JAKARTA - Polemik Komodo di perhelatan The New 7 Wonders (N7W) terus bergulirPerdebatan tidak berhenti pada ada tidaknya kantor yayasan N7W yang disebut-sebut milik Bernard Weber itu
BACA JUGA: 14 Koruptor Divonis Bebas
Sindiran nasionalisme buta dan kemana larinya rupiah yang dikirimkan masyarakat melalui vote SMS juga makin kompleks.Tidak mau terus menjadi bulan-bulanan masyarakat yang kontra terhadap cara memenangkan Komodo melalui SMS, tim Pemenangan Komodo pimpinan Emmi Hafild siap bertanggung jawab
BACA JUGA: Demokrat-Golkar Kompak, Tolak Moratorium Remisi
"Auditornya yang biasa pegang BUMN," ujar Emmi kemarin (3/11).Dia memastikan, audit tersebut untuk memupuk kepercayaan terhadap tim pemenangan yang terkikis oleh black campaign
BACA JUGA: Hari Ini Calhaj RI Bergerak ke Arafah
Namun, sekali lagi dia belum tahu pasti berapa jumlah SMS yang memberikan suara untuk Komodo.Emmi menjelaskan, melalui pola transparasi itu diharapkan semuanya bisa terbukaTermasuk tudingan bahwa timnya ikut "memakan" uang SMS yang tarifnya sempat menyentuh Rp 1.000 ituDia memastikan tidak bakal ada sepeser rupiah dari SMS yang masuk ke tim"Yang ada, karena black campaign kami kesulitan mencari sponsor," tuturnya.
Tudingan miring itu memang kerap muncul lantaran aneh jika pengukuhan N7W dilakukan melalui SMSSehingga, terkesan penganugerahan yang digagas oleh Bernard Weber itu hanya mengeruk keuntungan dari SMS konten premium.
Apalagi, diawal kemunculan proyek SMS dukungan Komodo itu pulsa yang berkurang adalah Rp 1.000Berbeda dengan saat ini yang bisa ditekan hingga Rp 1Bahkan, kabarnya saat masih Rp 1.000 jumlah SMS yang masuk mencapai sejutaJika dikalkulasi, maka total duit yang dikeluarkan mencapai Rp 1 milyar.
Emmi menjelaskan, bahwa saat ini pihaknya masih berhutang kepada para content providerHilangnya dukungan pemerintah membuat pihaknya harus mencari dana sendiriDia mengakui jika pihaknya selama ini mencari dana sendiri dan pengurangan tarif SMS merupakan bagian dari corporate social responsibility (CSR) provider.
Head of Corporate Communication PT XL Axiata Febriati Nadira juga memberikan jaminan ituDia mengatakan jika SMS yang dikirimkan pasti diauditTerkait apakah biaya SMS Rp 1.000 dan Rp 1 akan masuk ke beberapa pihak, termasuk operator, dia menyangkalnya"Tidak ada itu," katanya.
Dia lantas menjelaskan, program vote Komodo saat ini dijadikan operator XL sebagai sarana CSRTidak lagi membicarakan masalah untung dalam pengiriman SMS tersebutKalau pun masih ada operator yang mengenakan biaya Rp 1, menurutnya wajar karena pihak CP membutuhkan biaya untuk sistemnya.
Namun, dia memastikan jika para operator sepakat untuk menekan biaya SMS vote Komodo menjadi sangat rendahItu dilakukan supaya jumlah SMS yang memilih hewan purba itu melonjakSebab, saat masih berlaku tarif Rp 1.000 peminatnya sangat sedikit"Begitu Pak Jusuf Kalla menjadi duta dan menurunkan tarif, SMS-nya melonjak," ungkapnya.
Saat masih Rp 1.000, Febriati juga menuturkan tidak seratus persen menjadi keuntungan provider telekomunikasi dan content provider (CP)Digambarkan, biaya per SMS itu digunakan untuk biaya network, biaya komunikasi seperti iklan dan sisanya untuk konservasi Komodo"Tetapi, sejak 15 Oktober kami sepakat digratiskan demi nasionalisme," jelasnya.
Terpisah, Jusuf Kalla (JK) saat menghadiri wisuda pascasarjana UGM di Jalan Saharjo Jakarta tetap ngotot apa yang dilakukan selama ini benarImbauan agar SMS tidak terus dilakukan oleh Dubes Indonesia di Swiss Djoko Susilo tidak dihiraukanDia mengatakan kenapa Rp 1 saja diributkan.
Menurut mantan wakil presiden itu, wajar jika CP menarik biaya dari SMS yang dikirimkan masyarakatNamun, JK mengatakan masyarakat harusnya bisa bersyukur karena biaya yang dikeluarkan saat ini lebih murahSayang, saat disinggung kemana larinya uang SMS, dia mengaku tidak tahu
"Kalau ditanyakan kemana Rp 1, tanyakan saja sama operatornya," tukas pria yang juga ketua umum PMI ituDia menjamin, uang hasil SMS yang dikirimkan tidak untuk kepentingan tim pemenangan KomodoDia juga menambahkan, masalah ini menjadi pelik karena adanya miskomunikasi.
Dikatakannya, Menbudpar saat Indonesia mendaftarkan Komodo ke N7W, yakni Jero Wacik, tidak mendapat info yang benar dari stafnyaOleh sebab itu, dia menilai pemerintah terburu-buru menyanggupi menjadi host dan siap membayar USD 10 juta untuk malam finalNamun, ujung-ujungnya pemerintah malah membatalkan.
Di bagian lain, Jero Wacik yang pernah getol mengampanyekan Pulau Komodo sebagai salah satu keajaiban dunia saat masih menjabat sebagai Menbudpar, menyatakan tetap mendukung langkah JK mempromosikan Pulau Komodo"Pak JK sekarang menjadi dutanyaSaya dukung beliau," kata Wacik.
Promosi Pulau Komodo, lanjut dia, tetap harus berlanjut meski saat ini ada polemik mengenai keberadaan yayasan N7W"Promosinya harus jalan terus," tegas Wacik yang saat ini menjabat menteri ESDM.
Namun di mata pria kelahiran Singaraja, Bali itu, N7W merupakan yayasan yang tidak kredibelDengan pertimbangan itu, saat masih menjabat menbudpar, dia pernah menyatakan menarik diri keikutsertaan Indonesia yang diwakili Pulau Komodo dalam kontes keajaiban dunia tersebut.
Pada Desember lalu, pihaknya keberatan jika harus mengeluarkan dana dalam jumlah besar dalam kontes tersebutIndonesia harus membayar komitmen fee sebesar USD 10 jutaSelain itu, Indonesia yang ditawari sebagai tuan rumah, diperkirakan Indonesia juga masih harus merogoh kocek lagi senilai USD 35 jutaSehingga total sekitar Rp 450 miliar"Saya nggak mau," kata Wacik.
Dengan hitung-hitungan belum tentu menang, nominal tersebut dirasa sangat besarSebab, saat itu, dari 28 nominasi tersebut, masih akan di-vote lagi untuk menentukan tujuh keajaiban dunia"Saya hitung-hitung, layak nggak mengeluarkan Rp 450 miliar untuk promosi menjadi tuan tumah yang belum tentu menangKayaknya nggak sampai hati lah," jelas Wacik, saat itu.
Hal itu lantas membuat Pulau Komodo terancam dicoret dari kontes N7WNah, dengan pertimbangan itu, Wacik menilai yayasan tersebut tidak kredibelSebab, pemilihan itu tidak ubahnya sebagai bisnis
Saat itu, Wacik juga tidak risau meski diancam dicoret dari kontesSebab, sejak ada pemilihan N7W tersebut, jumlah kunjungan ke Pulau Komodo menunjukkan peningkatan hingga angka 400 persen.
Pakar Komodo Prof Putra Sastrawan berharap polemik SMS bisa segera berakhirDaripada energi terbuang untuk memperdebatkan N7W, menurutnya bangsa lebih baik langsung mengurusi Komodo kalau memang niat mengurus hewan tersebut"Selama ini biaya penelitian lebih banyak dari Jepang daripada negeri sendiri," ungkapnya.
Dia juga menyampaikan jika konservasi Komodo sendiri lebih membutuhkan biaya untuk melestarikan merekaMenurut dia, selembar sertifikat atau plakat yang harus ditebus dengan mengumpulkan SMS tidak terlalu penting bagi kelangsungan hidup yang hanya tinggal 2.500 ekor itu(dim/wir/fal/kuh/agm)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dukung Pemutihan Dokumen TKI
Redaktur : Tim Redaksi