah umrah. Meski soal ibadah dan menyangkut bisnis umrah juga di dalam negeri, tapi ini menyangkut sikap Arab Saudi tidak mempertimbangkan adab politik diplomasi dengan Indonesia, yang juga punya sumbangan besar untuk devisa mereka dari jemaah haji dan umrah mengingat jumlahnya paling banyak se-dunia,” tukas Calon Anggota DPR Dapil DKI Jakarta II ini.

Di sisi lain, perempuan terpaksa mengadu nasib di negara orang, karena terbatasnya lapangan pekerjaan yang layak di daerah daerah. Alhasil, mereka lebih memilih bekerja di luar negeri dengan berbagai ancaman dan risiko dari mulai tindakan kekerasan psikis, fisik, hingga pelecehan seks.

“Pemerintah jangan happy dengan data statistik pertumbuhan ekonomi, siapa sebenarnya yang menikmati. Lapangan pekerjaan masih sulit, kok. Kalau pekerjaan banyak tersedia dan pendapatannya memadai untuk kebutuhan hidup, TKW yang unskilled tidak perlu kerja di luar negeri yang penuh risiko,” tukas Farouk.(chi/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... TKI Dihukum Mati, Moeldoko Klaim Jokowi Sudah Berusaha


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler