Ubah Aturan Giro Wajib Minimum, BI Longgarkan Likuiditas Perbankan

Senin, 01 Mei 2017 – 06:32 WIB
Bank Indonesia. Foto: Jawa Pos/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mengubah aturan giro wajib minimum (GWM) menjadi GWM primer rata-rata atau averaging.

Hal itu dilakukan untuk melonggarkan likuiditas di sistem keuangan.

BACA JUGA: SLIK OJK Gantikan BI Checking

Dengan aturan itu, bank diharapkan mengurangi kebiasaan memarkir dana di Bank Indonesia.

Asisten Gubernur Kepala Departemen Ekonomi dan Moneter BI Dody Budi Waluyo menuturkan, penyempurnaan terkait pemenuhan GWM primer dalam rupiah dari sebelumnya 6,5 persen dari dana pihak ketiga (DPK) menjadi lima persen dari DPK.

BACA JUGA: Indonesia Waspada Risiko AS dan Korut

”GWM yang wajib dipenuhi secara rata-rata adalah 1,5 persen dari DPK dalam rupiah selama periode tertentu,” papar Dody di gedung BI beberapa waktu lalu.

BI memberikan waktu penyesuaian selama sebulan hingga pemberlakuan secara resmi mulai 1 Juli 2017.

BACA JUGA: Kendalikan Inflasi, BI Bentuk Klaster Beras Organik

Bank yang tidak menjalankan ketentuan tersebut akan memperoleh sanksi berupa denda.

Besaran denda adalah 125 persen dari rata-rata suku bunga jangka waktu satu hari overnight dari JIBOR dalam rupiah untuk setiap hari pelanggaran.

Bila saat pendebitan saldo rekening giro bank tidak terpenuhi, seluruh sanksi tersebut dianggap sebagai kewajiban bank kepada Bank Indonesia dan dikenai sanksi sebagaimana pelanggaran GWM.

 ”Bila bank tidak memenuhi ketentuan GWM averaging selama masa transisi tidak dikenakan sanksi. Tapi, di bulan kedua sudah harus menjalankan GWM averaging,” tegas Dody.

BI meyakini GWM rata-rata sebagai best practice karena telah diterapkan seluruh bank sentral dunia.

Dengan mengurangi GWM, BI berharap pengurangan 1,5 persen GWM membuat likuiditas di sistem lebih merata melalui pasar uang antarbank, pasar repo antarbank, dan commercial paper (kredit modal kerja).

GWM juga bisa menjadi bantalan suku bunga (interest rate buffer) sehingga mengurangi volatilitas suku bunga di pasar uang.

Meski demikian, BI tetap mengizinkan bank menyimpan uang di Bank Indonesia.

Dody mengakui, ada sejumlah tantangan dalam penerapan aturan GWM averaging.

Di antaranya, sebaran surplus likuiditas di sistem perbankan yang tidak merata.

Akibatnya, ada bank yang menikmati limpahan likuiditas, tetapi ada pula yang likuiditasnya terbatas.

”Bank skala kecil cenderung mengalami tekanan karena likuiditas terbatas, sedangkan ada keharusan masuk pasar uang. Selain itu, instrumen di pasar keuangan masih terbatas,” terangnya. (ken/c21/noe)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Perdagangan Antarpulau Jatim Surplus Rp 54 Triliun


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler