Tutupi Jejak Genosida, Myanmar Rampas Tanah Rohingya

Selasa, 13 Maret 2018 – 06:38 WIB
Warga Rohingya di Myanmar. Foto: Picture Alliance/DPA/M Alam

jpnn.com, YANGON - Repatriasi yang dijanjikan Pemerintah Myanmar kepada para pengungsi Rohingya di Bangladesh tampaknya hanya lip service belaka. Alih-alih kembali merangkul, mereka malah berusaha menghilangkan jejak genosida dan kejahatan HAM lainnya terhadap kelompok etnis yang mayoritas beragama Islam itu. 

Berdasar gambar satelit yang dirilis Amnesty International, Senin (12/3), tampak pembangunan besar-besaran di tanah bekas properti milik warga Rohingya yang dibakar. Sangat mungkin yang dibangun adalah fasilitas militer.

BACA JUGA: Myanmar Tantang PBB Tunjukkan Bukti Genosida Rohingya

’’Apa yang kami lihat adalah perampasan lahan dalam skala besar oleh militer,’’ terang Direktur Respons Krisis Amnesty International Tirana Hassan sebagaimana dilansir Associated Press.

Bagi penduduk Rohingya, fakta terbaru itu membuat hidup mereka bak jatuh tertimpa tangga. Tercebur selokan pula. Bagaimana tidak, sebagian penduduk telah dibunuh, dibakar hidup-hidup, dan diperkosa.

BACA JUGA: Borok Myanmar Diumbar di Dewan Keamanan PBB

Mereka yang berhasil melarikan diri ke Bangladesh harus berjuang untuk hidup. Banyak perempuan terpaksa dinikahkan dini dengan penduduk setempat demi bisa menyambung hidup.

Sebagian lainnya harus berakhir melacurkan diri untuk memberi makan anak-anaknya. Kini tanah tempat kelahiran mereka juga dirampas. Tak ada tempat untuk pulang.

BACA JUGA: Myanmar Berjanji Hukum Tentara Pembantai Rohingya

Lembaga HAM yang berbasis di London, Inggris, itu mengungkapkan, setidaknya ada tiga fasilitas keamanan baru yang tengah dibangun di Rakhine. Basis militer di Desa Pa Da Kar Ywar Thit bahkan memiliki dua landasan helikopter.

Di desa lainnya, pos polisi perbatasan berdiri di sebelah bekas masjid. Ruas-ruas jalan ke pangkalan militer tersebut juga dibangun. Beberapa penduduk Rohingya yang memilih menetap di Rakhine mengaku diusir karena lahan milik mereka akan dipakai untuk jalan.

’’Militer tidak hanya membangun pangkalan pasukan keamanan, tapi juga membuldoser rumah, pohon, tetenger, dan bahkan makam,’’ tegas Mohammad Ali, penduduk Rohingya yang bermukim di Kota Buthidaung.

Gambar satelit terbaru itu kian menguatkan paparan Amnesty International sebelumnya. Yaitu, bahwa militer Myanmar telah membuldoser properti milik warga Rohingya yang telah terbakar dan ditinggalkan pemiliknya.

Setidaknya empat masjid yang tidak ikut rusak juga ikut diratakan dengan tanah atau dihancurkan bagian atapnya.

’’Otoritas Myanmar tengah menghapus bukti-bukti kejahatan melawan kemanusiaan yang mereka lakukan,’’ tegas Tirana Hassan terkait langkah Myanmar yang membuat permukiman Rohingya rata dengan tanah.

Tindakan tersebut bakal menyulitkan usaha untuk membawa orang-orang yang terlibat dalam tragedi kemanusiaan di Rakhine ke meja hijau.

Tudingan Amnesty International itu ditampik Juru Bicara Pemerintah Myanmar Zaw Htay. Dia menegaskan bahwa pihaknya sengaja membuldoser permukiman yang terbakar untuk membangun rumah penduduk dan memukimkan kembali mereka.

Yang dibuldoser juga hanya bangunan yang sudah rusak. Versinya, itu bukanlah usaha untuk menghilangkan bukti-bukti pelanggaran HAM oleh militer Myanmar.

’’Kami akan membangun desa-desa dan rumah-rumah baru dan memukimkan kembali penduduk berdasar rencana tata desa,’’ terangnya saat dihubungi Associated Press via telepon.

Menurut Zaw Htay, yang tertangkap satelit itu bukanlah pembangunan pangkalan militer, melainkan pos polisi untuk menjaga keamanan wilayah sekitarnya. Pembangunan dilakukan karena alasan keamanan.

Pemerintah Myanmar dan Bangladesh memang sepakat untuk memulangkan kembali warga Rohingya yang melarikan diri. Sejak militer Myanmar melakukan operasi militer di Rakhine Agustus tahun lalu, setidaknya ada 700 ribu warga Rohingya yang melarikan diri ke Bangladesh.

Menurut Reuters, lebih dari 350 desa di sisi barat Rakhine dibakar. Hingga saat ini, proses repatriasi masih jalan di tempat.

Berdasar kesepakatan, warga Rohingya yang direpatriasi harus melakukannya secara sukarela. Banyak di antaranya yang tidak mau kembali karena tidak adanya jaminan keamanan.

Pembangunan fasilitas militer maupun pos polisi di dekat permukiman penduduk tentu membuat mereka tidak nyaman. Bagaimanapun juga, warga Rohingya masih trauma dengan kekejian militer Myanmar. (sha/c17/dos)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kejam! Militer Myanmar Pastikan Warga Rohigya Tak Bisa Makan


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler