jpnn.com - SEORANG pendaki Gunung Merapi asal Kabupaten Salatiga, Jawa Tengah Septian Anggara Putra diketahui telah memasang sebuah bendera di tiang penyangga kamera CCTV, Senin (26/10) lalu. Akibat ulahnya itu, pemantauan kawah Merapi melalui CCTV tersebut terhalang oleh bendera miliknya.
Beruntung, bendera berukuran 20 x 30 cm dengan tulisan Adventure 54 Salatiga tersebut saat ini telah diambil oleh pemantau Merapi Pos Babadan selang sehari setelah pemasangan.
BACA JUGA: Sang Kapten Persib Kini Kebanjiran Tawaran Manggung
Rizal Setyo, Jogjakarta
Septian bersama empat orang temannya sesama pendaki lain dipanggil menghadap ke Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) DIJ untuk diminta penjelasan, Kamis (29/10) kemarin.
BACA JUGA: Wiwiek Anggraini, Perempuan Relawan Pemadam Karhutla di Riau, Semangat meski Sesak Napas
Kepala BPPTKG DIJ, I Gusti Made Agung Nandaka mengatakan, bendera yang dipasang pendaki tersebut cukup berbahaya. Sebab, bendera tersebut menutupi kamera CCTV sehingga menggangu pemantauan kondisi kawah bawah Gunung Merapi.
"Hal itu tentu saja berbahaya bagi orang lain. Memasang bendera di tiang CCTV yang kita pakai untuk memantau kawah merapi bisa fatal akibatnya," katanya.
BACA JUGA: Begini Rasanya Melintas di Tikungan 14 Sepang, Lokasi Rossi "Tendang" Marquez dengan Motor Bebek
Pihak BPPTKG baru mengetahui kejadian tersebut pada Selasa pagi. Kemudian, ia segera meminta bantuan tim pemantauan agar mengambil benda yang menghalangi pemantauan tersebut.
Ia mengungkapkan, setelah dilakukan pemeriksaan, Septian dan kawan-kawannya mengakui perbuatannya dan segera meminta maaf. Karena itu, pihaknya pun memaafkan mereka, namun tetap diminta ke depannya agar tidak lagi berbuat sembrono saat naik gunung. "Kalau memang pecinta alam, sebagai pendaki gunung harusnya tidak boleh mengganggu. Ada konsekuensi berat jika melakukan tindakan seperti itu," tegasnya.
Dia tak menjelaskan secara detail, harusnya tindakan yang dilakukan Septian dkk itu bisa dikenakan pidana hingga 20 tahun. Selain itu, ia juga telah melewati batas pendakian aman bagi pendaki, yakni hanya boleh sampai di Pasar Bubrah. "Tidak hanya bagi yang bersangkutan, tapi juga pembelajaran buat para pendaki lainnya. Masalah ini tidak akan dibawa ke ranah hukum," ucapnya.
Kepada wartawan, Septian mengaku kejadian tersebut sebagai sebuah keteledorannya. Dia merasa bersalah dan minta maaf kepada semua pihak yang dirugikan. "Saya meminta maaf kepada semua pihak yang kami rugikan. Kami mengakui kesalahan kami dan tidak akan mengulangi lagi," ujarnya.
Setelah bertemu dengan pihak BPPTKG dan para relawan SAR, Septian dkk diperlihatkan ruangan yang digunakan untuk memantau aktivitas Gunung Merapi. Setelah itu, mereka diperbolehkan untuk pulang.
Sebelum pulang, Septian dan empat rekannya dihukum relawan SAR dengan jalan jongkok menuju mobil yang membawanya. Sayangnya, saat Septian sedang jalan jongkok, ia sempat ditendang oleh seorang oknum relawan SAR.
Melihat kejadian itu, relawan lainnya pun langsung menarik oknum relawan yang menendang Septian itu. "Mereka tadi disuruh jalan jongkok, juga ditendang yang rambutnya gondrong (Septian). Yang nendang siapa tidak tahu, relawan sepertinya," kata saksi mata yang enggan menyebutkan namanya.
Mengetahui hal itu, Kepala BPPTKG DIJ, I Gusti Made Agung Nandaka menyebut, kejadian tersebut di luar kendali BPPTKG. Dia pun mengaku sempat bertemu dengan Septian dan kawan-kawannya setelah kejadian. Untungnya, tidak ada luka yang dialami Septian. "Mereka pulang dengan selamat. Tadi saya sempat ketemu sebelum pulang. Saya lihat sehat semua, setelah itu mereka pulang," ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Sub Bagian Tata Usaha (TU) Balai Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) Tri Atmojo menuturkan, atas perbuatan menutup CCTV pemantuan kawah Merapi dan nekat mendaki hingga puncak, Septian Anggara beserta tiga rekannya akan diberikan dua sanksi.
Yang pertama, keempatnya dilarang melakukan aktivitas pendakian ke Gunung Merapi selama tiga tahun. Sanksi kedua, mereka diwajibkan untuk ikut merawat ekosistem Gunung Merapi bersama TNGM. Yakni mulai dari bersih-bersih, sampai ikut kegiatan penghijuan Merapi. Aktivitas ini dilakukan selama tiga tahun.
Namun sebab mereka masih duduk di bangku sekolah, maka untuk waktunya dapat disesuaikan. Sehingga tidak menganggu aktivitas sekolah mereka. "Intinya kita tidak ingin menghalangi minat mendaki. Sanksi ini sifatnya lebih pada edukasi saja, mereka kan masih muda," terangnya. (riz/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Albiner Sitompul, dari Istana jadi Sutradara Drama Refleksi Sumpah Pemuda, tentang Cinta
Redaktur : Tim Redaksi